14

4.6K 773 28
                                    

NOTE: TARGETNYA SALAH EKSTRA EPISODE 3 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”) Selamat membaca. (Ayo mampir....) (Ayo mampir~)

***

“Apa yang Carl katakan kepadamu?” tanyaku ketika Owen mengembalikan ponselku. Sebetulnya sih ingin cuek, nggak peduli. Namun, melihat ekspresi lucu nan jenaka setiap kali dia bicara dengan kakakku ... mau tidak mau aku, kan, jadi penasaran.

“Dia hanya menawariku makan bersama keluargamu,” jawabnya sembari menawarkan sebutir buah mungil berwarna merah darah.

Aku belum pernah melihat buah semacam itu. Di mana pun. Bahkan di tempat asalku. Buah itu mirip ceri, hanya saja bentuknya bulat menyerupai mutiara. Menyaksikan Owen menawariku sebutir buah merah tak bernama, entah mengapa rasanya aku merasa tengah menjadi dewi yang dijebak Hades dengan delima.

Apa andai kumakan sebutir buah pemberian Owen, maka aku harus menemaninya selama sekian bulan? Sama seperti si dewi yang akhirnya berada di dunia bawah bersama Hades?

‘Fokus, Vi,’ kataku dalam hati, mengingatkan, ‘dia bukan Hades! Nggak mungkin kamu terjebak di dunia arwah!’

“Segigit nggak akan menyakitimu, Vi,” katanya, memasang senyum termanis. Dia seperti cahaya mentari pagi, tampak indah dan menenteramkan siapa pun yang melihatnya. “Ayo,” bujuknya dengan nada semanis madu, “cobalah segigit saja.”

Oke, aku mulai gila! Ini pasti dampak negatif terlalu lama seruangan dengan cowok cakep. Well dia berbahaya. Lagi pula, Zara dan mamanya seharusnya sudah pulang. Apa mereka nggak takut kena rampok? Percaya saja dengan teman atau siapa pun?

“Oh,” kataku ketika berhasil menguasai diri, “aku bisa makan sendiri kok. Kamu nggak perlu menyuapiku.”

Tenggorokkanku rasanya panas! Butuh air! Eh salah! Bukan tenggorokkanku yang panas, dada dan hatiku plus jantungku yang terancam. Seseorang seharusnya memperingatkanku bahwa cowok bisa sangat berbahaya dalam membuat seseorang merasa ingin melayang di awan dan menari diiringi lagu Close to You.

“Anggap saja pelayanan khusus.”

Pelayanan khusus yang langsung membuatku tumbang? Begitu maksud Owen, ya? “Ya jangan dong, nanti orang bisa salah sangka!”

“Vi, apa rencanamu setelah lulus kuliah?”

Perubahan topik pembicaraan ini membuatku sedikit merasa tenang. Sedikit saja! “Oh aku berencana melakukan ini dan itu.” Alias aku nggak ingin memberi tahu informasi mengenai peta masa depanku kepada Owen. Curiga dong! Harus!

“Kalau kamu berniat magang jadi asisten mamaku,” Owen menawarkan, “aku bisa berusaha menolong.”

“Asisten?” ucapku, kaku, membeo satu kata penting.

Owen mengedik, santai. “Ya,” ia membenarkan, “asisten. Omong-omong, mamaku bekerja di bidang industri kreatif. Dia komikus, ilustrator ... hmmm.” Dia berhenti sejenak, memandangi meja, kemudian melanjutkan: “Suka menciptakan karakter lucu. Sekadar informasi, namaku dan kakakku diambil dari salah satu tokoh ciptaannya.”

“Pasti tokohnya keren.”

“Nggak kok,” ujarnya, memamerkan senyum sempurna ala pasta gigi, “cuma dua ekor kucing.”

“...”

“Iya, namaku dan nama kakakku diambil dari dua tokoh kucing karangan Mama. Kamu pasti mengira tokoh yang ia ciptakan keren seperti pahlawan. Mohon maaf, aku terpaksa meletuskan balon kekagumanmu. Mereka berdua, dua ekor kucing itu, jauh dari kata pahlawan super.”

Apa yang harus kuucapkan? Kata-kata motivasi? Kutipan indah dari beberapa bacaan yang pernah mampir dalam hidupku? Sialan. Di saat penting seperti ini justru aku teringat meme lucu di media sosial yang kalimatnya berbunyi: ayo jangan semangat, tetaplah putus asa.

TARGETNYA SALAH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang