12-SUMBER MASALAH

69 9 0
                                    

Esok harinya, Amor sudah diperbolehkan pulang. Dia dibantu oleh ART dan sopirnya. Sementara Evas tentu saja kembali bekerja. Jika tidak ada masalah, Amor sudah pasti akan merengek meminta ditemani Evas. Tetapi, kali ini dia membiarkan.

Amor merasa harus agak jauh dari suaminya, agar pikirannya sedikit tenang. Dia terpikir untuk tidur di kamar lain dengan alasan agar Evas tidak tertular. Tetapi, alasan itu tidak mungkin diterima suaminya.

"Ada Bu Ayum?"

Tubuh Amor seketika menegang kala mendengar mama mertuanya. Dia menatap depan, melihat sebuah mobil putih di halaman. Ekspresi Amor seketika berubah. Niat hati ingin istirahat, tapi mama mertuanya muncul.

"Udah datang kamu?" Ayum keluar rumah kala mendengar deru mobil. Dia berjalan menuju anak tangga luar, melihat pembantu Evas membukakan pintu untuk Amor.

Amor perlahan keluar dan melihat Ayum yang menatap penuh selidik. Sepertinya Evas yang memberitahu. Dia lupa melarang Evas untuk tidak memberi tahu yang lain.

"Sakit apa? Waktu mama ke sini baik-baik aja." Ayum memperhatikan wajah Amor yang tidak sesegar biasanya. "Kecapekan nata tas baru, ya?"

"Enggak, Ma!" Amor mendekat dan menyalami mamanya. Setelah itu dia berjalan lebih dulu menuju lantai dua.

Ayum segera mengikuti. "Mama udah buatin bubur."

"Iya, Ma."

"Nggak tahu terima kasih!" geram Ayum melihat Amor yang menaiki tangga. Dia lalu menatap pembantu Evas dan menggerakkan tangan. "Siapin." Setelah itu Ayum segera menyusul Amor.

Amor kembali berbaring di ranjang. Dalam hati dia mulai menghitung, yakin sebentar lagi Ayum akan muncul.

"Sakit apa sebenernya?"

Tanpa sadar Amor tersenyum kala dugaannya terbukti. Dia menatap mama mertuanya yang mendekat lalu duduk di pinggir ranjang. "Cuma kecapekan, Ma."

"Jelas kecapekan belanja terus."

"Sebelum itu aku udah capek kayaknya."

"Kalau udah tahu capek ngapain ajak Evas keluar?" tanya Ayum. "Evas jadi nggak bisa ke kantor."

Amor tersenyum kecut. "Aku sakitnya juga nggak tiap hari, Ma."

"Nggak usah jawab kalau dibilangi!" Ayum menatap Amor tak suka. "Dulu, kamu itu penurut. Makin lama ketahuan aslinya."

Rasanya Amor ingin tertawa. Justru dialah yang lebih merasakan itu. Awalnya Ayum seperti mertua idaman. Tetapi, lama-lama seperti nenek sihir. Andai Amor mengatakan itu sudah pasti Ayum mencak-mencak dan menuduhnya macam-macam.

"Cepet sembuh! Biar nggak ngerepotin Evas!" Ayum berdiri lalu memutuskan keluar.

Amor memijit kepala. Sepertinya hari ini akan dia lalui dengan emosi. Dia berharap tidak sampai tumbang dan membuat Ayum kian menyudutkannya.

***

Pukul delapan pagi, Rex duduk di ruang kerja. Perhatiannya tertuju ke deretan kertas yang ditata memenuhi meja. Dia memperhatikan bukti-bukti yang sudah terkumpul, tapi tidak kunjung mendapatkan hasil.

Rex mengambil salah satu kertas dan membaca biodata seseorang. "Dia nggak ganti identitas, kan?" gumamnya sambil memperhatikan foto seorang gadis yang tersenyum samar. "Gue harus cari lo dari mana?" Rex meletakkan kertas itu dan melihat kertas lain.

Kepala Rex rasanya mulai pecah. Ini pertama kalinya dia mencari seseorang dan cukup kesulitan. Dia tidak memiliki sumber utama. Jadi, yang bisa dilakukan hanya menyambungkan benang merah yang belum tentu benar-benar sambungannya.

MI AMOR: WANITA YANG DIKHIANATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang