[ Semua media yang ada didalam cerita ini saya ambil dari pinterest ]
Adinata tahu betul kesalahan yang ia perbuat. Menyukai saudara tirinya sendiri adalah sebuah kesalahan yang fatal. Namun tanpa ia tahu, bahwa Andhira, saudara tirinya juga menyuka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adinata PradyanaMahardika
Sebuah nama yang memiliki arti mendalam bagi dirinya. Nama yang diberikan oleh mendiang ayah yang sangat ia cintai. Adinata belajar, bahwa hidup itu harus siap kehilangan.
Orang yang kita sayangi, hanya akan sementara berada disamping kita. Pada akhirnya, dia akan pergi meninggalkan.
Ia tidak dapat mengutarakan semua yang ia pikirkan dalam kata-kata yang keluar dari lisan. Ia hanya bisa mengutarakan apa yang ia pikirkan dalam gerakan tangan, ataupun sebuah tulisan didalam lembaran kertas.
Adinata, pemilik senyuman yang indah dan tidak pernah bisa marah.
• • • •
Hujan kembali mengguyur kota Bogor pagi ini. Adinata memilih untuk duduk di tepi jendela, menikmati guyuran air hujan yang membasahi halaman rumahnya. Hatinya begitu tenang saat mendengar rintikan air itu. Hujan selalu membuatnya tenang.
Pintu kamar terbuka, lalu mama masuk kedalam kamar. Ia melihat punggung tirus putranya yang sedang duduk di tepi jendela, sedang asyik menikmati hujan. Mama tersenyum kecil, lalu berjalan pelan menghampiri putranya.
" Ata " Mama menepuk pundaknya pelan, membuat sang empu menoleh. Adinata menaikkan satu alisnya penuh tanda tanya.
" Lusa nanti kita sudah pindah ke rumah ayah, kamu beresin semua barang-barang mu ya " Mama berucap sangat pelan.
Ayah, ya?.
Adinata tidak bisa egois akan hal itu. Ia harus menerima apa yang terjadi. Mama berhak bahagia, mama berhak menentukan dimana hatinya kembali berlabuh setelah ayah kandungnya meninggal dunia. Adinata harus menerima takdirnya memiliki ayah tiri. Ia lalu tersenyum simpul dan mengangguk sebagai jawaban.
" Terimakasih sudah mau menerima dia sebagai ayah kamu nak, terimakasih " Mama lalu memeluk putranya begitu erat, cairan bening mulai membasahi pipinya.
Pagi itu, dua manusia menangis dalam kesunyian yang hanya ditemani suara rintikan hujan.