Chapter 13: Kota Tua

38 1 0
                                    

Valerie's P.O.V

Aku bersiap - siap untuk jalan - jalan dengan Evelyn hari Ini. Dia mengirim pesan semalam dan mengatakan bahwa dia akan mengajak Darius dan Martin untuk jalan - jalan ke kota tua dan aku diajak juga supaya angkanya genap.

Tapi bukan hanya karena itu saja, Evelyn sebelumnya telah berjanji padaku bahwa ia akan mengundangku ketika ia jalan - jalan dengan Darius dan tibalah hari itu.

*tin tin*

Suara klakson mobil terdengar di luar dan aku yang sudah selesai bersiap - siap berjalan keluar dan bertemu Bi Ina yang sedang membukakan pintu.

"Bi, aku jalan dulu ya, kemungkinan pulangnya agak malam jadi jangan khawatir." Kataku sebelum aku keluar pagar.

"Baik non." Kata Bi Ina.

Aku masuk ke dalam mobil dan di sana aku melihat Martin di kursi supir, Evelyn di sebelahnya dan Darius di kursi belakang.

"Hai, Martin, Evelyn, Darius." Aku menyapa mereka bertiga.

"Valerie, kamu cantik sekali hari ini." Evelyn langsung memuji outfitku.

"Terima kasih." Memang aku sengaja berusaha tampil lebih cantik karena aku tahu Darius akan ikut dengan kami.

"Kau terlihat lebih segar dibandingkan saat aku pertama kali bertemu denganmu." Tambah Darius. Mendengar pujian darinya, pipiku langsung memerah sedikit.

"Karena waktu kita pertama bertemu sudah malam dan aku cukup lelah. Sekarang masih pagi, jadi aku cukup bersemangat." Balasku.

Selama perjalanan, Evelyn banyak bicara seperti biasanya sehingga suasana tidak terlalu sepi. Aku tidak banyak bicara dengan Darius selama perjalanan ke kota tua karena percakapan sudah di dominasi oleh Evelyn.

Akhirnya kami pun tiba di sana dan saat itu cuaca agak panas. Untuk masuk ke area museum, kami harus berjalan terlebih dahulu.

Martin mengeluarkan payung yang sudah ia bawa dan membaginya dengan Evelyn. Mereka satu payung berdua.

Bodohnya aku tidak membawa payung karena aku tidak berpikir bahwa kami akan memerlukan payung di sini.

Menyadari keadaanku, Darius langsung mengeluarkan payung dari tas nya dan membukanya lalu memberikannya padaku.

"Kau pakai ini saja, aku tidak masalah dengan panas matahari." Katanya.

"Tidak, aku tidak enak kalau memakai payungmu sementara kau sendiri kepanasan." Balasku.

"Hm, kalau begitu apa kau mau berbagi payung denganku. Payungnya cukup besar untuk kita berdua." Mendengar tawaran itu, aku mengangguk dan akhirnya kami berbagi payung.

Karena hal ini, aku berjalan sangat dekat dengannya dan beberapa kali, kulit kami bersentuhan.

Aku biasanya tidak pernah peduli tentang hal ini, tapi entah kenapa kali ini aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentang diriku ketika aku berada di dekat Darius.

Selain itu, aku juga melihat beberapa orang yang memperhatikan kami. Selain karena kamu berpakaian dengan gaya yang berbeda dari orang pada umumnya, kehadiran Darius yang terlihat seperti orang barat juga menarik perhatian.

Entah kenapa aku jadi berpikir, jika aku berjalan bersama Glenn seperti ini, apakah orang - orang akan memandanginya juga?

"Kita sudah sampai, ayo masuk." Kami berada di pintu masuk museum Fatahillah. Martin dan Darius melipat dan memasukan payung mereka kembali ke dalam tas sebelum kami membeli tiket.

Setelah itu kami masuk dan melihat - lihat barang - barang yang ada di sana.

"Valerie, apakah kau biasanya suka datang ke tempat - tempat seperti ini?" Tanya Darius ketika kami berjalan berdampingan seperti sebelumnya.

"Ya, lumayan. Aku suka tempat - tempat bersejarah. Tempat yang mengandung kisah dari masa lampau dan menyimpan banyak memori dari peradaban yang berbeda."

"Kenapa kau menyukainya?" Tanya nya lagi.

"Entahlah, mungkin karena aku ingin melihat kehebatan umat manusia. Bagaimana kita sebagai bagian dari masyarakat bisa berproses hingga seperti saat ini."

"Kau berbicara seperti pria tua." Katanya sambil tertawa kecil.

Aku tidak sakit hati mendengar perkataannya itu karena aku sudah sering dengar orang mengatakan bahwa aku ini sering mengutarakan hal yang terdengar lebih tua dari usiaku.

"Kau bukan orang pertama yang mengatakan hal itu." Balasku sambil ikut tersenyum kecil.

"Ternyata kau menarik juga ya, Valerie. Jarang ada anak muda sepertimu."

"Aku tahu, aku ini memang aneh."

"Tidak, kamu bukan aneh. Hanya saja terkadang aku merasa bahwa kau lahir di zaman yang salah."

"Ya sama saja, itu namanya aneh."

Tanpa aku sadari, aku asyik mengobrol dengan Darius sampai lupa kalau ada Evelyn dan Martin.

Tapi tidak masalah juga sih karena ketika aku sadar, mereka berdua sedang berpegangan tangan sambil melihat - lihat objek di sana.

Sebenarnya, mereka tidak terlalu peduli dengan museum, aku tahu itu, tapi mereka lebih suka menghabiskan waktu satu sama lain.

"Lihat deh, Martin sama Evelyn. Mereka baru pacaran sebentar tapi sudah kelihatan sangat dekat ya." Kataku.

"Mungkin mereka berdua memang cocok satu sama lain."

"Bagaimana denganmu, Valerie? Apakah kau punya pacar?" Tanya Darius.

"Tidak, untuk saat ini aku tidak punya pacar. Tapi aku punya teman dekat di kampus dan dia adalah seorang laki - laki."

"Teman dekat? Kau yakin dia tidak memiliki perasaan apapun terhadapmu?" Tanya Darius lagi.

"Hm, entahlah, tapi untuk saat ini, aku belum melihatnya sebagai laki - laki."

"Tapi aku tidak terkejut jika mendengarnya. Kau cantik Valerie dan kau juga cukup menarik. Menurutku pasti banyak laki - laki di luar sana yang ingin menjadi pacarmu."

"Tapi sampai sekarang aku belum pernah berpacaran. Menurutku, tidak ada laki - laki yang cocok denganku sejauh ini."

"Memangnya tipe mu seperti apa?" Mendengar pertanyaan itu, aku tersenyum kecil.

Salah satu aturan yang telah kubuat untuk diriku sendiri adalah jangan memberitahukan tipe ideal ku kepada seorang laki - laki.

"Hm, ada deh, yang pasti, laki - laki yang akan bersamaku nanti harus menunjukkan bahwa dirinya pantas untuk bersamaku."

Aku tidak ingin bersama dengan orang yang salah. Lebih baik sendiri daripada bersama seseorang yang tidak tepat.

Aku sudah melihat bagaimana kedua orang tuaku menjalani rumah tangga dan hanya ada satu hal yang dapat mendeskripsikan kehidupan rumah tangga mereka.

Mimpi buruk.

Ya, aku sering mendengar mereka berdua berantem. Ayahku memiliki sifat yang keras sementara ibuku lebih diam tetapi juga keras.

Mereka tidak cocok satu sama lain dari segi karakter dan hingga sekarang aku masih bertanya kenapa dulu mereka menikah jika memang tidak cocok dari awal?

Akhirnya mereka bercerai juga dan aku lah yang menanggung akibatnya. Tapi tetap saja, aku tidak menyalahkan mereka. Bagaimanapun kalau mereka tidak pernah menikah aku tidak akan lahir.

Hanya saja jika waktu bisa diputar kembali, kuharap aku bisa mengubah beberapa hal dan tidak menyia - nyiakan waktu dan kesempatan yang ada, termasuk hari - hari baik bersama orang tuaku.

"Valerie, apa yang sedang kau pikirkan?" Darius memanggilku dan ternyata aku tadi sempat melamun sebentar.

"Oh, tidak apa - apa." Balasku. Darius menatapku dengan tatapan sedikit bingung namun ia tidak membahasnya lebih lanjut.

Kami selesai mengitari museum Fatahillah dan aku bisa mendengar suara perut Evelyn bergema di udara.

"Aku lapar, ayo kita makan siang."

VALERIE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang