Bonus Chap

18.2K 1.5K 223
                                    

Typo.
Vote dulu, gan, matursuwon.

___________________________________

Selamat membaca.
___________________________________

9 Tahun berlalu, kini usia Iden sudah menginjak 18 tahun. Pemuda itu tumbuh menjadi pribadi yang dingin, semenjak kepergian kakak-kakaknya. Iden hanya memiliki satu teman saja, Akbar namanya. Akbar adalah teman Iden sedari dia masuk sekolah dasar dulu sampai sekarang mereka menginjak kelas 2 SMA.

Saat ini dirinya sedang berada di tempat peristirahatan terakhir kakaknya. Yang pertama kali ia hampiri adalah makam Dikta, seseorang yang membawanya menuju kehidupan yang lebih layak, bahkan mewah. Kalau saja Dikta tidak menemukannya, mungkin saat ini ia masih menjadi gelandangan atau mungkin sudah mati kelaparan. Ia membersihkan makam Dikta dan mengganti bunga mawar lama menjadi baru lagi. Ia melakukan itu juga pada makam Daksa, kakak angkatnya. Kalau saja keluarga Daksa tidak menampungnya, ia tidak tau harus bagiamana. Iden juga mengganti bunga mawar mereka yang sudah lama menjadi baru, sama seperti milik Dikta.

Netranya menatap batu nisan bertuliskan nama Raden, ia ingat betul kakaknya yang satu itu suka cemburu saat dirinya selalu merebut atensi Khena. "Kalau kak Raden masih ada, Iden mungkin bakal sering godain kak Khena."

Iden menghela napasnya, matanya nampak berkaca-kaca saat ini. "Iden kangen sama kalian, kak......"

"Iden mau kasih tau, kemarin kak Abil meninggal gantung diri di kamar inapnya. Kata perawatnya, kak Abil sempet teriak-teriak dan nyebut nama kak Daksa sambil ketakutan lagi, sebelumnya juga kayak gitu, tapi gak sampe bunuh diri kayak kemarin. Iden sebenernya kasihan, tapi gara-gara dia, Iden kehilangan kakak." Iden menumpukan kepalanya pada batu nisan Daksa.

"Kalian semua tenang aja, orangtua kalian baik-baik semua di sini. Om Gavan juga udah balik ceria, gak kayak dulu suka murung. Tante Selen juga sekarang aktif jadi model lagi. Om Alan sama om Elang juga sekarang lebih banyak di rumah, jadi om Dilan sama om Vanko gak kesepian lagi, kadang om Sadam juga ajak aku buat ke puncak. Pokoknya kita semua udah ikhlasin kalian." Iden mengusap air matanya yang jatuh, kemudian tersenyum sangat tampan.

"Iden pulang dulu ya, kak. Iden bakal ke sini lagi kalau sempet, makhlum jadwal Iden padat. Ketua osis nih bos, senggol dong. Eh, ada kak Axel, ya? Ampun suhu, gak jadi nyenggol." Tawa Iden mengudara, biarpun tidak ada sahutan dari kakaknya. Kemudian ia pun beranjak dari sana tanpa menyadari jika ada gadis yang sedari tadi memperhatikannya.

Gadis itu keluar dari tempat persembunyianya, lalu menghampiri makam yang Iden singgahi.
"Halo kakak ipar!" Sapanya.

"Kakak Ipar masih inget aku? Aku Kanaya, calon istrinya Iden. Maaf baru sempet ke sini lagi, terakhir kali sama abang dulu, waktu aku kecil. Nay gak bawa apa-apa, karena tadi rencana Nay mau ngikutin Iden, ternyata dia ke sini."

"Kakak ipar setuju kan, kalau aku sama Iden? Pasti setuju, kan?"

"Makasih kakak ipar! Naya janji bakal jagain Iden! Yaudah, Nay mau kejar Iden dulu, besok lagi ke sini bawa ponakan buat kalian!" Gadis itu, Kanaya. Berlari mengejar Iden yang mungkin saja sudah menyalakan motornya.

__

__

Iden berdecak pelan, mendapati gadis yang selalu mengejarnya kini berada di hadapannya.

"Iden! Nay nebeng, ya?" Cengiran tengil  Kanaya membuat Iden mengalihkan pandangannya, Kanaya sangat menjengkelkan di mata Iden. Kenapa gadis itu ada di sini?

"Hari ini abang gak jemput, Nay, jadi Nay jalan kaki dari sekolah ke rumah, eh malah ketemu Iden." Alasan gadis itu cukup masuk akal.

"Minggir!" Gertaknya dengan nada dingin khasnya.

D' DOMINANT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang