Kini Abella dan Jevano berangkat menuju kampus mereka. Abella sibuk membaca makalah untuk presentasinya nanti. Sementara Jevano sibuk menghubungi sekretarisnya terkait rapatnya nanti siang.
"Hari ini kelas lo sampai jam 4 sore kan?"
Abella mengangguk sembari membaca makalahnya.
"Jangan ke mana-mana, ya. Gue bakal jemput lo sebelum jam 4."
"Gue bisa nebeng sama Nila. Lo nggak perlu jemput gue," sahut Abella tanpa memandang Jevano.
"Nggak usah ngebantah omongan gue, Bell. Kalau gue bilang gue yang jemput, itu artinya lo harus pulang sama gue."
Abella menghela napasnya dan mengangguk. "Hm."
"Selesai kelas pertama, langsung ke kantin, ya. Makan siang. Obat dan vitamin udah lo bawa, kan?"
"Hm."
"Nanti gue susul lo ke kantin."
Abella hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi ke depannya. Sudah bisa dipastikan bahwa nanti dia akan mendapatkan hujatan dari pemuja Jevano.
Pemuja Mario saja banyak yang tak terima dengan kedekatannya. Apalagi pemuja Jevano, lelaki tampan CEO muda dan kaya. Mari kita tebak, julukan apa lagi yang akan mereka berikan untuk Abella nanti?
Setengah jam kemudian, mobil mereka berhenti di parkiran kampus FKIP. Abella adalah mahasiswa dari jurusan pendidikan. Bukan hanya Abella, tapi juga tiga teman ceweknya yang ikut menemaninya dari SMA hingga kuliah. Satu jurusan, satu prodi pula.
"Gue heran, kenapa lo pilih jurusan pendidikan? Padahal, keluarga lo nggak ada yang bakat jadi guru."
"Gue yang mau."
"Emang Mama lo nggak marah lo ambil pendidikan?"
Abella menerka ke depan, teringat dengan mamanya yang dengan sepenuhnya mendukung keputusannya. Berbedan dengan papanya yang menentangnya. "Mama dukung, kok. Papa yang marah."
"Ye, gue cuma nanya Mama lo, kenapa Papa lo juga disebut? Aneh," cibir Jevano.
Gadis itu mendelik tajam ke arah Jevano. "Emang sifat nyebelin lo tuh udah mendarah daging, ya, Kak."
Jevano tersenyum miring. "Nyebelin gini, lo belum tahu aja berapa banyak cewek yang ngantri buat dapatin gue."
"Tapi, psikopat."
"Eh, lo jadi cewek jangan kuno, ya. Cewek tuh demen sama cowok psikopat kayak gue. Kalau kata cewek-cewek zaman sekarang tuh gue kayak cowok Wattpad."
Abella menatap lelaki itu dengan jijik. Dia berakting seakan ingin muntah. "Lo? Cowok kayak di Wattpad? Halu lo, Kak. Cowok Wattpad itu kayak Cameron Dallas atau Manu Rios. Perbedaan lo dengan mereka kayak bumi dan langit. Beda jauh!"
Gadis itu segera keluar dari mobil sebelum mendengar ocehan tak jelas dari Jevano. Membuat Jevano yang berada dalam mobil tak bisa melanjutkan adu mulut mereka.
Abella melangkah menuju area fakultasnya. Kelas berada di lantai 1, bersebalahan dengan ruang baca prodinya. Tadi, Gina sempat mengabarinya bahwa mereka sudah berada di kelas lebih dahulu sambil memakan gorengan.
"Tumben telat, Bell," ucap Gina melihat kedatangannya.
"Ada insiden tadi," jawabnya ngasal sambil mengambil tempat duduk di sebelah Winny.
Dia melipat kedua tangannya di atas meja, lalu merebahkan kepalanya. "Nanti bangunin gue, ya."
"Lo sakit, Bell?" tanya Winny.
"Nggak enak badan doang."
"Yaudah, tidur aja. Orang masih 30 menit lagi," suruhnya.
Abella mengangguk seraya menutup matanya. Dia merilekskan otaknya dari segala apapun masalah yang terjadi. Gadis itu tahu begini saja tak akan menyelesaikan masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jevano
أدب الهواةJevano hidup bersama dendamnya. Dan, Abella hidup bersama penderitaannya. Mereka bertemu di waktu yang salah, tapi mengucap janji sehidup-semati. | Bluesy AU |