Setelah semua perdebatan itu, Pete hanya bisa menghela napasnya dan membiarkan Vegas duduk di bangku itu. Lelah juga dia menghadapi tingkah Vegas yang lincah, ditambah lagi ternyata Vegas jauh lebih kuat daripada dirinya. Vegas tersenyum penuh kemenangan sambil menatap wajah cantik Pete yang meliriknya tajam.
Itu yang kau kira wajah galak? Seperti kucing!
"Aku membeli semua barang di pelelangan. Itu berarti Khun Pete harus meluangkan waktu untukku," cetus Vegas yang mengusap rambutnya. Rupanya karena keributan tadi rambutnya agak keluar dari tatanan.
"Aku tak pernah berjanji tentang itu," bantah Pete.
Lagipula itu keputusan sepihak yang diambil Vegas. Pete tak berniat meladeni Vegas, dia terlalu licik untuk mengumpulkan informasi. Ditambah lagi dia tak pernah setuju untuk memiliki sesi wawancara dengan Vegas.
"But you dare me, Honey." Vegas nyaris berbisik saat mengatakannya.
"Kau menantangku untuk duduk, dan aku duduk di sini." Bakat Vegas bertahun-tahun menjadi detektif membuatnya tak mudah kalah dalam hal ini.
Walau ternyata harus menghabiskan cukup banyak uang. Penghasilan Vegas selama setahun saja masih lebih sedikit dibandingkan jumlah uang yang ia keluarkarkan hari ini. Vegas pastikan dia harus balik modal!
Terkadang memang ada klien yang susah sekali untuk diajak bicara. Terutama untuk klien yang sebenarnya tahu banyak, hanya karena dia takut bicara maka dia tak berani banyak bicara.
Vegas menegaskan lagi. "Tak ku sangka kepala keluarga Saengtham tak memberikan pelayanan yang terbaik."
Pete ingin berteriak dan mengomeli Vegas habis-habisnya. Hanya saja dia langsung kehabisan kata-katanya, apalagi melihat wajah menyebalkan Vegas. Sehingga Pete menghela napasnya sambil menatap Arm, yang memberi isyarat agar Pete harus menyapa tamu lainnya.
Pelelangan memang berakhir, tetapi dia masih punya tamu di penginapan ini.
"Baik. Aku akan berbincang setelah ini denganmu," jawab Pete pada akhirnya.
Vegas tersenyum menang.
"Pete ..."
Semua kesenangan Vegas menjadi pudar saat ia mendengar Rachana yang datang. Pria tua itu bersama istrinya yang menatap Vegas dengan lekat. Wanita itu berpakaian dengan gaya yang cukup terbuka. Matanya melirik Pete dan Vegas bergantian, tampak merendahkan.
"Khun Vegas, maaf Pete harus menemui tamu," ucap Rachana dengan senyum ramahnya.
Walau mata pria tua itu memberi isyarat pada Pete. Di mana keponakannya itu harus segera pergi. Sehingga Pete hanya bisa menundukkan kepalanya pada pamannya, dan pergi tanpa menatap pada Vegas lagi.
Tak sulit ditebak jika sepanjang hidup Pete dia berada di bawah pengaruh Rachana.
Pete berlalu, pergi bersama Arm untuk bergabung dengan beberapa orang penting. Vegas pikir ia tak punya urusan apa-apa lagi di sini. Apalagi Pol sudah terlihat depresi dan pucat, dia sudah membayangkan berapa tahun bekerja dia untuk membantu Vegas membayar hutangnya!
Tapi kan Pol bisa saja meninggalkan Vegas setelah mendapat gaji! Ahh ... Janganlah, Pol tak tega. Siapa yang mau menampung bos tak tahu malunya ini jika Vegas jatuh miskin. Sejauh Pol mengenal Vegas, dia pikir Vegas hidup sendirian di Bangkok.
Tidak ada keluarga, sepupu, atau pun semua rentetan bulu sapi lainnya.
"Khun Vegas ..."
Vegas menghentikan langkahnya dan membalas sapaan dari Rachana.
"Anda baru datang tiga hari yang lalu dari Bangkok."
"Itu benar." Apa lagi yang bisa Vegas tanggapi tentang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Murder [VegasPete Story]
RandomFind the Murder. Isi kepala surat yang Vegas Kornwit baca dari pesan yang masuk dalam kotak surat kantor Detektif Swasta miliknya. Semacam sayembara yang agak kuno untuk di zaman seperti sekarang, tapi Vegas cukup tertarik. Di mana pengirim menegas...