1. first page

667 55 9
                                    

"Bell, gue bete, deh. Kak Hendra kok nggak ngasih kabar ke gue, ya?" cerita Gina pada Abella dengan merengut.

Abella memutar bola matanya jengah. Sudah lima kali Gina meracau hal itu dan tentu Abella bosan. "Telpon, Gin! Telpon. Gregetan gue denger lo ngomong itu berkali-kali."

"Nggak mau! Cowok duluan lah yang harus ngabarin ceweknya. Harga diri, harga mati nih, Bos!"

Dia melemparkan botol kosong yang sudah remuk ke arah Gina. "Itu gengsi namanya, bodoh! Gengsi lo ketinggian sampai nembus planet Mars sono."

"Ih, apa sih, Bel!"

"Ya makanya gengsi lo diturunin, Gina."

"Denger ya, Abella-ku sayang. Yang gue lakuin ini wajar dalam pacaran. Elah, lo mana paham, sih, orang pacaran cuma sekali."

Abella melirik sinis ke arah Gina. "Ragunan mending diam, ya. Polusi suara tuh nggak baik."

Gina melebarkan mulutnya lalu melemparkan balik botol remuk itu ke arah Abella. "Kurang ajar lo!"

"Udah deh, ya. Mending makan tuh mie ayam lo. Bentar lagi kita masuk mata kuliah Pak Haris," perintah Abella.

Memang sedari tadi makanan Gina belum disentuh sama sekali, berbeda dengan Abella yang sudah habis. Itulah akibat terlalu bucin hingga lupa waktu makan.

Saat Gina menyuap mie ayam itu, datanglah sosok yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Hendra gabung dan duduk di samping Gina. Abella langsung menjitak kepala Hendra. "Gara-gara lo, ya, Kak!"

"Gue baru datang, astaga, Bell," balas Hendra. "Kenapa, sih?"

"Noh, pacar lo dari tadi nanyain kenapa lo nggak ngabarin dia? Lo yang berulah, kuping gue jadi korbannya," keluh Abella.

Gina menimpuk Abella dengan kotak tisu kecil yang berada di meja. "Rese lo."

Abella tertawa sambil menjulurkan lidahnya. "Bodo amat."

"Maaf ya, Sayang. Dari kemarin pusing banget soal BEM."

"Nyenyenye."

"Aduh, repot gue kalau begini."

Abella rasanya jengah melihat huru-hara masalah rumah tangga mereka. Itulah mengapa dirinya tak pernah berpacaran lagi, karena dia berkaca dari hubungan Gina dan Hendra yang permasalahannya itu-itu saja.

Sebenarnya, banyak lelaki yang mendekati Abella. Gadis itu memang tipikal orang yang mudah berteman. Namun, para lelaki akan gugur jika menyangkut soal perasaan terhadap Abella. Ibaratnya, menyerah dahulu sebelum berperang. Entah alasannya apa hingga Abella betah sendirian di era teman-temannya sudah memiliki pasangan.

Terkadang dirinya disebut gadis tak baik-baik karena selalu dikejar oleh lelaki yang berbeda setiap hari. Ya, tentu saja Abella tak peduli.

Namun, ada satu lelaki yang semangat mengejar Abella dari SMA. Abellah bahkan tak menyangka bahwa dia satu kampus dengannya. Dia adalah ...

"Abella!"

... mantannya, Mario.

Kali ini, Abella kembali memutar bola matanya malas. Dia jenuh dan lelah setiap saat bertemu Mario. Lelaki itu dengan cepat duduk di samping Abella.

"Kok nggak tungguin gue, sih? Kan gue bilang bareng ke kantin, Bell."

"Ngapain, sih, setiap hari ngikutin gue, Kak? Noh, fans lo pada nyangkanya gue pelet lo."

Memang, setiap hari pemandangan yang Abella lihat adalah tatapan sinis dari fans Mario. Padahal sudah putus dua tahun (karena kesalahan Mario sendiri), tapi lelaki itu tetap mengejarnya.

JevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang