PROLOG

3.3K 300 3
                                    

• PROLOG •

Gadis kecil bernama (name) yang mempunyai tubuh kecil kurus, berwajah pucat dan layu dengan badannya yang penuh luka lebam, tak lupa dengan tubuhnya yang tak mempunyai gizi sedikit pun, ia tinggal di sebuah rumah kecil, kumuh, berantakan serta ramping.

(Name) tersenyum, duduk di sebuah keramik dingin dengan pakaian yang kotor dan tipis. Mengingat esok adalah hari ulang tahunnya yang kesepuluh— sang ibu berjanji akan membawanya ke tempat indah, walau badannya menggigil dingin ia masih sempat bermimpi-mimpi akan bagaimana tempat tersebut?

Terlihat sang ibu duduk di keramik dingin menghadap ke arah televisi jadul dan dengan tangannya yang memegang alkohol, tubuh dari sang ibu tidak kalah berantakan dari anaknya, lebam-lebam, rambutnya yang kusut seperti tidak disisir berhari-hari.

Diluar sedang hujan dengan petir-petir yang terus berhambaran membuat koneksi televisi jadul susah berkerja dengan baik, mood dari perempuan tua di depannya sungguh tidak begitu mengenakan.

"Ibu, (name) beneran tidak sabar ke tempat yang ibu maksud. Ibu beneran janji kepada (name) kan?" tanya (name), ibu (name) mendecak pelan dan meminum alkohol yang ia pegang di tangannya.

"Berhenti bertanya! Saya kan sudah mengatakan iya! Iya dan iya!" Teriak kencang sebagai balasan dari sang ibu, (name) tersentak pelan, senyuman manis tetap tak luput dari wajah nya.

(Name) yang kecil masih berandai-andai akan sebahagia apa hidupnya jika ia berhasil menapakan kaki disana? Hati nya penuh gembira dan antusias.

hari itu terasa lambat, (name) tidak bisa tidur dengan tenang. Bukan dikarenakan harus tidur di keramik yang dingin atau berjaga-jaga agar tidak di hantam keras oleh sang ayah tetapi tidak sabar akan hari esok.

Esok nya telah tiba, (name) mundar mandir mencari jaket yang sudah lusuh pucat dimana-mana. ia bersenandung pelan bahkan sangat pelan agar tak membangun sang ayah.

"(Name), cepat! Jangan lelet dan menjadi anak yang bodoh." Seru sang ibu, (name) mengangguk mengerti. Kakinya mulai berlari kecil dan menggandeng tangan dingin sang ibu.

"Ibu, apakah akan lama?" Tanya (name) memakai sandal kumuh miliknya. "Ikuti saja dan jangan banyak tanya." Jawab sang ibu ketus. Dahi sang ibu berkerut kesal yang hanya (name) maklumi santai.

Bermenit-menit mereka jalan— tak lupa banyak mata tertuju karena melihat sebetapa kotornya mereka. (Name) tidak mengerti mengapa mereka menatap dengan tatapan jijik tapi toh, jika ibunya tidak peduli mengapa ia harus?

(Name) berhasil jalan jauh dari rumahnya dan sampai di suatu hutan, kakinya lurus kedepan dan terlihat pemandangan danau. Ibu (name) masih terus melangkah tetapi mata (name) tidak sedikit pun luput dari danau yang terlihat indah itu.

"Kita naik ke atas sedikit agar lebih jelas lihatnya." Ucapnya, (name) mengangguk menurut dan benar saja— terlihat lebih indah.

"Ibu! Benar, ini sungguh indah." Mata (name) berbinar terang. Sebuah tangan mengelus perlahan punggung (name), hangat rasanya.
"Ibu, besok-besok kita boleh kesini lagi—" belum sempat dijawab pertanyaan dari (name), tangan yang tadinya mengelus lembut mendorong keras (name) membuatnya terjatuh kedalam danau dingin.

(Name) yang pada hari itu tepat berumur sepuluh tahun terjatuh di danau dingin. Tubuh nya yang ramping tidak bisa mengambang karena tak pernah belajar apalagi danau tersebut begitu dingin.

obsession || LOOKISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang