"Valerie, aku sangat senang akhirnya kau datang juga." Evelyn menghampiriku ketika aku masuk ke ruangan VIP dimana dia mengadakan pesta ulang tahunnya.
"Selamat ulang tahun, Evelyn." Aku memberikan tas belanja yang berisikan kado ulang tahunku untuknya.
"Wah, terima kasih, Valerie. Ayo masuk."
Sambil berjalan masuk, aku melihat keadaan sekelilingku. Di dalam ruangan ini terdapat empat buah meja bulat berkapasitas sepuluh orang yang terpisah.
Satu meja disediakan khusus untuk keluarga inti dan orang tua. Sisanya untuk saudara jauh dan teman - teman Evelyn.
Sahabatku ini cukup populer dan memiliki banyak teman, tapi tidak semua temannya dia undang ke sana.
Aku mengenal beberapa orang di sana. Ada orang tua Evelyn yang sudah cukup akrab denganku karena kami sering bertemu. Selain itu aku juga mengenali kakak laki - laki Evelyn, Vincent Chua.
Lalu ada Martin, pacar Evelyn yang sedang duduk di salah satu meja di sana yang ternyata akan menjadi meja tempatku duduk juga.
"Kamu bisa duduk di meja ini ya. Nanti aku juga duduk di sini, kok. Tapi sekarang aku harus melayani tamu - tamu dulu." Katanya sambil tersenyum ceria.
"Ya, tidak masalah." Balasku sambil duduk.
Di meja itu sudah ada empat orang. Martin, pacar Evelyn, dua orang teman Evelyn yang dulu satu sekolah dengan kami, Maria dan Clara.
Mereka cukup dekat dengan Evelyn dari dulu, hanya saja aku tidak begitu dekat dengan mereka karena kami memiliki lingkaran pertemanan yang berbeda.
Satu lagi adalah seorang pria yang sepertinya keturunan campuran bule. Dia memiliki mata biru gelap, kulit putih, rambut coklat tua yang tebal dan memakai kacamata kotak.
Hanya satu kalimat yang ada di pikiranku.
"Ya Tuhan, ganteng sekali."
Kebetulan sekali, kursiku tepat di sebelahnya. Evelyn sudah menuliskan nama - nama setiap orang di kursi dan entah kenapa kursiku pas di sebelah pria asing ini.
Aku menyapa mereka sebagai formalitas saja tapi sebenarnya aku merasa sedikit canggung.
Maria dan Clara sibuk ngobrol berdua. Martin yang melihat aku canggung berinisiatif untuk mengajakku ngobrol ringan agar aku tidak diam saja tapi itu tidak bertahan lama.
Beberapa saat kemudian, Evelyn kembali ke meja kami lalu dia duduk untuk memulai percakapan.
"Kamu pasti sudah kenal dengan Martin, Maria dan Clara kan, nah kalo yang satu ini sepupuku, namanya Darius." Evelyn memandang Darius dan memperkenalkan aku kepadanya.
"Darius, ini sahabatku yang aku pernah ceritakan kepadamu, Valerie." Katanya.
Dengan sopan, Darius mengulurkan tangannya kepadaku.
"Namaku Darius." Katanya dalam bahasa Indonesia dengan aksen Amerika yang kental.
"Valerie." Aku menjabat tangannya dan kami berdua bersalaman.
Entah kenapa, jantungku berdebar kencang ketika bersalaman dengannya. Evelyn yang melihat pipiku mulai merona tersenyum lalu berbisik kepadaku.
"Darius ini sepupuku yang dibesarkan di Amerika tapi sekarang dia sedang berkunjung ke Indonesia selama 6 bulan sebelum melanjutkan kuliah S2 di sana." Mendengar penjelasan Evelyn aku sedikit bingung.
"Oh, dia lebih tua ya." Kataku sambil berbisik balik.
"Ya, dia tiga tahun lebih tua, tapi karena dia jenius, terutama di bidang IT, dia mendapatkan akselerasi jadi dia kuliah dengan beasiswa penuh dan lulus lebih awal."
"Hebat sekali dong?"
"Iya, dia juga sudah bekerja, tapi untuk menambah pengalaman, dia ke Indonesia dan akan tinggal di sini untuk sementara waktu sambil kerja remote di salah satu perusahaan teknologi Amerika." Evelyn menjelaskan.
Aku mencuri - curi pandang ke Darius dan dia terlihat sangat keren. Aku yakin Maria dan Clara juga merasakan hal yang sama karena mereka berdua curi - curi pandang juga ke pria ini.
Menurutku, dari impresi awal, Darius ini adalah pria yang keren. Dia bukan tipe pria yang banyak bicara tapi dia bukan tipe pria yang dingin juga.
Berbeda dengan Martin, pacar Evelyn yang kalem, tenang dan definisi cowok baik hati yang sabar dan penyayang, Darius ini lebih terasa maskulin yang tidak banyak bicara atau hanya bicara seperlunya.
Aku sudah tahu bahwa ia adalah pria yang pintar dari pertama kali aku melihatnya tapi ternyata dia juga adalah jenius.
"Dia bisa bahasa Indonesia sedikit - sedikit tapi akan lebih nyambung kalau kau ajak dia ngobrol dengan bahasa Inggris." Evelyn memberikan dorongan.
Jujur saja, dalam hati aku memang ingin mengobrol dengan nya tapi aku tidak tahu bagaimana memulainya.
Sebelum aku bisa memulai percakapan dengan Darius, Maria dan Clara lebih dulu mengajaknya ngobrol.
"Darius, apa yang kau suka lakukan?" Tanya mereka.
"Hm? Aku suka baca buku, main game, kadang juga jalan - jalan." Balasnya.
"Wah, kupikir semua cowok yang main game itu tidak punya kehidupan, tapi sepertinya kau berbeda ya." Kata Clara.
"Memangnya apa yang salah dengan bermain game? Kau tahu untuk membuat suatu game tidak mudah dan kau bisa belajar banyak hal tentang strategi melalui game." Balasnya.
"Asal tidak kecanduan, kurasa tidak ada salahnya."
"Oh ya, kau suka baca buku apa?" Maria mengalihkan pembicaraan.
"Buku self development." Mendengar jawabannya itu, aku menemukan celah untuk berbicara dengannya.
"Apa kau tahu 12 rules for life oleh Jordan Peterson?" Tanyaku padanya.
Mendengar pertanyaanku ini, ekspresi dia berubah sedikit. Ia memandangku dan tersenyum kecil.
"Tentu saja, itu adalah salah satu buku favoritku. Apa kau juga membacanya?"
"Benarkah? Aku juga menyukainya. Rules mana favoritmu?" Tanyaku dan kami berdua mulai mengobrol tentang buku itu.
Dari sini, aku menyadari bahwa kami berdua memiliki beberapa kesamaan. Kami suka berbicara tentang topik - topik abstrak yang orang lain belum tentu suka dan mengerti.
Di ujung mataku, aku bisa melihat Clara dan Maria yang sedikit tercengang dengan percakapanku dan Darius sementara Evelyn sudah asyik sendiri mengobrol dengan Martin.
Setelah percakapan tentang buku tadi? Aku merasa bahwa aku dan Darius nyambung ketika mengobrol dan karena bahasa Inggris ku lancar, aku bisa dengan mudah berkomunikasi dengannya dalam bahasa Inggris.
Ada beberapa tamu lagi yang datang dan duduk di meja yang sama denganku. Tapi karena sebelahku sudah diisi oleh Darius dan Evelyn, kehadiran orang - orang itu tidak terlalu berpengaruh.
Ketika makanan datangpun, Darius kebanyakan mengobrol denganku dibandingkan yang lain.
Padahal tadi ketika aku baru melihatnya, dia cukup pendiam tapi ternyata kalau sudah membicarakan topik yang kami berdua sama - sama sukai, dia lumayan seru walaupun dia masih kelihatan keren juga.
Satu hal yang membuatku begitu terpana dengan Darius selain otaknya yang pintar itu adalah senyumnya.
Dia memiliki senyuman yang sangat manis. Satu - satunya orang yang memiliki senyuman semanis itu yang aku kenal adalah Glenn, tetapi vibe kedua orang ini sangat berbeda jauh.
Setelah acara makan selesai, masuk ke bagian pesta tiup lilin dan Evelyn berdiri dan mengambil Spotlight di tengah.
"Semuanya, terima kasih karena telah datang ke pesta ulang tahunku, sekarang, kita akan masuk ke bagian utamanya ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
VALERIE
RomanceAku selalu memimpikan pria itu. Seseorang yang tidak pernah kukenal namun terlihat begitu familiar. Kupikir ia hanyalah produk dari imajinasiku, hingga suatu hari, aku bertemu dengannya di dunia nyata. "Namamu Valerie ya? Perkenalkan, aku Glenn, Gl...