eight

14 1 0
                                    

Bang Andy mengajak gue makan di tempat nasi goreng pinggir jalan langganannya. "Nasi Goreng Mas Bruno", tulisan pada spanduknya. Kayaknya nasi goreng di sini emang enak, terlihat dari pengunjungnya dan wangi khas nasi goreng.

Saat kita masuk, mas-mas yang lagi masak nasi goreng langsung kenal sama Bang Andy. Layaknya penjual dan pembeli langganan, mereka langsung bro fist. "Ay-yo, Mas Bagus! Nengdi wae, Mas? Udah lama gak sini," sapa mas-mas penjual nasi goreng dengan logat Jawa yang masi kental. (Ay-yo, Mas Ganteng! Kemana aja, Mas?)

"Biasa Mas, baru masuk lagi jadi sibuk," jawab Bang Andy ramah. "Nasi goreng biasa satu ya, Mas. Sama-" Bang Andy natap gue kayak nanya gua mau makan apa.

"Nasi goreng seafood," kata gue sambil nyengir.

"Nasi goreng seafood nya satu, Mas," lanjut Bang Andy.

"Walah walah! Iki sopo? Pacar e Mas Bagus?" tanya masnya. (Ini siapa? Pacarnya Mas Ganteng?)

Bang Andy ketawa sampai matanya gak kelihatan. "Bukan, Mas. Ini adik saya. Saya mana punya pacar, Mas."

"Eh jangan gitu, Mas. Mas nih bagus, guanteng. Ya mba ya? Masnya mba ganteng kan?" tanyanya ke gue.

"Enggak, Mas. Dia jelek banget," kata gue sambil lihat muka Bang Andy yang disusul dengan suara tawa dari mas-mas itu.

"Akur yo kalian," lanjut mas itu sambil melanjutkan kegiatannya.

Bang Andy cuma nyengir doang terus dorong gue buat duduk di kursi yang lumayan agak ujung. Seperti cowo act of service pada biasanya, dia ngambilin minum dan kerupuk yang ada di deket gerobak.

"Ngapain ketemu lagi sama Si Bangsat?" tanyanya sesudah membereskan meja.

"Apa sih? Jangan dibahas deh," kata gue sewot seraya mengeluarkan handphone dari totebag.

"Balikan lo?"

"Mau?" uji gue.

"Ya janganlah!"

"Ya udah."

Bang Andy menghela napasnya. "Dia gak ngapa-ngapain kan?" tanya Bang Andy dengan nada khawatir.

Gue terkekeh karena perubahan suara Bang Andy yang sangat tiba-tiba. "Ya enggak lah. Emang mau ngapain? Tonjokin gue?"

"Kali aja dia bentak-bentak lo lagi kayak dulu," ungkapnya sambil menunduk dalam.

"Kalau iya dia gitu lagi, gue tinggal telepon lo aja, yakan?"

Akhirnya Bang Andy natap gue dan senyum. "Iyalah, telepon sapa lagi kalau bukan gue."

"Lo gak usah khawatir Bang, gue udah gak tertarik lagi sama Kak Jarvis."

Bang Andy pun mengusap rambut gue lembut dan bilang, "Anak pinter..."

🐻🐻🐻


Bang Andy mengantar gue sampai depan gerbang yang ternyata udah ada penunggunya. Siapa lagi kalau bukan Reyhan Aciel Humendru karena di rumah gak ada siapa-siapa lagi selain dia. Mama sama papa udah pergi lagi ke Semarang.

Bang Rey nunggu sambil melipat tangannya di depan dada. Matanya agak galak--keknya ada yang bikin dia ngamuk hari ini.

Gue dan Bang Andy pun keluar dari mobil yang disambut sama suara berat Bang Rey. "Keysa, masuk."

Gue cuma bisa nurut aja. Tapi sebelum masuk rumah, gue mendengar Bang Rey bilang makasih ke Bang Andy yang dijawab pakai suara yang gak kalah berat.

Di ruang keluarga, ternyata udah ada camilan kesukaan gue dan Bang Rey. Ini artinya Bang Rey ngajak ngomong serius ni...

Kata Aku, "Kamu Lucu!"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang