Di bawah sinar matahari yang menyinari langit pagi, seorang gadis melangkah dengan langkah ringan di lorong yang dipenuhi bayangan pohon.
Tangannya memegang erat sebuah bekal, langkahnya berhenti di depan pintu dengan papan bertuliskan "laboratorium,"
Tanpa ragu gadis itu meraih gagang pintu yang ternyata tak berkunci. Pintu terbuka, mengundang intensi dari seluruh isi laboratorium yang tiba-tiba terhenti sejenak.
Suasana hening, kecuali bagi seorang pria yang asyik dengan urusan alat-alat di mejanya.
Tatapannya tak teralihkan, seolah dunianya adalah rangkaian instrumen dan reaksi kimia yang tersebar di hadapannya.
"Oh itu (name)!" seru sorak ramai saat pintu laboratorium terbuka, mengungkapkan sosok gadis yang tadi memasuki ruangan.
Sorakan itu diikuti dengan sapaan hangat, "(Name), apa kabar?" Namun, hanya hampa yang diterima gadis itu. Dia tidak membutuhkan sapaan dari mereka. Tetapi dari pria yang sejak tadi sibuk dengan alat-alat di depannya.
Suara-suara tadi, meskipun penuh antusiasme, hanya menjadi latar belakang bagi fokus matanya yang tertuju pada pria yang mampu menghirup seluruh perhatiannya.
Wajah pria itu berubah menjadi malas ketika mendengar nama gadis itu terucap di mulut rekan-rekannya, seolah dunianya hanya tercipta di antara reaksi kimia dan logam-logam berkilauan di hadapannya.
Gadis itu membalas dengan senyum, menarik nafas dalam, "SENKU!" menyuarakan panggilan yang menggema di ruangan, seperti melibatkan seluruh dunia mereka yang terpisah oleh reaksi kimia dan keheningan laboratorium.
Senku Ishigami, pria yang dipanggil, menoleh dengan ekspresi datar ketika mendengar namanya dipanggil, "Yo, (Name)," sapanya dengan nada ringan.
(Name) terdiam sejenak, terkejut dengan komentar yang terlontar begitu saja. Namun, dia tidak bisa menahan gelak tawanya. "Bahkan saat kau berbicara, itu sangat seksi," ucapnya sambil menutup mulutnya, menyelinapkan sentuhan humor ke dalam momen yang seharusnya serius di laboratorium itu.
Senku, yang selalu konsentrasi pada sains, melemparkan pandangan malas ke arahnya. "Sains lebih menarik daripada kata-kata seksi, (Name)" ujarnya, tetap fokus pada alat-alat di mejanya.
(Name) terkikik geli mendengar balasan datar Senku. Dia tidak menyerah untuk menggoda sang ilmuwan jenius itu.
"Ayolah Senku, akui saja suaramu itu seksi! Bahkan lebih seksi dari Thomas Edison atau Albert Einstein," goda (Name) sambil menyikut lengan Senku.
Senku memutar bola matanya. "Ckck, aku ragu Einstein pernah disebut seksi. Dia terlalu sibuk dengan teori relativitasnya."
"Hmm bagaimana dengan Stephen Hawking? Suaranya kan dihasilkan oleh mesin tapi tetap terdengar keren," (Name) mengerling jahil.
"Itu karena teknologi sintesis suara, bukan karena suaranya sendiri," sahut Senku datar.
(Name) mendengus lucu. "Ya ampun Senku, kau ini susah diajak bercanda! Akui saja suaramu itu seksi, titik!"
Senku hanya memutar bola matanya lagi. "Terserah kau sajalah. Aku lebih tertarik pada suara mesin jet daripada disebut seksi."
Melihat Senku kembali fokus pada penelitiannya, (Name) hanya bisa tertawa kecil. Meski selalu cuek, dia tahu Senku menikmati candaannya, meski pria itu tidak pernah mengakuinya.
(Name) tersenyum, "Mungkin begitu, tapi aku lebih suka 'eksperimen' kita berdua" godanya, menciptakan keheningan yang terisi dengan tawa kecil di antara peralatan laboratorium yang mengkilap.
Senku menggelengkan kepala sambil tertawa kecil, "Sudahlah, lebih baik kau duduk di sana dan tidak usah mengganggu" ucapnya sambil menunjuk kursi di sebelahnya, mengisyaratkan agar (Name) duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything For You - [Senku X Reader]
Fanfiction(Name) mendekatkan diri, hingga hanya beberapa sentimeter dari wajah Senku. "Kau tahu, Senku, terkadang kehidupan ini terlalu singkat untuk dihabiskan hanya di dalam laboratorium. Kita bisa membuat eksperimen yang lebih menarik, seperti eksperimen c...