6. CINTA YANG PERNAH BERAKHIR

236 25 1
                                    

Tidak hanya Hamsa, Aera ikut memblokir kontakku padahal, aku hanya ingin mencoba membuat keduanya berdamai. Baru juga mengirim pesan Ra, boleh telepon soal Hamsa? Tahu-tahu profil Aera menghilang dan pesannya hanya berujung centang satu. Kompak dengan Hamsa, usai aku menolak ajakan menikahnya yang tidak tahu diri itu, Hamsa memblokir kontakku. Masalahnya, kami masih perlu melakukan diskusi soal pekerjaan kantor sementara dia sedang mode singa. Apalagi, menjelang lunch, Mas Bara tiba-tiba mendatangi kubikelku untuk mengonfirmasi brief cover salah satu STO kami.

"Final briefnya sudah kamu diskusikan sama Hamsa, Ra?"

Jika biasanya aku pasti bilang, sudah, Mas dan blablabla, kali ini aku hanya bisa meringis, jika sudah begini, aku harus memberikan jawaban seperti apa coba? Masa bilang, Hamsa lagi mode singa, Mas atau nomor saya kena blokir, jadi enggak bisa diskusi dulu.

Namun, pada akhirnya, aku bilang, "Baru mau diskusi, Mas. Gimana?" Paling tidak ruangan Hamsa di sebelah, aku masih bisa mendatanginya.

Mas Bara mengangguk. "Oh. Oke. Kalo gitu segera, ya. Saya tunggu final brief-nya sore ini." Usai mengatakan itu, Mas Bara kemudiann beranjak. Duh! Pusing banget. Aku langsung meremas kepala kuat-kuat karena panas banget ini woi!

"Udah, datengin lagi aja. Jambak tuh rambutnya," kata The Rere dari kubikelnya.

Aku cemberut. "Males banget tahu!"

"Lagian bocah banget dia ngambek begitu. Kenapa, sih?"

Aku menelan ludah. Mana mau aku bilang jika kami bertengkar karena aku menolak lamaran kacangannya barusan.

"Ra?"

Demi menghindar, aku langsung berdiri. "Nggak papa. Biasa. Gue mau ke ruangan dia, Teh."

Aku harus kabur.

***

Ruang desain tuh seperti kandang macan jantan. Kadang, aku heran kenapa Yera dan Sanas berhasil bertahan. Pasti mereka lolos seleksi alam. Kalau aku sih ogah ikut seleksinya. Mana hobinya memutar lagu keras-keras, bagus jika hanya satu laptop yang menyala. Ini semua laptop yang ada perang musik, termasuk laptop Hamsa, tidak pernah absen memutar segala macam genre musik. Termasuk hari ini, secangkir madu merah terputar keras-keras.

"Sa, masih sibuk?" Gini nih, setiap marahan dengan Hamsa, suaraku pasti bergetar saat memulai obrolan dengannya.

"Punya mata, kan?"

Aku mendengkus. Ketus banget, deh.

"Oh, masih sibuk." Aku duduk di sampingnya, memang bocah, dia langsung bergeser seperti sedang berhadapan dengan kuman saja. Lihat saja, aku tetap merapat hinga bahu kami bersentuhan dan dia langsung menatapku tajam. Aku menahan tawa, kalau marah, wajah Hamsa tuh lucu.

"Mau bahas final brief cover Kucuri Cinta Kamu kapan?" Sebab penulisnya sudah mengirimkan brief dan kami perlu diskusi untuk final brief sebelum menghubungi ilustrator.

Hamsa masih belum bersedia menoleh. "Bahas sama Dwira saja."

Aku mendesah. Dwira adalah salah satu anak desain di tim kami. Harusnya Hamsa sadar jika bagian brief cover menjadi tanggung jawabnya.

"Sa...." Aku menusuk-nusuk lengannya yang tidak memberikan reaksi apa pun.

"Masih marah?" tembakku. Namun, dia masih diam.

"Sa, yang bener aja, deh. Masa sampai marah gini? Harusnya gue yang marah nggak, sih?" Aku mulai memelankan suara, menjaga supaya hanya Hamsa yang mendengarnya.

"Nikah sama gue baru gu–hmpp!"

Aku melotot pada Hamsa sekaligus membekap mulutnya.

"Napa. Ra?" tanya Yera.

On The RockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang