7. Absentmindedly Making Me Want You

284 29 1
                                    

HAIII ARA DAN HAMSA DATANG LAGI HIHI ^^

BUAT YANG PENGEN BACA BAB  LAIN LEBIH DUYUUU, BISA KE KARYAKARSA ANINDASTINK YA HIHI ^^

Papa bilang, manusia tidak akan pernah bisa mengendalikan takdir, tetapi aku percaya, aku bisa menguasai seluruh perasaanku, termasuk keputusan untuk membenci Hamsa. Sekarang dan mungkin seterusnya. Bicaranya tidak pernah mengutakankan akal, sementara mulutnya gemar asal jeplak saja.

"Kameranya mana? Lagi bikin vlog, ya?"

Aku memejamkan mata, separuh berharap yang terjadi saat ini hanya mimpi semata. Marsya sialan! Hamsa bajingan!

"Nggak ada kamera. Nggak salah dengar juga."

"Hamsa!"

"Kenapa? Gue benarkan? Kita pernah pacaran."

Telah habis kata untuk Hamsa, cowok paling egois yang pernah singgah. Cara dia membuka luka adalah cara paling kanak-kanak.

"Gila! Gila! Pantes gue curiga kalian bareng terus," sambung Tirta yang rasanya tidak lagi mencuri perhatianku. Aku mendekat hingga bisa memangkas jarak di antara aku dan Hamsa.

"Bangga?" Terang-terangan aku menyindir Hamsa, sekuat tenaga menahan desak panas yang ingin menjelma air mata.

"Iya."

Aku mendengkus. "Sekalian saja biar semua tahu. Hansa yang mutusin gue karena katanya kita harusnya temenan aja, bukan menjalin hubungan asmara," kataku lebih kencang supaya yang lain mendengar.

Aku menyeringai melihat wajahnya yang pucat pasinya. Apalagi saat menyadari orang-orang di sekitar kami memutuskan diam dan tidak lagi menimpali.

"Lo yang nyakitin gue, jadi berhenti jadi orang paling tersakit," desisku sebelum benar-benar beranjak. Aku masih bisa mendengar beberapa makian Teh Rere untuk Hamsa, tetapi aku telanjur tidak tertarik sebelum tangisku pecah. Aku butuh ke atap. Satu-satunya tempat paling aman.

***

Dari seluruh cowok ganteng di kantor, aku juga sering sekali bertanya-tanya, Kenapa salah satu mantanku harus Hamsa? Hamsa, lho. Cowok paling resek dan gila yang pernah aku temui. Pantas saja hubungan percintaannya sebelum denganku–astaga aku benci mengakui bagian ini, atau bahkan hubungan asmaranya setelah bersamaku, selalu gagal dan berujung berantakan. He's a crazy boy. And I hate to admit that I ever loved him. Dua minggu, jangan tanya hari jadi kami, ia bahkan mengakhiri hubungan dengan embel-embel, "Kalau kita cukup jadi teman aja. Menurut lo gimana, Ra?" Terucap beberapa menit sebelum bakmi jawa yang kami beli sepulang ngantor datang. Aku capek, tetapi Hamsa tuh gantengnya nggak ketulungan, capek siapa coba yang tidak luruh saat tenggelam dalam mata tajam mempesonanya? Dua lesung pipi yang kadang timbul-kadang malu saat ia tersenyum itu? Hamsa juga menyenangkan, ada saja hal yang membuat tertawa, bersama dia... aku adalah Pramestiara yang bisa melepaskan suara paling keras sambil memukul atau mencubit lengannya.

Terus, terus, dia akan bilang, "Ra, jangan lucu-lucu, gue beneran mau cium lo. Ngerti?" Seperti malam hujan sebelumnya. Saat aku memutuskan menonton di kosan Hamsa.

"Berani memang?" tantangku langsung menjerit saat Hamsa benar-benar mengangkat tubuhku yang mulanya duduk di sampingnya, beralih duduk di atas pangkuannya. Aku jauh lebih gila dari Hamsa, bahkan saat tangannya melingkar erat pada pinggang, aku memeluk lehernya hingga punggung Hamsa bersandar santai pada sofa.

"Kenapa lucu dan cantik banget?"

"Kenapa ganteng banget, sih?" Dan satu kecupan Hamsa curi sebelum aku tertawa geli.

"Sa! Geli. Kamu belum cukup brewok tahu!"

Dia meringis. "Tidur di sini ya, Ra?"

"Apa yang akan aku dapatkan?"

On The RockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang