3. HIS PAIN

228 23 3
                                    

Siapa sih yang pertama mengadakan acara lamaran nyaris seperti pernikahan begini? 

Taman di rumah kami yang awalnya hanya berisi tanaman-tanaman yang sulit diatur ternyata bisa disulap sedemikian rupa cantiknya dalam waktu kurang dari satu minggu. Pot-pot tertata rapi berpola mengitari deretan kursi kayu panjang yang menjadi tempat duduk tamu undangan. Ini kata Karisa sih mengangkat konsep rustic, membuat setiap bagian taman tidak bisa diragukan lagi dekorasinya demi menunjang acara pertunangan yang tengah berlangsung. Pun ada begitu banyak sentuhal DIY yang berhasil memanjakan mata juga membuat puas tuan rumah. Satu engagement sign bertuliskan Karisa & Nusa menjadi salah satu elemen penyambut, berdiri gagah di samping dua tiang berbalut kain berwarna krem yang disulap menjadi pintu masuk.

Lucunya, di salah satu sudut terdapat meja dessert bar yang terbuat dari kayu unfinished dengan desain bertingkat.Terdapat beberapa kue kering, minuman ringan, permen warna-warni, buah-buahan, dan cemilan lainnya di atasnya. Pokoknya aku harus menyantap semuanya, kapan lagi, kan. Mumpung acara tinggal bincang-bincang meski kakiku pontang-panting sebelum ini, membantu beberapa urusan di belakang.

Satu pohon besar yang berdiri kokoh di taman menjadi tempat bergantungnya lentera gantung yang di dalamnya berisikan api menyala, menambah khidmat suasana. Di sana, di depan photo booth  bertuliskan Karisa & Nusa, berdiri sepasang kekasih dengan senyum yang terus merekah sejak detik pertama acara di mulai hingga sekarang, mereka mengambil foto bersama tamu undangan yang lain. Tanpa sadar, senyumku merekah. Capek, sih. Tetapi senang melihat Karisa dan Nusa sebahagia itu, sepasang kekasih yang akhirnya berhasil saling memasangkan cincin pertunangan di hari lamaran kala ini.

“Gue belum lamar Aera.”

Heh? Tahu enggak sih, kayak lagi dengerin orkestra musim semi, lalu tiba-tiba salah nada karena suara Hamsa barusan mirip pengganggu.

Aku menoleh dengan mata membulat. “Kenapa?”

Sementara Hamsa dengan santai menikmati es krim ketiganya. Hamsa memang sulit dipisahkan dengan es krim strawberry.

“Takut tiba-tiba setelah Aera menerima, papa Aera minta gue datang ke rumah dan gue nggak bisa bicara gimana? Makanya gue nonton lamaran Mas Nusa sama Karisa dulu.”

Aku mulai mencibir dengan decakan. “Ck! Bisa-bisanya.”

“Gue kan harus mempersiapkan segalanya, Ra.”

Iya juga, sih. Hanya saja aku masih tidak habis pikir.

“Iya deh. Terus kenapa lo nggak jadi ajak Aera?” Pasalnya Karisa tidak hanya mengundang Hamsa. Aera masuk daftar tamu undangan, tetapi pagi-pagi banget, Hamsa justru datang sendiri mengenakan bati cokelat yang senada dengan rok kebaya yang sedang aku kenakan. Memang seragam dari Karisa.

Hamsa menggeleng. “Dia habis dinas dari luar kota. Gue takut dia capek.”

Aku manggut-manggut saja. profesi Aera yang merupakan food vloger sekaligus reporter memang memaksanya banyak LDR dengan Hamsa.

“Lagian kalau gue sama Aera, mau gue kacangin?” Bahunya mengenggol bahuku.

Aku berdesis. “Lo pikir gue bocil?”

“Enggak. Lo Mbak gue kok.” Hamsa mengakhiri dengan kerlingan.

Aku nyaris memukul Hamsa dengan sendok es krim sebelum suara lain menarik perhatian.

“Ara!”

Mampus! Tidak perlu menoleh, aku hapal betul suara barusan yang terdengar dari belakang. Tante Hesti. Berusaha tenang, aku memutar tubuh kemudian tersenyum padanya, meski memasang alarm waspada saat Tante Hesti tertangkap sedang melirik Hamsa.

On The RockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang