1

10.9K 917 34
                                    

“Ayo cepetan. Kamu harus melakukannya. Kalau enggak, kamu bukan temanku!”

Kepalaku sakit. Aku tidak tahu rasa sakit yang sekarang menimpa kepalaku ini akibat ocehan seseorang atau memang ada yang salah denganku. Pokoknya sakit banget. Rasanya seperti ada kurcaci yang berkali-kali menghantamkan palu. Dug! Dug! Dug! Sangat keras.

Keras dan menyakitkan.

“Ih kamu lama banget! Cepatan, Vi. Bisa-bisa kesempatan hilang. Kamu, kan, yang bilang mau melakukan apa pun asal bisa masuk lingkaran pertemanan kita?”

Kedua mataku terasa panas. Klub malam yang kukunjungi ini jadi terlihat tidak menarik. Lagi pula, semua orang ke mana pun mataku melihat rasanya sama saja. Sibuk menikmati musik, fokus merayu cewek atau cowok, dan sisanya melakukan sesuatu yang mencurigakan di keremangan.

Di tanganku ada segelas minuman berwarna merah pekat. Cairan ini pasti akan meninggalkan noda yang sulit dibersihkan oleh deterjen merek apa pun. Padahal tadi, sebelum sakit kepala menyerang, sepertinya aku tidak keberatan menumpahkan minuman kepada Riana Forster, cewek cantik yang sedang duduk manis bersama Milo Gauthier, cowok incaran sejuta umat.

Mereka berdua, Riana dan Milo, terlihat serasi. Sekalipun banyak cewek yang tidak mau mengakui fakta tersebut, suara hatiku justru setuju. Aaah lantas mengapa aku harus memisahkan mereka berdua, sih? Kurang kerjaan banget.

“Cepat, Vi!”

Tubuhku didorong secara kasar. Setiap langkah yang kuambil terasa berat. Denyut di kepalaku makin berdentum nyaring. Mataku sampai memicing dan bibirku meringis. Langkah pun mulai melambat karena aku tidak sanggup menahan serangan pening bercampur nyeri.

Tinggal beberapa langkah lagi maka aku akan selesai menjalankan misi. Tumpahkan minuman, pura-pura tidak sengaja, dan misi pun selesai.

Tanganku mulai terangkat, sedikit demi sedikit, lalu....

Bermacam gambaran menyerbu kepalaku. Rasanya seperti ada tangan yang menjejalkan ribuan film dan memaksaku menonton semua secara serempak. Aneka percakapan pun menelusup ke pendengaran, membuatku mual dan kelabakan.

“... kamu baca deh.”

“Cowoknya Ivan ... Hana ...”

“Aku mau dong punya cowok model Ivan. Paket lengkap.”

“... besok kita ...”

“Semuanya cantik deh.”

“Ivan punya anak cowok ... sepertinya si penulis ada rencana bikin figuran di cerita baru ... nggak sabar.”

“Baca deh ... baca.”

Keringat mulai membanjiri diriku dan suhu tubuhku pun mendingin. Alamak! Apa yang baru saja merasuki kepalaku?

“Oh tidak,” kataku, ngeri.

Tinggal beberapa senti, gelas akan tumpah dengan cantik di atas Riana. Namun, aku tidak bersedia melanjutkan aksi bunuh diri!

Hampir saja! HAMPIR SAJA!

Milo, cowok seksi yang sulit ditolak cewek mana pun, mendadak menghentikan perbincangannya dengan Riana. Dia menatapku, menatap tanganku, dan berkata, “Ada masalah?”

Kepada dewa dan dewi mana pun, mohonku dalam hati, tolong kuatkan tangan saya agar nggak menjatuhkan setetes minuman pun ke Riana. Ini darurat! Siaga satu! Tolong perpanjangan tangannya!

Riana pun mengalihkan pandang. Berbeda dengan Milo, yang persis macan, Riana menatapku sembari memamerkan senyum termanis. “Ya?”

Mati aku! Mati aku! Mati aku! Oh mati aku!

TARGETNYA SALAH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang