Jaemin dan Jisung mendengar suara lonceng dan nyanyian puji-pujian kepada dewa.
"Apa itu?" Tanya Jaemin, dia sebenarnya sudah mengetahui bahwa suara-suara itu berasal dari para pendeta yang tadi menyerang dirinya.
Awalnya Jaemin tidak mengetahui apapun karena tidak ada kabar apapun dari para prajuritnya bahwa ada pendeta yang datang ke desa ini.
Sehingga dirinya langsung saja turun ke dunia manusia untuk mencari pengantin, sialnya dia bertemu dengan para pendeta. Karena tanpa persiapan Jaemin akhirnya kalah dari para pendeta untung saja dia berhasil kabur dan bertemu dengan Jisung.
"Oh, itu sekelompok pendeta yang diminta warga untuk menolong kami dari serangan siluman. Mereka takut bahwa raja siluman akan mengambil anak-anak mereka." Terang Jisung dengan polos.
Jaemin yang mendengar penjelasan Jisung mendadak marah, tangannya terkepal erat. Sial, warga desa ini sepertinya memang ingin menabuh genderang perang dengan dirinya.
Melihat Jaemin yang terdiam, Jisung hanya menatap kaku. Sepertinya dia salah bicara, "Kenapa diam saja?"
"Tidak kok, jadi sampai kapan para pendeta itu disini?" Tanya Jaemin kepada Jisung.
"Katanya mungkin sampai satu setengah tahun? karena para warga meminta para pendeta untuk menghabisi seluruh siluman di gunung ini, agar tidak ada lagi kejadian penumbalan," jawab Jisung.
Jaemin semakin mendecih, dia tidak suka perlawanan yang seperti ini. Para penduduk desa benar-benar meminta untuk dia binasakan secepatnya.
"Kenapa? Apakah tuan suami takut?" Tanya Jisung.
Jaemin menatap Jisung dengan tatapan bingung, panggilan macam apa yang dilayangkan Jisung kepadanya? Tuan? Suami? Benar-benar membingungkan.
"Kau memanggilku tuan suami?"
Jisung mengangguk, "Tuan sendiri yang mengatakan bahwa aku adalah seorang pengantin jadi itu artinya tuan adalah suami bukan?"
"Bukannya tadi kau memanggilku dengan sebutan Jaemin? Kenapa sekarang berubah?"
Jisung menatap Jaemin sebentar, bibirnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu tapi setelah itu bibir itu kembali tertutup, kemudian terbuka lagi.
Jaemin menatap Jisung dengan sangat sabar namun, kesabaran seorang raja siluman ini sangatlah tipis hingga akhirnya dia mendekatkan wajahnya dengan wajah Jisung.
Cup!
Jaemin langsung menyatukan bibirnya dengan bibir Jisung, Jaemin menyesap bibir itu dengan penuh rasa kekesalan.
Jisung yang mendapatkan serangan langsung saja melotot kaget, ini pertama kalinya dia mendapatkan serangan seperti ini.
Jaemin memejamkan matanya, ciuman ini membuat kekuatan Jaemin perlahan membaik. Dia juga merasakan kekuatan suci Jisung sedikit-sedikit memasuki dirinya.
Jisung yang terdiam kini tersadar saat ciuman Jaemin semakin menuntut, lalu tubuhnya terasa lemas sekali seakan-akan kekuatan dalam dirinya tersedot bersama dengan Jaemin yang sibuk menyedot bibirnya.
"Mphhh...," Jisung memberontak kepada Jaemin.
Jaemin yang mendapatkan perlawanan tersadar dengan apa yang dia lakukan, dia melepaskan Jisung. Menatap Jisung yang kini mengumpulkan napas serta tenaga.
"Apa yang kau lakukan, Tuan Suami?" Tanya Jisung, dia merasa lemas saat ini.
"Bukannya kita pengantin? Sudah seharusnya kita melakukan hal yang lebih daripada ini," ungkap Jaemin, jika biasanya dia akan memakan pengantinnya hidup-hidup.
Maka kali ini Jaemin tidak akan melakukan itu, dia menyadari bahwa sentuhan fisik seperti ciuman, ataupun hubungan badan dapat membuat dirinya kuat.
"Hah? Apakah pasangan pengantin memang harus melakukan hal seperti itu, tuan suami? Jadi kalau pasangan pengantin itu harus memakan bibir satu sama lain, tuan suami?" Tanya Jisung polos.
Jaemin menatap Jisung heran, pemuda di depannya ini terlalu lugu atau terlalu bodoh? Seharusnya diusianya saat ini pemuda itu sudah mengerti tentang hubungan suami istri atau ciuman.
"Kau tidak pernah tahu akan hal ini?" Tanya Jaemin malas.
Jisung mengangguk, selama ini Jisung hanya hidup untuk mencari uang, makan tanpa didikan orang lain. Jadi jangan salahkan Jisung jika dia tumbuh menjadi pemuda lugu yang jatuhnya malah seperti orang bodoh.
Jaemin menghela napas, jika saja Jisung bukanlah sumber kekuatannya saat ini maka Jaemin pastikan bahwa dirinya akan memakan Jisung hidup-hidup karena kesal.
"Dengarkan aku baik-baik!"
Jisung mengangguk semangat, dia merasa Jaemin akan mengajarinya sesuatu. Walaupun bodoh tapi Jisung memiliki semangat belajar yang tinggi.
"Kita adalah sepasang pengantin, kau adalah istri dan aku adalah suami. Sebagai istri kau memiliki dharma atau kewajiban yang harus kau penuhi sebagai seorang istri jika kau melanggar kau akan dikutuk oleh dewa!" Seru Jaemin menakut-nakuti Jisung.
"Benarkah? Kalau begitu tolong ajari aku, Tuan Suami!"
"Tapi sebelumnya beritahu aku kenapa kau memanggilku dengan sebutan tuan suami?"
Jisung kini menatap Jaemin, "Itu karena seluruh wanita di desa memanggil sebutan untuk suami mereka dengan kata suami! Jadi aku kira aku juga harus memakai itu!"
"Lalu kenapa kau menambahkan kata tuan?"
"Karena aku merasa sepertinya kau dari kalangan bangsawan sehingga akan aneh jika hanya memanggil mu dengan sebutan suami,"
"Sekarang panggil aku suami saja tanpa tambahan apapun, lalu aku minta jangan menyebut aku pada dirimu sendiri, ganti kata aku dengan menggunakan namamu, mengerti?"
"Baik, suami!" Seru Jisung dengan semangat, dirinya memberikan senyuman lebar penuh ketulusan.
Entah apa yang terjadi, Jaemin mendadak malu sendiri. Wajahnya memerah karena senyuman Jisung. Tetapi beberapa saat kemudian dia menggelengkan kepalanya, Jaemin tidak boleh menyukai Jisung.
"Aku akan menjelaskan dharma seorang istri! Pertama, tidak boleh membantah suami. Kedua, harus percaya pada suami. Ketiga, melakukan hubungan suami istri. Keempat, mengikuti kemanapun suami pergi. Kelima, meminta izin kepada suami jika ingin pergi! Kau paham?"
Jisung mengangguk, kalau begini Jisung pasti mampu melakukan hal itu tapi... hubungan suami istri itu apa?
"Suami, Jisung ingin bertanya!"
"Katakan apa yang ingin kau tanyakan?"
"Hubungan suami istri itu apa? Bukannya saat ini kita juga sudah berhubungan?" Tanya Jisung lugu.
Jaemin tercengang, dia sudah tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa lagi. Ah, mungkin jangan di jelaskan lebih baik langsung saja ia praktekkan hingga Jisung paham dan tidak banyak bertanya untuk kedepannya lagi.
"Ayo ikut! Aku akan mengajarimu apa itu hubungan suami istri dan hal-hal lainnya." Seru Jaemin, menuju ranjang kamar Jisung.
"Baik, suami!" Seru Jisung dengan semangat.
Tok! Tok! Tok!
Mendengar suara ketukan pintu akhirnya Jaemin dan Jisung terpaksa menghentikan acara mengajari Jisung bagaimana melakukan hubungan suami istri.
"Apakah kau memiliki tamu?" Tanya Jaemin kepada Jisung.
"Tidak, suami. Jisung tidak mengundang siapapun ke rumah,"
"Kalau begitu ayo kita buka,"
Jaemin dan Jisung berjalan beriringan, menuju ke pintu. Jisung membuka pintu rumahnya dan dia langsung dihadapkan dengan pendeta.
"Semoga kita diberkahi oleh dewa!" Seru sang pendeta memberikan salam kepada Jisung dan Jaemin.
Jisung yang mendapatkan salam langsung membalasnya dengan membungkuk, "Semoga anda juga diberkahi oleh kasih sayang sang dewa,"
Berbeda dengan Jisung yang nampak tenang, Jaemin malah sama sekali tidak tenang. Apakah mereka mencium bau siluman Jaemin?