1

81 8 0
                                    


Shafiyya POV

Namaku shafiyya. Jika ditanya apakah aku memiliki teman. Dialah orang pertama yang kusebut. Lelaki itu. Fairial namanya.

Dia adalah tetangga seberang rumah, sekaligus teman masa kecil yang tingkat nyebelinnya diluar nalar. Jangan ditanya, siapa lagi anak yang berhasil membuatku nangis kejer bak seorang rocker dan mengubahku jadi godzila ketika dirumah.

Contoh kecilnya saat SD, saat aku nyungsep ke dalam tong sampah dia malah mempermalukanku dan mengatakanku pemulung. Dia yang mengambil isi pulpenku saat ulangan. Dia yang meremehkanku dan berkata aku pikun. Dia yang berhasil merebut kasih sayang ibu dan ayah yang harusnya tertuju padaku.

Dialah tersangkanya. Biang keladi penyebab ketenangan hidupku terusik sepanjang waktu.

Siang itu aku mencari sebelah sepatuku yang hilang. Aneh sekali, aku meletakkannya didalam rak tapi saat dilihat tidak ada. Kemana perginya, tahunya sepatu itu ada diatas pot gantung. Ini pasti ulah dia.

Tapi dia malah menyangkal. Berkata kalau sepatuku terbang keatas lalu hinggap ke pot. Lucu sekali alasannya. Aku hanya mendengus dan meneriaki namanya sampai suaraku terdengar hingga ujung koridor.

Itu kejadian saat aku SD. Berbeda dengan sekarang, saat SMP. Dia terlihat lebih dingin bahkan pakai kacamata. Kupikir dia kulkas.

Bahkan aku lebih suka menyebutnya kulkas berjalan. Meski berubah seratus delapan puluh derajat menjadi lebih pendiam dan dingin namun satu dan lain hal sifat menyebalkannya masih tetap ada.

Contohnya sekarang. Di tengah jam pelajaran pak Arianto, saat aku sedang takut ditunjuk maju ke depan. Dia melempar ku dengan bulatan kertas. Lucu sekali saat dilihat isi tulisan kertas itu.

"TAKUT YA SAMA PAK ARI!"

Itu isinya, bahkan pakai kapital!

Aku meradang tapi coba menahannya. Kuremas kertas itu dan buang ke tempat sampah.
Sebulatan kertas kembali melesat ke tulang pipiku. Sakit.

Kubuka kertasnya. "MAKANYA JANGAN BENGONG MULU."

Kertasnya kembali kuremas dan buang ke tempat sampah.

Ketiga kalinya bulatan kertas itu kembali melesat bahkan lemparnya ke mata!
Aku meringis kesakitan. Segera kubuka kertas itu dan terpampang jelas kata kata menohoknya.

"MAKANYA BELAJAR YANG RAJIN! SAMA PAK ARI AJA TAKUT"

Orang ini!

Aku langsung memukul meja yang dibawahnya ada kertas itu.
Pak Arianto langsung memicing ke arahku dan menegur. "Kamu kenapa mukul meja Shafi?"
"A-anu pak. Ada lalet."
"Dikelas kok ada lalet kamu kali belum mandi?"
Seketika semua siswa langsung menertawakanku. Termasuk Fairial. Oh dia nyari mati.

Bagiku dia tetaplah menyebalkan. Dia bertransformasi dari sosok menyebalkan menjadi sosok dingin, sok keren yang menyebalkan.

"Biasa aja dong nulisnya."

Tulisanku lari larian semenjak Fairial terus memperhatikanku dari depan. Aku sangat membenci kehadirannya. Kenapa dia mesti ada ya Allah di dunia ini?? Seandainya aku ibunya dan dia Malin Kundang. Aku ingin mengutuknya jadi batu.

"Sori deh sori." Ucapnya, langsung aku muntahi. Aku tidak butuh kata maaf darinya. Sudah banyak hal yang ia lakukan padaku. Hanya dengan kata sori? Tidak mempan. Dosamu segunung nak.

"Pokoknya nggak ada bekal untuk hari ini."

Dia langsung terdiam. Mungkin menyesal. Biar tahu rasa dia. Bekal yang sengaja dibuatkan oleh ibu takkan sudi kuberikan untuknya. Memang enak.

TANGISAN LANGIT BIRU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang