6. Aksara dan Askia

22 4 0
                                    

Kebahagiaan itu diciptakan bukan dicari
Kalo udah bahagia
Standar idaman udah ngga guna

***

Seorang pria dengan balutan kaos polo putih dan celana cargo pendek yang kontras dengan kulit putihnya berjongkok mensejajari Anjani. Tangannya terulur membelai rambut anak perempuan disebelahnya.

Seketika lamuan Anjani tentang Duren Sawit Buyar. Fokusnya kembali.

"Askia, Papa udah bilang. Jangan lari. Tunggu Papa"

Suaranya, begitu lembut kontras dengan wajah tegasnya yang tampak berwibawa dan siapapun yang melihatnya akan segan.

"Papa, tante yang nolong aku"

Anak itu berkata dengan nada menggemaskan,membuat Anjani salah tingkah saat pria itu menoleh dan mengembangkan bibirnya ramah.

"Terima kasih mba, udah nolongin anak saya. Ohya mba mau masuk? Kita bareng sekalian aja"

Belum sempat Jani menjawab ajakan pria tersebut, tangan Jani digandeng tangan mungil Askia masuk ke gerbong kereta.

Jujur Anjani menjadi canggung, ia berjalan bersama dua orang asing yang baru diketemuinya. Beruntungnya tempat duduk mereka berbeda, Alhasil Anjani dapat sedikit bernafas lega.

Ya sedikit. Sebab tadi Askia merengek minta ikut dengan Anjani namun dengan rayuan Ayahnya dia tidak jadi bersamanya dan diganti dengan bertukar nomor ponsel agar sewaktu Askia ingin melihatnya bisa menghubungi Anjani.

"Kayaknya liburan kali ini ngga setenang bayangan gue" Gumam Jani pelan, Ekor matanya menatap jalanan luar yang terlihat basah sehabis diguyur hujan.

Kebiasaan Jani sejak dulu pertama kali naik kereta sampai sekarang tidak pernah berubah. Selain Ia  hoby berpergian sendiri, Ia juga senang membawa novel untuk menemani perjalanannya yang memakan waktu tak sedikit.

Novel yang Ia bawa berjudul Ananta, dimana cerita klasik yang ditulis oleh penulis yang belum terkenal. Ceritanya cukup ringan, konfliknya juga sedikit namun tetap ada pembelajaran hidup didalamnya.

Jani tak habis pikir, bagaimana bisa seseorang menulis berpuluh puluh kata seperti ini. Dan tak habis pikir juga orang yang membaca tapi tidak menghargai karyanya.

Belum sempat melanjutkan bab berikutnya, ponsel Jani berdering. Nomor asing melakukan panggilan video call. Dan Jani tahu, itu pasti nomor Aksara.

Aksara Wijaya

Seseorang yang kurang lebih satu jam berkenalan dengannya, yang lain dan tak bukan adalah ayah dari Askia.

Jani mengembuskan nafas pelan, Lalu memencet tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut.

Begitu diterima, yang muncul bukanlah wajah Askia ataupun Aksara melainkan layar gelap seperti menzoom sesuatu.

"Kia, jangan terlalu deket. Tante Janinya ngga keliatan" suara itu terdengar samar ditelinga Jani.

Jani menduga wajah Askia menutupi layar ponsel Aksara. Betapa menggemaskannya tingah bocil satu ini.

Kalau boleh jujur Anjani tidak terlalu menyukai anak kecil. Dulu Jani berfikir anak kecil itu berisik. Tapi melihat Askia, Jani langsung menyukainya.

Jani menjamin, siapapun yang melihat Askia pasti langsung menyukainnya. Anak energik,badannya gempal dengan pipi besar, mataa bulat dan hidung minimalis serta kulit yang kuning langsat menambuat siapapun langsung jatuh cinta.

"Jani maaf ya ganggu. Askia mau lihat kamu katanya. Maaf sekali lagi." Terdengar nada tak enak dari suara diseberang.

"Ah iya, Ngga papa Mas Aksa.---"

"--- Kia, kia ngga tidur?"

Jani bingung mau menanyakan hal apa. Sebab interaksinya dengan anak kecil bisa dibilang tidak pernah. Sebab itu menjadikkannya kaku.

"Udah Tante. Kia baru bangun. Ini Kia mau main. Tante mau main sama Kia?" Askia bertanya dengan antusias.

"Askia mau main apa sayang?"

"Eh... apaya Papa, Papa. Kia mau mainan balbi. Eh nda jadi. Kia mau nyanyi aja Papa"

Jawaban Askia mau tidak mau membuat Anjani tersenyum kecil.

"Loh kok tanya Papa, Kia mau ngajak Tante main katanya heum?"

Askia mengerjapkan mata berkali kali persis seperti anak kucing yang menatap seseorang dengan wajah lugunya.

Askia lalu menatap kembali ponsel Ayahnya, yang menampilkan wajah Anjani.

"Anteu, nanti kita main bareng ya."

Jani mengangguk mengiyakan,

"Kia, Papa pinjam ponselnya sebentar ya. Papa mau bicara sama tante Jani"

Askia tampak tak suka, ia dengan berat hati menyerahkan ponselnya pada sang Ayah.

"Maafin Kia ya. Maaf kalo kamu terganggu sama sikapnya. Apalagi kita baru bertemu"

"Ngga papa mas. Askia anak yang menggemaskan. Aku jadi keinget keponakanku" Kilah Jani tak sepenuhnya bohong.

"Ehm.. Kamu turun dimana?"

"Rencana semarang Mas"

Anjani mencoba bersikap sesopan mungkin. Dia ingin menunjukan first immpresion yang baik dan kalem.

"Nanti aku tunggu di depan gerbong kamu ya.---"

"--- See you, aku tutup dulu telfonnya. Askia agak rewel. Assalamualaikum"

Belum sempat Anjani menjawab, orang diseberang sana memutus panggilan sepihak.

To be continue
07/11/2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RECHARGE ENERGYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang