07# Lampu Kota dan Cerita Cinta

164 23 9
                                    

🎶 Kamu dan Kenangan - Maudy Ayunda


Satya mengunyah mie ayamnya dan menatap betapa ramainya jalanan kota. Walaupun Bandung tidak seramai Jakarta, namun kota ini memiliki keramaian yang menurutnya hadir dengan ciri khas nya sendiri.

"Aa nya teh orang mana? Mukanya asing kalo dilihat-lihat."

Satya tersenyum sembari menerima segelas es teh dari tangan seorang pria yang sepertinya berkepala empat.

"Saya aslinya dari Surabaya, tapi saya merantau ke Jakarta. Saya datang ke Bandung, soalnya ada kerjaan, kang," jelas Satya. Tangganya terangkat untuk menunjuk satu titik, dimana Reyhan dan Azka tengah berdiri di sebuah kios barang antik, tentu saja target mereka adalah kamera-kamera lawas yang tertata rapi dengan harga nyaris benar-benar diluar kepala karena sangking murahnya.

"Itu, temen-temen saya."

"Anak rantau juga a?"

"Engga, kang. Emang asli Jakarta mah. Tapi yang itu kang, yang lebih tinggi sedikit, itu lahirnya di Amerika, tapi besar di Jakarta."

Entah mengapa sebuah kenyataan itu berhasil membuat tatapan pria itu terlihat berbinar menatap belakang punggung Reyhan.

"Wah, Aa nya teh temenan sama orang bule?"

"Bule sengklek dia, kang. Walaupun lahir di negeri orang, kelakuannya nggak ada sama-sama kaya bule, yang ada kaya WIR."

"WIR teh apaan a?"

"Warga Indonesia Raya."

Ungkapan itu berhasil membuat pria yang dipanggil akang itu terkekeh geli. Ada-ada saja anak Jakarta satu ini. Tapi, anak Jakarta apa Surabaya, ya? Entahlah.

"Akang udah lama jualan mie ayam di sini?"

"Udah lumayan lama, dari gedung-gedung di depan ini belum di bangun juga akang udah jualan di sini a."

Warung mie ayam itu terlihat senggang dari pengunjung malam ini, akang pemilik warung itu memilih duduk di sisi Satya. Mereka sama-sama terdiam untuk beberapa saat, Satya yang sibuk dengan semangkuk mie ayam nya, sedangkan akang sibuk menerawang udara. Satya tak tahu apa yang lelaki itu pikirkan saat dia menatap lekat lalu lalang kendaraan.

"Akang tinggal di sini? Atau cuma jualan aja di sini, kang?"

Pertanyaan Satya berhasil memecah keheningan sekaligus lamunan pemilik warung mie ayam itu. Pertanyaan dari Satya hanya dibalas gelengan singkat dari akang penjual mie ayam.

"Enggak a, akang mah tinggalnya nggak di sini. Walaupun rumahnya deket dari sini."

"Tinggal sama keluarga, kang?"

"Iya, tapi dulu, a."

Jawaban itu membuat Satya sedikit bingung. Ditatapnya akang itu sekali lagi untuk mendapatkan jawaban yang pasti.

"Dulu, saya tinggalnya sama istri, sama anak lagi satu. Cuma dari dulu istri saya sakit-sakitan. Sekarang teh udah tenang di alam sana, a."

Satya tertegun. Melepas sendok mie ayamnya dan memilih untuk menepuk singkat bahu pria di sebelahnya. "Maafin saya, kang, jadi buat akang inget lagi."

"Gapapa atuh a, kenapa malah minta maaf."

"Nggak enak kalo nggak sengaja buat orang inget kenangan sedih, kang. Soalnya kita sebagai manusia nggak tau semua hal, siapa tau itu pertanyaannya menyakiti. Saya nggak tau itu menyakiti atau nggak, sebelum terlambat lebih baik minta maaf."

"Masyaallah.. Aa nya teh bijak. Hati saya jadi tersentuh."

Satya yang mendengar hal itu jadi terkekeh singkat. Dia meminum es teh miliknya untuk menghilangkan dahaga setelah memakan semangkuk mie ayam yang sudah habis isinya. Mangkuk itu sudah kosong, karena semua makanan sudah ditransfer ke perutnya. Bahkan setelah puluhan menit Satya terduduk di sini, Reyhan dan Azka masih setia di ujung jalan sana, tak berniat untuk kembali.

2. Asmaraloka Milik Bandung | Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang