Bab 3 : Pengejaran

6 3 0
                                    

Irene melihat keluar jendela. Dia tidak sanggup melihat pemandangan di depannya.

Melihat seseorang yang dia cintai bersama dengan wanita lain benar-benar menyakitkan. Dia tidak menyangka dia akan mengalami hal ini. Irene mengira adegan sakit hati hanyalah adegan dibuat-buat oleh televisi. Hal semacam itu hanyalah jalan cerita untuk memperindah drama. Siapa yang tau dia akan mengalami dan merasakan sakitnya.

Perih, tapi tidak ada luka yang terlihat. Dia tidak tahu bagaimana harus mengobatinya.

Irene melihat keluar jendela. Dia melihat lapangan basket dan kantin sekolahnya. Dia melihat beberapa anak berkumpul di lapangan. Mereka menggunakan seragam olahraga SMP mereka dulu. Ada juga seragam olahraga SMA yang berjalan melewati lapangan basket, itu pasti kakak kelas yang memiliki jam olahraga. Irene juga melihat beberapa penjual kantin juga mulai sibuk keluar masuk kantin, ada beberapa siswa yang sedang makan. Masih ada 10 menit sebelum kelas dimulai, siswa yang ada di kantin mungkin beberapa siswa yang belum sarapan di rumah.

Irene melihat hal-hal kecil itu berusaha mengalihkan perhatiannya. Dia bahkan menghitung pohon yang muncul di dalam pandangannya.

Tapi percuma, semua itu tidak bisa mengalahkan rasa hancur di hati Irene.

Angin berhembus menerbangkan debu dan pasir di sekitar. Entah kenapa, alam sepertinya membantu Irene. Angin kencang menerpa jendelanya yang terbuka. Beberapa debu masuk ke matanya melalui celah kacamata. Dia tidak kuasa menahan tangis.

Bintang dan Anisa melihat sebuah garis air mengalir di pipi Irene. Mereka terkejut dan bingung. Entah bagaimana mereka merasa bahwa teman baru ini benar-benar aneh.

Ada apa dengan Irene?

Kenapa dia tiba-tiba menangis?

"Rene, Lo kenapa?" Kata Bintang perlahan, dia tidak ingin mengajukan Irene dengan suaranya yang keras.

Irene yang mendengar suara Bintang tersentak. Dia menggelengkan kepalanya perlahan. Irene dengan tenang melepas kacamatanya saat menjawab Bintang. "Aku tidak apa-apa, hanya beberapa debu masuk secara tidak sengaja saat angin lewat tadi."

"Benarkah?" Anisa memiliki wajah ragu-ragu dan tidak dimengerti. Memang masih mungkin orang yang memakai kacamata akan kemasukan debu, namun apa itu bisa membuat mereka menangis.

Saat Anisa masih ingin menanyakan beberapa hal, Irene mengusap matanya untuk menghilangkan debu. Namun Irene merasakan debu itu tidak hanya hilang, air matanya mengalir lebih banyak.

Dia tidak bisa membohongi emosinya.

Di tengah kekhawatiran dua teman barunya, Irene berdiri mengambil kacamatanya. Dia berkata saat meninggalkan kursi. Suaranya parau dan lirih. "Maaf, aku sepertinya harus ke kamar mandi dulu."

"Eh? Tunggu." Bintang berdiri mencoba menyusul Irene. Namun saat Irene sudah melewati pintu kelas, dia berlari. Bintang berhenti menyusul saat melihat Irene berlari. Dia juga bisa memastikan arah Irene berlari bukanlah kamar mandi. Dia terkejut dan bingung. Dari koridor belakang Irene, Fiddy kembali dengan William. Apa yang mereka hanya melihat bagian belakang Irene yang pergi dengan tergesa-gesa.

Fiddy dan William saling memandang. William dengan tenang menyusul sementara Fiddy berteriak. "IRENE~~"

Saat Fiddy berteriak, dia tidak tau ada dua orang di kelas yang memiliki respon aneh.

Veon yang mendengar panggilan itu merasakan tubuhnya bergetar dan jantungnya berdetak cepat. Dia berkedip beberapa kali sebelum mengatur nafasnya untuk tenang.

Diajeng merasakan sakit tumpul di kepalanya. Dia tidak tau kenapa, tapi nama itu membuatnya merasa nostalgia dan sayang. Dia mencoba mengingat dimana dia pernah mendengarnya. Namun nihil, selain rasa sakit tumpul di kepalanya, dia tidak mengingat apapun.

Save My Love [Pending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang