26

3.5K 593 25
                                    

NOTE: TARGETNYA SALAH EKSTRA EPISODE 6 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! Huhuhu silakan mampir. Tinggal cari user saya yang namanya persis di Wattpad. GaluhCahya8 Hohohoho. Atau, kalian bisa langsung ketik judul cerita “Targetnya Salah” nanti akan muncul. Hohoho terima kasih.

***

Gila, ya? Aku gila. Bagaimana bisa aku mulai membayangkan hal-hal tertentu bersama Owen? Menggenggam tangan, bersandar di bahu, sampai makan malam berdua. Gila! Ada yang salah dengan kepalaku! Kepalaku! Seolah ada seseorang yang melakukan sihir hitam kepadaku, membuatku tidak bisa berhenti memikirkan mengenai....

Oh betapa manis Owen saat bibirnya melengkung, membentuk seulas senyum indah.

Sungguh indah sekali kedua matanya, bulu mata, dan semua yang ada pada dirinya.

Mengapa abangku, Carl, nggak memiliki pesona sebagaimana yang Owen miliki?!

“Kenapa kamu melototin aku?” tanya Carl yang duduk di seberang meja.

Sore yang cerah. Waktu yang pas membereskan sejumlah pekerjaan. Contohnya, merajut. Aku ingin menyelesaikan rajutan berupa bunga! Rencananya sih ingin membuat buket bunga. Tentunya akan kutargetkan sejumlah cewek yang menyukai segala hal mengenai romantisme!

“Vi, kamu kerja yang benar. Nggak perlu melototin kakakmu,” sindir Carl sembari sibuk mengetik sesuatu pada laptop yang ada di pangkuannya. Ingin sekali kujungkirkan Carl sampai keluar koin emas sungguhan (mungkin). “Aku tahu wajahku ganteng dan kamu seharusnya setop mengagumiku.”

“Mau ember?” aku menawarkan. “Soalnya pengin muntah.”

“Cih,” dengus Carl.

Selama beberapa menit kami hanyut dalam kesibukan masing-masing. Setelah berhasil membentuk sepuluh bunga lili dan tiga bunga matahari mungil, aku pun meletakkan rajutanku dalam keranjang. Satu dua ... saatnya melakukan peregangan tangan!

“Vi,” panggil Carl, “kamu nggak ada niat....”

“Soal aku suka dengan Owen ataupun nggak,” sahutku, tidak memberi kesempatan kepada Carl menyelesaikan ucapannya, “sepertinya ... yaaaa begitu.”

“Begitu apa?” Kali ini Carl menutup layar laptop, keras, dan sepertinya tidak peduli apakah mesin tersebut akan rusak akibat perbuatannya. “Katakan.”

Aku mengedikkan bahu dan mulai celingukan melihat langit-langit, lantai, meja, kemudian berharap bisa melempar babi terbang ke muka Carl. “Dia ternyata oke kok.”

“Vivi....”

“Dia oke,” aku memamerkan ibu jari plus senyum cemerlang.

“Ayolah,” bujuk Carl dengan nada yang tidak menyenangkan, “kamu nggak akan bilang ‘ya’ kepada adiknya Milo, ‘kan? Jangan sampai kamu suka adiknya Milo!”

“Dih kok gitu? Sebagai kakak seharusnya kamu mendukungku dong!” Tidak semangat pamer ibu jari, senyum cemerlangku pun telanjur luntur.

“Nggak kalau dia ada hubungan darah dengan Milo!”

“Kakak!”

“Nggak mempan,” tepis Carl. “Kamu cari yang lain.”

“Dia baik kok. Coba kenal lebih jauuuuuh.”

“Vivi, kamu lupa siapa dia?”

Apa perjalanan cintaku akan meniru Romeo dan Juliet, Layla Majnun, atau sepasang kekasih dari negeri tirai bambu yang berubah jadi kupu-kupu kuning? Mana pun dari kisah tersebut akhirnya tidak menyenangkan. Aku nggak mau mengikuti perjalanan cinta yang begitu.

Begitu penuh liku, menukik, terjal, dan curam!

“Kak,” kataku berusaha meredakan gelora gengsi dalam diri Carl, “kamu sayang aku?”

TARGETNYA SALAH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang