✨ 12 || MAVENDRA NARARYA

68 9 0
                                    

Justformyji

___

"-mengenai ritual itu, kalian tak akan berhasil, Maverick. Yasawirya sebenarnya mengetahui hal itu, kemungkinan besar kau akan mati di tengah-tengah ritual. Sedangkan kutukan yang melekat pada tubuhmu akan menghilang ketika kau mati."

Maverick mengerjapkan kedua matanya dengan lemah, ia merasakan tubuhnya seakan tak memiliki tulang ataupun otot, karena ia tak dapat menggerakan satupun jari-jarinya. Pikirannya menerawang kepada percakapannya dengan Sang Ayah yang mengatakan jika ia harus mati. Tak ada pilihan lain untuknya, terlebih jika ia ingin melepaskan kutukan seda yang melekat pada tubuhnya sejak ia lahir.

"Maverick? Nak, kau sudah sadar? Katakan pada Mama apa yang kau rasakan."

Sebenarnya ia ingin berbicara, membalas ucapan Yaffa yang baru saja datang dengan sebaskom air dan handuk di kedua tangannya. Namun tak ada yang bisa ia keluarkan kecuali suara helaan nafasnya. Wanita itu pasti sangat kecewa.

"Bodohnya aku! Louis bahkan sudah menjelaskan mengenai kondisimu sebelumnya. Kau akan lumpuh sementara, kau tidak bisa menggerakkan tubuhmu untuk beberapa hari, terlebih berbicara." Suara Yaffa terdengar menyendu di akhir kalimat.

Mave paham jika wanita itu benar-benar menyayanginya. Ketika pertama kali ia melihatnya, ia langsung mengetahui jika Yaffa adalah ibunya. Tentu, foto wanita itu tersampir di buku miliknya. Foto wanita itu yang tengah tersenyum manis sambil menggendong sesosok bayi mungil yang ia ketahui adalah dirinya sendiri. Yaffa adalah mamanya, satu fakta yang ia percayai sejak melihat sosok itu di dalam foto yang sudah sedikit memudar itu.

"Sekarang, Mama bantu basuh tubuhmu, ya. Kau pasti merasa tubuhmu tidak enak karena sudah beberapa hari tidak mandi."

Beberapa hari? Seingatnya ia hanya-

"Louis mengatakan jika kau berada dalam kondisi koma setelah ritual pelepasan tersebut berhasil. Kau tidak sadarkan diri selama 5 hari, tanpa kepastian kapan kau akan bangun, Mave. Mama bersyukur karena akhirnya kau bangun dari tidurmu."

Ah, benar. Tentu saja ia tak menyadarinya. Saat ritual itu berlangsung, yang ia rasakan hanyalah sakit yang sangat menusuk di seluruh tubuhnya. Ia bahkan tak lagi dapat berpikir jernih, tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali berteriak kesakitan. Hal terakhir yang ia ingat adalah wajah seorang wanita bergaun merah yang sempat ia temui sebelumnya. Dan setelah itu semua berubah menjadi gelap.

||The Cursed Child||

"Apa yang Ayah katakan untuk tidak menyentuh apapun, Sashi?"

Sashi terlonjak kaget ketika mendapati Jordy sudah berada di ambang pintu kamarnya. Ia lantas menutup semua buku-bukunya dan menyembunyikannya di bawah selimut, sementara ia mulai menunduk bersalah sambil memainkan ujung bajunya.

Jordy yang melihat tingkah putrinya itu lantas menghela nafasnya panjang. Ia kemudian berjalan mendekati Sashi dan kemudian duduk di pinggir ranjang putrinya itu.

"Ayah tidak ingin kau terlalu memaksakan dirimu, Nak. Kau baru saja diperbolehkan pulang dari Asasta. Bahkan lukamu saja belum sembuh sepenuhnya. Ayah hanya ingin kau beristirahat, sayang."

Sashi mengangguk kaku. Jujur ia tak pernah terbiasa mendapatkan hal-hal seperti ini dari Jordy. Mungkin jika Ishan, pria kecil itu pasti dengan senang hati menerima sikap Jordy yang kini suka memanjakannya. Tidak seperti ia yang terbiasa memendam semuanya sendirian. Karena setelah sang ibu pergi meninggalkan mereka, sikap perhatian Jordy perlahan mulai memudar. Pria jakung itu selalu saja meninggalkanya dan Ishan di rumah sendirian, dan memilih pergi untuk berjaga di dunia luar ataupun melaksanakan tugasnya sebagai Ksatria. Hal tersebut membuatnya merubah persepsinya pada sang Ayah.

MARK LEE || SIWANDA - THE CURSED CHILD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang