I Wish You Love

338 23 13
                                    

Hari ini adalah hari pertama untuk murid-murid karate baru berlatih sekaligus berkenalan di dojo (red: tempat berlatih karate) Puri Asri. Mata Sheila tak berhenti memperhatikan setiap mimik wajah dan gerak-gerik murid-murid baru di dojo tersebut.

"Halo semuanya! Selamat datang di dojo Puri Asri. Kenalin nama aku Sheila. Aku yang akan melatih murid-murid baru di dojo ini. Kalian bisa panggil aku dengan sebutan senpai (red: kakak seperguruan di dojo dengan tingkatan yang lebih tinggi). Dan untuk Pak Yoga, kalian bisa panggil sensei. Beliau merupakan pembina dojo Puri Asri ini." Sheila mengarahkan tangannya ke seorang lelaki berusia 50 tahun yang menggunakan sabuk hitam.

"Sheila senpai akan mengajar untuk umur 14-18 tahun. Untuk yang berusia di bawah 14 tahun, akan diajar oleh Mira senpai. Sheila senpai walau kelihatannya galak, tapi dia ga akan gigit, kok. Hahaha," Pak Yoga berseloroh yang membuat Mira tertawa kecil. Sheila hanya tersenyum simpul mendengar gurauan Pak Yoga. Sheila dan Mira sendiri sudah ada di tahap pemegang sabuk coklat. Mereka memang kerap ditunjuk oleh Pak Yoga menjadi asisten pengajar untuk murid-murid yang tingkatnya di bawah mereka.

---

Di antara barisan murid-murid barunya yang sedang berlatih, Sheila mengamati ada seorang remaja pria tinggi tegap berkulit putih bersih yang sepertinya kesulitan mengikuti arahan gerakan karate Sheila. Ia kemudian berjalan mendekati remaja tersebut.

"Hei! Cermati dan ikuti gerakan kaki dan tangan saya, yaa,"

"Oke, senpai," pemuda itu berusaha mengikuti dengan benar setiap gerakan fondasi karate yang dicontohkan oleh Sheila. Terpancar semangat kuat untuk belajar karate dari sorot mata pemuda itu walau sepertinya tidak ada bakat yang terlihat.

"Nama kamu siapa? Umur?"

"Nama saya Sadam, 16 tahun. Mohon bimbingannya, senpai."

---

Latihan karate untuk hari ini telah selesai. Sheila segera menggantungkan tas di punggungnya dan bersiap memakai sepatu untuk pulang. Tak jauh dari tempat ia memakai sepatunya, ia melihat bahwa Sadam juga sedang bersiap untuk pulang.

"Jalan kaki juga, Sadam?" tanya Sheila mengagetkan Sadam yang tidak menyadari keberadaan Sheila di dekatnya.

"Eeeh, iii iiyaa, senpai. Paling 15 menit dari dojo ke rumah saya," jawab Sadam gugup.

"Kalau jam karate udah selesai, panggil nama aja. Ga perlu pakai embel-embel "senpai" dan ga perlu formal-formal amat. Gw seumuran lo, kok,"

"Oooh iyaa, La. Eh, maksud saya, Sheina. Eh salah, Sheila maksudnya,"

"Hahahaha! Santai aja, Dam. Jalan bareng, yuk! Rumah gw juga ga jauh dari sini," Sheila berusaha mencairkan suasana kaku antara ia dan Sadam dan mengajaknya jalan pulang kaki bersama.

"Lo kenapa mau belajar karate, Dam? Soalnya, maaf nih bukannya ngejek yaa, gw liat lo kaku banget. Ya memang sih, namanya baru pertama belajar pasti kaku. Cuman lo tuh kakunya beda. Mana lo tuh kayaknya super hati-hati banget gw liat."

"Ya gw mau belajar buat lebih kuat aja sih, La. Masa udah umur segini masih lemah terus?"

"Maksudnya lemah?"

"Gw mau lebih bisa diandalkan aja. Gw mau ngelindungin orang-orang di sekitar gw,"

"Mulia juga ya alesan lo. Hahahaha,"

"Lo mah malah ngecengin gw. Hahahaha. Tapi jawaban gw yang tadi serius, lho. Dan berhubung kata dokter gw kalau karate masih fine, ya udah. Gw karate aja,"

"Dokter? Lo ada sakit?"

"Gw ada asma jadi gw ga boleh olahraga yang terlalu keras. Bisa kambuh asma gw. Kalau karate, dokter gw bilang masih oke karena tidak terlalu membebani kerja paru-paru,"

SEJUTA KENANGAN (SONGFIC; ALTERNATE UNIVERSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang