06# Bandung Miliknya

221 26 3
                                    

Sudah 17 tahun dia menjejakkan kakinya di tanah Bandung, dan selama itu, baginya Bandung tetaplah Bandung yang menyimpan banyak hal yang bisa dia pelajari. Perjalanan panjang menuju fase dewasa, hari disaat dia kehilangan jati diri, bahkan saat dimana dia bisa menemukan bahagia yang ia cari, itu semua ada di Bandung yang ia cintai.

"Menurut gue nih ya, lo punya duit, lo punya kuasa!" Seorang laki-laki mengepalkan tangannya tinggi-tinggi, mengemukakan seolah-olah yang dikatakannya adalah fakta yang pasti akan disetujui oleh semua orang di muka bumi, terlihat dari betapa seriusnya wajah lelaki itu saat mengatakan kenyataan yang sebenarnya juga sudah diyakini benar oleh orang-orang.

"Itu mah bukan kata lo doang, Jo! Orang-orang juga banyak yang bilang gitu." Kepala laki-laki yang biasa menoleh saat dipanggil Jojo itu ditonyor dengan tidak aesthetic oleh teman di belakangnya yang mungkin sudah muak mendengar bacotan anak laki-laki itu. Sejak tadi tiada habisnya! Entah sudah berapa kosakata yang dihabiskan oleh Jojo sejak tadi, sedangkan Shaka--pelaku penonyoran--sering mengatakan kalau Jojo itu boros kosakata, mubazir!

Tapi nyatanya topik pembicaraan di dalam tongkrongan anak laki-laki memang tidak seberat beban hidup, namun yang berat disini adalah bagaimana mereka harus mendengarkan mulut kereta api Jojo setiap saat mereka bertemu. Anak bernama asli Jhonatan Wirama itu selalu menjadi yang paling menonjol dalam kelompok mereka, bahkan kata Shaka, nama Jhonatan terlalu bagus untuknya, jadi panggil saja dia Jojo, ya!

Tapi ini bukanlah tentang Jojo, atau Shaka yang kini tengah beralih untuk memperdebatkan mengapa angin tak pernah terlihat, bagaimana jika kita bisa melihat angin?

Jika angin bisa terlihat, mungkin kita dapat melihat benda alam itu menari-nari di udara seperti kepulan asap dari nikotin yang perlahan dihembuskan sosok laki-laki yang terduduk di ujung kursi panjang depan warkop. Menatap tetesan air hujan yang entah sejak kapan turun dan membasahi jalanan kota.

"Gak usah sok ganteng!"

"Yeu, hirup aing kumaha aing!"

Jika Shaka udah mengeluarkan ungkapan itu, Jojo biasanya hanya memilih diam. Laki-laki kelahiran Bogor itu terkadang sedikit bingung saat teman-temannya menggunakan bahasa Sunda.

"La! Nyebat mulu daritadi. Gue cepuin Kak Lita, ya."

"Gue patahin tangan lo, Ka." Laki-laki itu lantas melempar batang rokok yang ke 3 itu dan menginjaknya. Walaupun masih setengah, jujur saja dia sedikit takut dengan ancaman Shaka barusan.

"Tangan Shaka yang dipatahin, atau rokoknya yang dibuang??" Shaka memelototi Jojo yang kini meledek Jenggala, laki-laki yang baru saja menginjak rokoknya setelah mendengar ancaman yang sebenarnya terdengar tak seberapa, tapi bagi Gala, itu benar-benar menakutkan.

Di mata Jenggala, sosok Adiwidya Ayu Litani adalah kakak perempuan yang tak banyak bicara, karena entah mengapa sejak dulu memang bukan sosok yang terlalu dekat dengan Gala. Wanita yang tak banyak bicara, namun terkadang dia menjalankan tanggung jawabnya sebagai kakak perempuan, yaitu mengajari hal yang benar terhadap adik laki-lakinya ini. Mana yang salah, mana yang benar, mana yang tidak boleh dilakukan, dan mana yang harus dilakukan. Lita bukanlah sosok wanita yang cerewet, bukan wanita yang banyak aturan, namun dia hanya wanita disiplin dan konsisten dengan apa yang dilakukannya.

"Kalo gue liat sebenernya Kak Lita juga nggak galak-galak amat. Lo takut kenapa, La?" Shaka nyeletuk, laki-laki itu memandang asap rokok yang masih mengepul dari batang rokok yang baru saja diinjak barusan, masih sedikit menyala.

"Kak Lita nggak banyak omong, itu berarti dia percaya sama gue, Ka. Gue nggak mau dia cuma ngomong saat gue salah, "kamu nggak boleh gitu, La, itu nggak baik" gue nggak mau sampai gitu. Gue cuma pengen denger dia bangga sama gue."

2. Asmaraloka Milik Bandung | Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang