30

21.8K 1.7K 116
                                    

Typo.
Vote dulu, gan. Matursuwon.

____________________________________

Selamat membaca.
_____________________________________

Sudah terbilang tiga hari setelah Dikta keluar dari rumah sakit. Kini dirinya tengah memaksa sang ayah untuk mengijinkannya pergi ke sekolah.

"Dikta udah gak papa, lukanya juga gak sakit, nanti kalau ketinggalan banyak pelajaran gimana? Gak naik kelas, lulusnya lama. Terus kalau Daksa kepincut yang lain gimana? Nanti gak bisa kasih ayah sama papa cucu yang gemes-gemes." Dikta terus saja mengoceh seperti itu dan membuat Vanko jadi pusing sendiri.

"Kalau ayah ngijinin kamu, bukan kamu yang kena omel papa, tapi ayah yang kena. Terus gak dikasih jatah, katanya kamu mau adek, kan?" Tanya Vanko. Bukannya mengangguk, Dikta malah menggelengkan kepalanya.

"Gak jadi, kasihan papa nanti. Kalau kambuh gimana?" Ucapan Dikta itu membuat Vanko menggaruk keningnya yang tidak gatal.

"Ya...., intinya jangan sekolah dulu!" Pinta Vanko yang membuat Dikta mendesah kecewa.

'Ceklek'

Pintu kamar Dikta terbuka dan memperlihatkan sosok Dipta yang sudah rapih dengan seragam sekolahnya juga tas yang sudah diselampirkan di pundak.

"Lo gak ijin dulu, Dip? Masih sakit kan, tangan lo? Mending ijin, terus temenin gue." Dikta mencoba merayu Dipta kali ini, agar sepupunya itu tidak berangkat sekolah dan lebih memilih menemaninya.

"Lagi rewel ya, om?" Bukannya menjawab ucapan Dikta, Dipta malah bertanya pada Vanko.

"Iya tuh, Dip. Rewel mau masuk sekolah. Takut banget Daksa diambil orang," ujar Vanko dengan nada mengejeknya dan membuat Dipta terkekeh.

"Padahal tanpa sekolah pun, lo bisa lihat Daksa. Tunggu aja, habis ini dia pasti ke sini," ujar Dipta. Benar saja, tidak lama Daksa datang dengan membawa Iden yang berada di gendongannya.

"Daksa cogan perkasa datang bersama pangeran serigala." Ucapan Daksa itu membuat Dikta tersenyum.

"Masih pagi udah narsis aja, Sa," cibir Vanko.

"Kata daddy, om Vanko juga narsis," balas Daksa yang membuat Vanko mendelik tidak terima.

"Kebalik, Sa. Daddy kamu itu yang narsis, kalau gak percaya tanya aja papa kamu." Vanko menidurkan dirinya di samping Dikta setelah membalas perkataan Daksa.

"Kak Dikta masih sakit, ya?" Tanya Iden.

Dikta tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya agar Iden menghampirinya. Daksa pun menurunkan Iden dari gendongannya.

"Kakak kangen Iden," ujar Dikta sembari merengkuh tubuh anak kecil di hadapannya.

"Iden juga kangen sama kakak, kak Dikta cepet sembuh, ya? Biar bisa ajak Iden keliling malam-malam lagi," ujar Iden dengan memberi kecupan pada pipi Dikta yang membuat Daksa berdecak kecil.

"Itu punya kak Daksa, Iden!" Ujar Daksa yang membuat Dipta mengusak kasar rambutnya.

"Ngalah sama anak kecil," ujar Dipta yang hanya dibalas dengusan oleh Daksa.

"Ayo berangkat, keburu telat." Ajak Dipta pada Daksa, kemudian menyalimi Vanko.

"Mau berangkat dulu.....," Daksa menundukan kepalanya, kemudian mengecup singkat bibir Dikta.

"Hati-hati, sayang," ujar Dikta yang malah membuat Daksa ingin tidak masuk sekolah dan lebih memilih menemani Dikta, kalau bisa.

"Ayo, Iden." Daksa mengandeng tangan Iden setelah anak itu menyalimi Dikta dan Vanko.

D' DOMINANT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang