08# Sekotak Senja yang Masih Sama

226 23 10
                                    

"Nggak usah beli banyak-banyak, Tang, nanti yang ada malah hilang," ungkap Juan kepada sosok gadis yang kini sedang memilih banyak spidol untuk papan tulis di kelas mereka. Jemari lentiknya masih saja meraih banyak spidol, 4 warna hitam, 2 biru, dan 1 merah. Lihatlah? Bahkan apa yang dikatakan Juan sama sekali tak didengarnya.

"Udah, ayo." Gadis itu hendak pergi dengan 7 spidol yang digenggamnya, hingga akhirnya Juan mengambil alih beberapa dari genggaman gadis itu.

"Juan!"

"Gausah banyak-banyak, Tang. Nanti hilang." Laki-laki itu menaruh 3 spidol kembali ke tempatnya, 2 warna hitam dan 1 biru. Gadis itu memicing.

"Daripada kita bolak-balik ke sini? Kan capek!" Tangan gadis itu berusaha mengambil spidol yang baru saja diletakkan Juan, namun Juan tak kalah cepat, dia menahan tangan gadis itu.

"Lebih milih bolak-balik, apa hilang? Kalo hilang, ya rugi. Uang kas nggak semua siswa juga bayar setiap Minggu, pasti ada aja yang nunggak. Kalo spidolnya ilang terus-terusan, kan jadi mubazir uang kas nya."

Gemintang terdiam. Tangannya yang dicekal Juan perlahan-lahan mulai turun lemah. Gemintang yang bungkam itu membuat Juan menerbitkan senyum tipis, sepertinya gadis itu baru sadar akan satu hal, dan tentu saja keheningan gadis itu seolah-olah baru saja membenarkan ungkapan Juan.

Juan tersenyum simpul, akhirnya mengalah mengambil satu spidol hitam lagi, dan kemudian mempertemukan ujung spidol itu dengan ujung hidung Gemintang yang masih terdiam.

"Makanya, kalo dikasih tau jangan bandel, cil!"

Spidol itu ditaruhnya pada keranjang yang kini digenggam Gemintang, pergi mendahului gadis itu menuju kasir. Menaruh keranjang itu dan membiarkan kasir toko itu untuk membayar. Ini baru pukul 5 sore, di hari Minggu yang cerah sejak pagi. Mungkin semesta juga sedang berdamai dengan segala isi bumi.

Juan dan Gemintang memilih duduk di kursi yang tersedia di depan toko alat tulis itu, hanya untuk menunggu Gemintang menghabiskan es krim stroberi nya. Juan sudah ditawari untuk membeli juga, namun ditolak dengan alasan ia sedang radang tenggorokan.

"Pokoknya di semester depan, gue harus jadi bendahara satu ya, Ju! Lo udah dua tahun jadi bendahara satu, kan gue juga pengen."

Juan yang tengah sibuk dengan benda pipih di tangannya itu menarik senyum simpul mendengarkan apa yang diucapkan Gemintang yang berucap sembari memakan es krim miliknya. Gadis itu benar-benar terlihat bertekad, pokoknya harus dia yang menjadi bendahara satu di semester depan.

"Kenapa waktu pemilihan pengurus kelas kemarin lo nggak mengajukan diri? Lo malah nunjuk gue buat jadi bendahara satu." Kalo diingat-ingat posisi Gemintang sekarang juga karena keputusannya dulu. Dia yang menunjuk Juan untuk kembali menjadi bendahara satu dan membiarkan posisinya berada di belakang Juan, sebagai yang kedua.

Kini gadis itu mengaduk es krim miliknya sembari memikirkan apa yang dikatakan Juan barusan. "Gue ngerasa lo lebih pantas buat di posisi yang pertama, Ju. Entah kenapa. Lo cocok aja jadi bendahara yang pertama. Contohnya aja kaya barusan, lo bisa berpikir kemungkinan yang terburuk antara spidolnya hilang atau kekurangan."

"Semuanya bisa dipertimbangkan, Tang." Juan menatap gadis itu yang kini termenung, seolah-olah sedang mempertimbangkan bahwa dirinya pantas atau tidak.

"Besok di semester depan, kalo lo mau di posisi satu bilang sama gue. Kita bakalan tetep jadi rekan. Terlepas dari posisi kita, gue bakalan tetep bantuin lo. Gak usah sungkan buat minta tukar posisi, biar kita sama-sama ngerasain juga, kan?"

Juan tersenyum simpul, menatap Gemintang yang terlihat mulai dibangkitkan kepercayaan dirinya. Juan itu teduh, teduh sekali saat Gemintang memperhatikan laki-laki itu lamat-lamat. Entah teduh milik siapa yang dia ambil, ayah atau ibunya. Es krim stroberi milik Gemintang tak lagi terlihat harga dirinya di depan Juan yang jauh lebih sejuk, dan juga jauh lebih manis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2. Asmaraloka Milik Bandung | Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang