10: Little Hero

2.3K 173 66
                                    

○○●¥●○○

Taeyong tak pernah memikirkan kemungkinan seburuk ini. Ia tak menduga kandungan Axel akan bereaksi kuat karena sosok yang mengandungnya tengah kecewa.

“Axel, kau berdarah!”

Teriakan Taeyong membuat Yunho yang sedang menelepon seseorang, bergegas mendekati ketiga orang itu. Sementara Jaehyun bergerak mundur saat melihat darah mengalir di tungkai sosok yang mengandung anaknya serta meringis memegangi perutnya. Tidak seperti Taeyong yang panik, Jaehyun hanya memperhatikan tanpa ekspresi apapun. Bahkan ketika Axel terduduk lemas di atas lantai, tunggal Jung itu tak bergeming sedikitpun.

“Bertahanlah! Aku akan memanggil ambulan. Kau kuat. Aku tahu itu, Cel.” Taeyong menumpukan kepala Axel di bahu, kemudian mengeluarkan ponsel, lantas menghubungi kontak pelayanan kesehatan, meminta segera dikirimkan ambulance.

Axel masih meringis memegangi perut yang saat Taeyong tanyakan bagaimana rasa sakitnya, dijawab dengan ringisan pilu. Taeyong menangis melihat kondisi sahabatnya. Ia merasa bersalah karena Axel sakit begini akibat ulahnya. Sebab Taeyong berniat membalas penghinaan Axel waktu itu.

“Lakukan sesuatu, Jaehyun!” Taeyong berteriak frustrasi, sebab Jaehyun tak melakukan apa-apa. Hanya diam saja menonton calon suaminya kesakitan. 

“Dasar! Aku harap ini kali terakhirku membereskan masalahmu,” peringat Yunho sebelum menelepon seseorang.

“Bertahanlah, ku mohon.” Taeyong menggenggam tangan Axel sangat erat.

Tiba-tiba siluet masa kecilnya berputar tanpa diduga. Delapan belas tahun lalu adalah pertemuannya dengan Axel di sebuah sekolah dasar negeri. Axel Kim adalah teman pertamanya saat pindah sekolah. Bocah delapan tahun itu anak dari seorang single parent yang tinggal di sebuah rumah bordil.

Taeyong mengingat pertemuan mereka dengan memori samar-samar. Di suatu hari yang cerah, Taeyong kecil duduk di hall sekolah–menunggu jemputan. Hari itu adalah hari keduanya sebagai siswa baru. Ayahnya yang seorang pengacara berjanji akan menjemput tepat waktu, tapi sampai pukul tiga sore belum juga muncul batang hidungnya.

Bibir kecil itu meringis ketika sebuah botol plastik mengenai kepalanya, lalu disusul tawa sekelompok bocah. Siswa kelas dua sekolah dasar itu menoleh ke sumber suara dan menemukan sekitar enam anak lelaki yang menertawainya. Salah seorang bocah hendak melempar botol lain namun sebuah peringatan di balik punggung Taeyong menginterupsi perbuatan anak-anak itu.

Ku adukan ke ibu guru ya, kalau kalian mengganggu dia!”

Bocah-bocah itu menggerutu, kemudian berlalu meninggalkan mereka. Taeyong menoleh ke belakang, mendapati bocah laki-laki bermata cokelat terang berdiri dengan berani saat bocah-bocah belum sepenuhnya pergi.

Axel,” bocah itu mengulurkan tangan.

Taeyong meraih tangan itu ragu-ragu. Orang tuanya tak suka jika ia memiliki teman. “Yongie,” sahut Taeyong dengan mata boba yang berbinar lugu.

Kalau mereka mengganggu lagi, panggil aku, ya...

Si mata bulat mengangguk. “Terima kasih, Acel.

Yongie suka ini?” Axel menyodorkan sekotak pocky rasa strawberry.

Bibir cherry itu mencebik. “Yongie suka, tapi kata mommy tidak boleh.

Tiba-tiba bocah blasteran itu berdiri tepat di hadapan Taeyong kecil. “Aku tutupi supaya tidak kelihatan. Yongie makan saja.” Axel menutupi Taeyong dengan badan yang kecil serta tasnya yang telah lusuh.

Interlude [bxb] [M-Preg] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang