Chapter 3: Dua Orang Yang Berbeda?

71 4 0
                                    

Valerie's P.O.V

Malam itu, aku tidur dan bertemu kembali dengan laki - laki pirang di dalam mimpiku. Kami bermain ayunan seperti biasanya dan aku memutuskan untuk memberitahunya tentang apa yang baru saja terjadi hari ini.

"Kau tahu, hari ini hari pertama ku kuliah, sesuatu yang mengejutkan terjadi."

"Hm, apa itu, Valerie?" Tanyanya polos.

"Di kampus, aku bertemu laki - laki dengan wajah persis sepertimu. Aku kira ia adalah kau tapi aku tahu itu tidak mungkin, karena kau tidak nyata, sedangkan ia nyata." Balasku.

"Oh ya? Siapa namanya?" Tanya pria pirang dalam mimpiku.

"Namanya Glenn, Glenn Verhagen." Balasku.

"Apakah kau menyukainya?" Tanya pria ini. Seketika, wajahku memerah dan aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Tidak mungkin aku menyukainya, kami baru bertemu."

"Hm, tapi apa impresimu terhadapnya? Apakah ia orang yang baik?"

"Sejauh ini, dia terlihat baik, maksudku, hanya dia yang mau mengajakku ngobrol duluan. Sejak awal, ia menemaniku dan hal itu membuatku senang." Balasku.

Saat ini, aku tidak bisa melihat ekspresi apa yang sedang dibuat oleh si pirang ini. Ia terdiam sejenak sebelum berbicara lagi.

"Syukurlah kalau kau menganggapnya orang baik. Tapi, Valerie, kau tidak boleh terlalu mudah percaya terhadap orang asing. Kau tidak tahu ia seperti apa, bukan?"

"Ya, kau benar, jangan khawatir, aku akan selalu berhati - hati. Kau tahu kan aku ini pada dasarnya orang yang sangat skeptis."

"Tentu saja, Valerie. Aku mengenalmu lebih baik dari pada siapapun." Katanya sambil mengambil sedikit bagian rambutku di tangannya dan mencium ujungnya.

"Hm, kau mengatakan itu, tapi aku sudah bersamamu selama setahun tapi kau bahkan tidak pernah memberitahu namamu kepadaku."

"Hm, apa kau benar - benar ingin tahu namaku?" Tanyanya.

"Tentu sajak sejak pertama kali kita bertemu, aku ingin tahu namamu."

"Bagaimana kalau kau yang memberikanku nama?" Ia tiba - tiba menawarkan dan aku langsung berdiri dari ayunan, berbalik badan dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Apa maksudmu aku yang memberikanmu nama?"

"Ya, kau bisa memberikanku nama. Seperti katamu tadi, aku tidak nyata, jadi tidak masalah kalau kau yang memberikanku nama, bukan?"

Hm, dia memang benar. Aku berpikir sejenak hingga menemukan nama yang cocok untuknya.

"Bagaimana kalau Hans? Itu nama yang mudah untuk diucapkan dan sepertinya cocok untukmu." Balasku.

"Hm, baiklah, kau boleh memanggilku Hans." Katanya sambil tersenyum.

"Oh ya, Valerie, kalau kau memiliki masalah apapun atau kau ingin bercerita tentang apapun dan siapapun, kau bisa menceritakannya padaku."

"Tentu saja, Hans, hal itu sudah pasti. Kau adalah teman curhatku satu - satunya yang tidak akan pernah mengecewakanku atau memberitahu rahasiaku kepada siapapun."

Hari itu, aku terbangun dan berangkat ke kampus seperti biasanya. Hari itu, kami diwajibkan untuk memilih klub apa yang kami akan ikuti.

"Kau akan ikut klub apa, Valerie?" Tanya Glenn saat kami berkeliling di expo klub di kampusku.

"Sepertinya aku akan memilih klub Inggris." Balasku.

Kampus kami memiliki begitu banyak klub, tetapi yang paling menarik perhatianku adalah klub Inggris. Aku memang selalu tertarik pada bahasa dan bahasa Inggris merupakan bahasa yang cukup fasih bagiku.

"Oh, begitu? Kebetulan sekali, aku juga akan masuk ke klub Inggris. Sepertinya kita akan lebih sering bertemu ya."

Ketika ia mengatakan hal itu, aku mulai berpikir sejenak. Apakah ini memang kebetulan atau dia sengaja masuk ke klub Inggris karena aku masuk ke sana?

Tapi, apapun alasannya,aku juga tidak ingin berprasangka buruk terhadapnya atau merasa terlalu percaya diri tentang pemikiranku sendiri.

Tidak ada salahnya juga ia ingin masuk klub Inggris dengan alasan apapun.

Kami berdua mendaftar dan pada saat itu, ada seorang kakak tingkat yang kelihatannya satu tahun di atas kami berdiri dan menatap ke arahku dan Glenn.

Kakak tingkat itu memiliki kulit sawo matang dan wajah yang cantik campuran Arab dan Indonesia dengan bulu mata yang panjang, alis tebal dan mata coklat yang khas Timur tengah, rambutnya panjang bergelombang hingga ke dada dan ia mengenakan outfit yang cukup stylish dengan blouse putih dan rok hijau zaitun.

Kakak tingkat yang sedang membantuku mendaftar melihat ke arah pandanganku dan menyadari apa yang sedang terjadi. Dengan nada datar, ia berbicara.

"Kalau cewek yang itu namanya Naomi Salsabilla, biasa dipanggil Naomi. Dia itu sekretaris klub Inggris tahun ini." Kata kakak tingkat tersebut.

"Oh, begitu." Balasku. Glenn tidak terlalu memperdulikannya. Bahkan ia terlihat tidak tertarik sama sekali dengan kakak tingkat itu.

Aku tidak tahu kenapa dia terus menatap kami tapi aku tidak mau terlalu ambil pusing.

Aku dan Glenn melanjutkan aktivitas hari itu dan ketika waktu orientasi selesai, aku m untuk pulang dan seperti hari sebelumnya, Glenn menawarkan untuk mengantarku pulang.

Tapi sebelum kami dapat masuk ke dalam mobil, kakak tingkat tadi yang bernama Naomi menghampiri kami dengan satu orang temannya.

"Kalian anak baru ya?" Tanyanya.

"Ya, benar, ada apa?" Glenn menjawab karena ia tahu bahwa aku ini lebih pendiam dan kakak kelas itu menatap Glenn dengan senyuman kecil. Namun ketika ia menatapku, tatapannya langsung berubah menjadi sinis seolah dia tidak suka denganku.

"Gapapa. Kalian anak klub Inggris kan? Aku Naomi, aku mau minta nomormu untuk keperluan sekretariat klub." Katanya sambil menatap Glenn.

Sekilas, aku dapat melihat bahwa Glenn sebenarnya keberatan memberikan nomornya ke Naomi tapi wanita itu terus memaksa hingga akhirnya Glenn memberikan nomor kepadanya.

Aku baru saja akan memberikan nomorku namun dia langsung berbalik badan dan pergi begitu saja, begitu juga dengan temannya yang memiliki ekspresi yang menyebalkan.

"Dia tidak sopan." Bisikku. Aku benar - benar kesal dengan orang - orang macam ini. Aku langsung tahu bahwa tadi dia hanya beralasan saja meminta nomor Glenn.

Sepertinya dari awal memang kakak tingkat itu tertarik pada Glenn dan ia menggunakan jabatannya untuk mendapatkan nomor Glenn.

Aku benar - benar tidak menyukainya.

"Kau kenapa?" Tanya Glenn saat kami sedang berduaan di mobil.

"Tidak apa - apa, aku hanya tidak suka saja dengan kakak tingkat yang tadi. Dia menyebalkan." Kataku.

"Hm, kalau kau tidak suka dengannya, aku juga tidak suka dengannya. Jika dia menghubungiku nanti aku tidak akan meladeninya." Kata Glenn dengan santai.

"Kau yakin? Bagaimana jika ia menghubungimu untuk sesuatu yang penting?"

"Tidak masalah, aku bisa dapat info dari teman yang lain, bukan dia. Lagipula, aku tidak mau berteman dengan seseorang yang kau tidak suka atau tidak sopan terhadapmu."

Entah mengapa, mendengar perkataannya itu membuat jantungku berdebar - debar. Memang dia tidak melakukan sesuatu yang wah atau spektakuler, tapi mengetahui bahwa dia berada di sisiku langsung membuatku tambah menyukainya.

Setelah kami sampai ke rumah, Glenn menatapku lalu berkata.

"Apakah kau mau berkunjung ke rumahku minggu depan? Aku menceritakan tentangmu kepada keluargaku dan ibuku mengundangmu untuk makan malam di rumah kami." Kata Glenn.

Mendengar pertanyaan itu, aku langsung terdiam sejenak.

Makan malam di rumahnya? Kenapa tidak?

VALERIE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang