43

14.7K 1.5K 242
                                    

Typo.
Vote dulu, gan, matursuwon.

__________________________________

Selamat membaca.
____________________________________

Sudah lima hari semenjak pemakaman Arsen dan Axel. Dikta masih belum percaya jika Arsen telah pergi menyusul Dipta, dan sudah dua hari yang lalu ia keluar dari rumah sakit. Dikta juga belum memberitau Vanko dan Dilan tentang hasil kesehatannya. Ia juga sudah memberitau Lio agar merahasiakannya dulu.

Kini dirinya terdiam, memandangi pigura besar berisi foto ke enam remaja memakai seragam sekolah yang berbeda yang berada di kamarnya. Ke enam remaja itu adalah, Dikta, Daksa, Dipta, Khena, Raden dan Arsen. Foto itu diambil saat Dikta, Daksa, Dipta dan Arsen duduk dibangku kelas 10, sedangkan Raden dan Khena dibangku kelas 9. Dikta mendongak, menghalau air matanya. Akhir-akhir ini ia banyak mengeluarkan air mata, jika teringat kenangan bersama kedua sepupunya.

Pintu kamar Dikta terbuka, menampilkan sang papa. "Ditunggu Daksa di bawah, Ta."

Dikta mengangguk, lalu mengambil tas sekolahnya, karena hari ini ia berniat untuk kembali masuk sekolah.

"Kamu yakin, udah kuat, Ta?" Tanya Dilan, merasa khawatir dengan keadaan Dikta yang belum pulih.

Dikta tersenyum, kemudian mencuri satu kecupan di pipi Dilan. "Aku baik-baik aja, pa."

__

__

Dikta menatap Daksa yang berdiri di hadapannya, mata Daksa tampak sayu dan sedikit sembap. Senyum tipis terbit di belah bibir Dikta, pemuda itupun menghampiri Daksa dan langsung memberinya pelukan.

Dikta juga membiarkan air mata Daksa yang kembali jatuh membasahi seragamnya. Beberapa menit, Daksa melonggorakan pelukan mereka dan menatap Dikta.

"Ata jangan pergi kayak mereka, ya?" Ujar Daksa, air matanya masih mengalir, membuat Dikta mengusap dan mencium kedua mata serta pipinya.

"Gak akan, Ata gak bakalan tinggalin Asa, Khena sama Raden," balas Dikta.

__

______________________________________

Kini keempat remaja tengah berada di rooftop sekolah mereka dengan keadaan hati yang masih diselimuti duka.

"Kalian gak laper? Udah jam istirahat." Tanya Dikta.

"Raden gak napsu makan," balas Raden yang terlihat lesu dan menggunakan paha Daksa sebagai bantalan kepalanya.

Membuat Dikta menghela napas panjangnya, ia tau mereka masih merasa kehilangan. Tapi ia juga tidak boleh membiarkan mereka terus berlarut dalam kesedihan.

"Pulang sekolah, kita ke rumah baru Dipta, Arsen sama bang Axel gimana? Habis itu terserah kalian mau kemana, abang turutin." Dikta berharap caranya ini bisa membuat adik sepupu juga kekasihnya kembali ceria lagi.

"Gak punya uang, belum dikasih uang jajan papa," balas Raden yang diangguki Khena dan Daksa.

Tawa Dikta mengudara walaupun pelan, "tenang aja, ada cucunya Alex Prabaswara sama Angkasa Mahatama,"

"Raden juga cucunya Angkasa Mahatama, tapi bokek." Bibir pemuda itu mengerucut, karena uang jajannya selalu dipotong oleh papanya.

"Kamu boros!" Cibir Khena yang membuat Raden semakin masam.

"Mau ke kamar mandi dulu, sekalian beli camilan," ujar Dikta.

"Gue ikut!" Sahut Daksa.

"Mau ke kamar mandi juga?" Tanya Dikta.

D' DOMINANT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang