42

15K 1.6K 279
                                    

Typo.

_______________________________

Selamat membaca.
___________________________________

Jenazah Arsen maupun Axel sudah berada di dalam peti yang sama atas persetujuan dari pihak keluarga Axel. Tristan, ayah kandung dari Axel yang sudah melecehkan sang anak itu juga tampak diam dengan wajah sembap dan terlihat pucat, terkejut mendengar berita kematian Axel yang mendadak.

Begitupun dengan Daksa yang saat ini sedang memohon pada Kevan di hadapan para orangtua.

"Aku minta sama om, tolong tunggu kondisi Dikta pulih. Biarin Dikta buat lihat Arsen untuk terakhir kalinya....."

"Tunggu Khena sama Raden juga.....,"

Kevan menghela napasnya, "sekarang, kamu lihat Arsen dulu, kamu juga belum lihat dia, kan?"

Daksa menggeleng lemah dengan air mata yang mengalir di pipinya.
"Aku gak sanggup, om...."

Seketika tangis Daksa pecah saat Carel memeluknya.
"Kenapa Dipta sama Arsen pergi, pa?"

Membuat Sadam, Iqbal, Vanko, Dilan, Gavan, Cafarel, Devan dan Selen yang berada di sana memandangnya dengan sendu, terutama Sadam.

Mata Daksa beralih menatap Sadam dengan tajam.
"Ini semua gara-gara om! Kalau aja om gak paksa Arsen buat ikut pendakian, Arsen saat ini masih di sini sama kita! Om selalu nuntut Arsen buat ikutin hobi om itu! Om Sadam egois! Lihat, sekarang om udah buat Dikta kehilangan sepupunya lagi dan udah buat aku kehilangan sahabat lagi!"

Sadam sendiri hanya mampu mengucapkan kata maaf dalam dekapan Kevan.

"Ini semua takdir, kamu harus ikhlas, Sa. Om tau, kamu marah sama om Sadam, tapi om Sadam juga gak bakal ngira hal ini terjadi, dia juga sedih ditinggal anak satu-satunya. Dan yang lebih penting, om Sadam itu lebih tua dari kamu, gak seharusnya kamu bicara kayak gitu." Tegur Vanko, walaupun cara menegur Vanko sudah terbilang lembut, tapi bagi Daksa tidak.

Daksa melepas pelukan sang papa, kemudian berjalan mendekat ke arah Vanko dan berdiri di hadapan ayah dari Dikta itu dengan tatapan tajamnya.
"Om Vanko gak ngalamin apa yang aku alami, karena om gak pernah kehilangan sahabat om buat selamanya!"

"Aku, udah kehilangan sahabat untuk kedua kali, buat selamanya, om!" Ucap Daksa telak membuat semuanya terdiam.

__

______________________________________

__

Dikta memandang bosan televisi di hadapannya, ia berada di ruang rawatnya seorang diri tanpa ada yang menemani. Sampai Dokter yang menanganinya datang menemuinya.

"Selamat pagi, Dikta," Sapa Dokter itu.

"Pagi, Dok," balas Dikta disertai senyuman.

"Sudah saya bilang, panggil om aja," ujar Dokter tersebut.

Dikta mengangguk, "om temen sekolahnya papa sama ayah dulu, ya?" Tanya Dikta, karena Dokter yang menanganinya tersebut tampak akrab dengan kedua orangtuanya.

"Lebih tepatnya adek kelas orangtua kamu, dulu om sempet suka sama ayah kamu," ujar Dokter tersebut membuat Dikta tersenyum tipis.

"Ada keluhan, gak?" Tanya Dokter tersebut, Lio namanya. Adik kelas Dilan dan Vanko ketika duduk di bangku sekolah dulu.

"Gak ada, cuma bosen aja. Hasil lab saya udah keluar, om?" Pertanyaan Dikta itu membuat senyum di wajah Lio luntur.

"Om bakal kasih tau nanti, saat orangtua kamu datang."

D' DOMINANT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang