Aku benar-benar membenci Air. Aku membenci Samudra, bahkan membenci Laut. Dulu kamu memang sahabatku, tapi Karena kamu, karena perbuatanmu, kamu memisahkan diriku dengannya.
Di hari yang mulai gelap, Biyu baru saja sampai di rumah sehabis sepulang sekolah, dengan kondisi seragam sekolah yang sobek. Ketika Lia, Ibu Biyu menyambut kedatangannya, wajahnya langsung khawatir melihat kondisi Biyu.
“Yu? Baju kamu sobek sayang? Siapa yang bikin baju kamu sobek nak?” Tanya Lia. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Biyu pun langsung naik tanpa menjawab pertanyaan ibu nya. Menaiki Satu persatu anak tangga untuk menuju ke kamarnya.
Biyu selalu saja seperti itu. Lia sebenarnya tau, kalau Biyu selalu mendapat perundungan di sekolah oleh teman-temannya, hanya saja Biyu tidak terus terang kepadanya. Karena khawatir, Lia langsung menghampiri Biyu. Perlahan, Lia membuka pintu kamar Biyu dan langsung masuk.
Kamarnya gelap, tas sekolah yang tergeletak di lantai, disitulah Biyu menutup dirinya dalam selimut. Hal itu sudah menjadi rutinitas untuk Biyu. Berangkat ke sekolah, mendapatkan perundungan dari teman-teman sebayanya, pulang dalam keadaan kotor, sampai rumah, masuk kamar dan bersembunyi di dalam kegelapan.
Kali ini, Lia tidak akan tinggal diam. Ia harus mengubah sikap Biyu yang cenderung berpengaruh negatif untuk anaknya.
“Biyu? Mau sampai kapan gini terus? Ibu setiap hari khawatir sama kamu,” ucap Lia pada Biyu, tapi Biyu seperti engga menjawabnya.
Ibunya pun menghela nafas.
“Yu… Ibu tau, kamu pasti belum bisa melupakan kejadian beberapa tahun yang lalu, tapi mau bagaimanapun kamu harus mengikhlaskan nya nak”
“Tapi bu, karena dia, Biyu benar-benar tidak mau kenal sama yang namanya air. Biyu menyesal pernah berteman dengan air bu. Setiap kali Biyu ke pantai atau ketempat renang, Biyu selalu teringat bu”. Jelas Biyu.
“Ibu ngerti kok, kalau Biyu sekarang takut, bahkan benci sama air. Coba kamu bayangin kamu dan teman-teman yang suka menindas kamu. Kalau terus diam, apa mereka akan berhenti? Nggak kan? Nah maka dari itu, kamu harus buktikan ke mereka. Kamu tunjukan ke mereka kalau kamu bisa Biyu. Contohnya berenang. Ibu yakin banget kamu bisa Yu. Dan satu lagi, kayaknya ibu harus kasih sesuatu ke kamu sekarang. Tunggu sebentar, Ibu ambil dulu.”
Lia pun keluar dari kamar Biyu untuk mengambil sesuatu. Heran, Bingung. Itu yang saat ini rasakan.
“Kasih sesuatu? Ibu sembunyiin apa dari aku?” tanya Biyu dalam batin.
Sampai akhirnya Lia datang membawa kotak berwarna coklat di tangannya.
“Itu apa bu?” tanya Biyu.
“Ibu minta sama kamu, kamu baca semua surat ini ya. Ibu harap kamu mengerti dan berubah fikiran setalah baca,”
Perintah Lia. Biyu membalas dengan anggukan. Lia pun meninggalkan Biyu sendirian. Membiarkan Biyu mendapatkan tempat untuk tenang.
Biyu membuka kotak tersebut. Matanya tertuju pada foto sewaktu dirinya masih kecil. Di foto itu, Biyu tersenyum
Lebar. Ia sedang berenang dengan seseorang laki-laki. Biyu membalik foto itu dan ada tulisan, Aku dan putra kecil kesayanganku.
Biyu juga melihat ada buku kecil. Ia mengangkat buku tersebut, tapi secarik kertas terjatuh. Sontak Biyu mengambil kertas itu.
Coretan berbentuk huruf menarik perhatiannya. Tulisan tangan yang tidak asing bagi Biyu
Untuk Biyu Pradana Yodha, Putra Rajendra Abisatya, yang sangat aku cintai. Putraku, ayah membuat surat ini Khusus untuk kamu sayang. Di surat ini, ayah ingin menceritakan kisah ayah. Mungkin kamu berfikir sedari dulu, ayah sudah bersahabat dengan air? Tapi sebenarnya, Ayah takut dengan air. Karena air merenggut nyawa Nenek kamu. Ayah benar-benar takut. Saat itu, satu-satunya orang yang ada hanya tante kamu. Hanya dia satu-satu keluarga Ayah. Kakek kamu, tidak pernah Ayah anggap.
Ia selalu saja menyiksa Nenek kamu. Dan benar saja, kakek kamu yang membunuh Nenek kamu. Ia membawa Nenek kamu ke pantai, mencari tempat yang tinggi, lalu didorongnya. Entah apa yang mereka permasalahkan. Sampai ia tega melakukan hal itu. Itu membuat Ayah selalu terbayang kejadian itu. Setiap melihat air, Ayah takut. Melihat itu terus menerus di pantulan air sampai keajaiban terjadi pada ayah. Tuhan memberikan ayah orang-orang baik, tante kamu yang setiap hari tidak pernah bosan memberikan dukungan. Teman Ayah, dia yang mengenalkan Ayah pada dunia berenang. Dan terakhir, ibu kamu, ia selalu ada disisi ayah. Dari semua itu, Ayah sadar, tidak ada yang perlu ditakutkan. Semua bergantung pada diri kita. Mungkin cerita Ayah agak terdengar biasa saja. Ayah tidak tau, kedepannya apa tantangan yang akan kamu hadapi. Ayah harap, kamu tidak membenci air. Tanpa air, kita tidak bisa hidup. Tanpa air, hewan-hewan laut tidak bisa hidup. Air tidak pernah jahat sayang. Semua ini bergantung pada diri kita sendiri, Tuhan, dan takdir yang akan menuntun. Masa lalu, biarlah berlalu. Jangan pernah kamu membiarkan diri kamu tenggelam dalam ketakutan. Satu lagi, ini permintaan terakhir Ayah. Ayah mau kamu terus berenang. Bekerjasama dengan air tidak begitu buruk. Jadi, bersahabatlah dengan air, karena air tidak akan pernah menyakiti kamu. -Dari Rajendra untuk Biyu-
Setelah membaca Surat dari mendiang ayahnya, Biyu tersadar, bukan Air lah yang selama ini menjadi musuhnya, tapi masa lalu yang membuat dirinya takut hingga benci.
“Betul kata Ibu, aku nggak bisa gini terus,” batin Biyu. Ia berdiri dari tempat tidurnya, keluar dari kamar untuk menghampiri Ibunya.
“Bu, Biyu mau coba berenang lagi. Biyu mau buktiin juga ke teman-teman Biyu, kalau Biyu itu bukan orang yang pantas mereka remehkan,” ucap Biyu.
**
Beberapa hari kemudian, Biyu pergi ke tempat latihan berenang, di sekolahnya, Seorang diri. Mengingat Biyu tidak memiliki teman sama sekali. Baru saja dirinya menginjakan kakinya, tiba-tiba ia melihat ada yang sedang marah-marah dari kejauhan pada seorang perempuan yang terlihat ketakutan. Ia kenal sosok disana yang ternyata ia Amel, murid populer.
Ia dikenal hebat dalam bidang olahraga renang, tetap saja, Amel termasuk orang yang meremehkan dirinya. Niat Biyu ingin menolong, tapi seluruh tubuhnya sangat sulit ia gerakan. Rasa takut menghampirinya.
“Tenang Biyu, kamu harus bisa mengalahkan dia,” Batin Biyu. Tanpa berlama-lama, Biyu langsung menghampiri
Amel. Keberanian Biyu menyebar hingga darah seperti mendidih. “Mel! Stop, bisa nggak lo nggak cari masalah?” tanya Biyu agak kesal.
“Ya terserah gw dong. Lo siapa?” balas Amel sambil mendorong Biyu. Karena kesal, Biyu membalas hingga Amel terjatuh, mengaduh kesakitan.
“Sekarang lo berani ya Yu? Gini aja, gimana kalau kita adu berenang? Kalau lo kalah, lo harus siap buat jadi babu gw. Kita bakal adu dua minggu lagi di kolam renang sekolah.” tantang Amel.
“Ok Mel, siapa takut? Kalau lo kalah, jangan pernah lo ganggu gw dan cewek disebelah gw ini,” jawab Biyu. Amel hanya berdecih kesal dan langsung pergi dari mereka berdua.
“Makasih ya, kalau nggak ada lo, mungkin gw udah habis sama Amel.”
“Iya sama-sama, ngomong-ngomong, nama lo siapa? Sekalian gitu kita kenalan.”
“Nama gw Vivi.”
“Gw Biyu, salam kenal ya Vivi, gw harap kita bisa jadi teman baik.”
**
Setelah kejadian itu, Biyu dan Vivi menjadi teman baik. Ternyata, Vivi adalah salah satu siswi dari ekskul renang. Ia juga mendapat perundungan dari Amel dan beberapa temannya. Biyu tidak sendiri mengalami hal ini, Vivi juga mengalami hal yang sama dengannya.
Saat ini, Biyu suka datang ke tempat Vivi untuk menunggunya selesai ekskul. Beberapa saat kemudian, Vivi pun selesai ekskul dan menghampiri Biyu. “Hai Biyu, lo pasti nunggu lama kan?” sapa Vivi sekaligus bertanya.
“Nggak kok Vi. Eh, ayo kita pulang, keburu sore,” ucap Biyu.
“Ok, tapi aku bersih-bersih dulu ya.”
“Iya Vi, gw tunggu disini ya,” ucap Biyu. Vivi langsung pergi meninggalkan Biyu. Tak lama kemudian, ada seorang laki-laki datang menghampiri Biyu. Menyambut Biyu dengan senyuman. “Hai, kalau boleh tau lagi nunggu siapa?” tanya Dika, kakak kelas Biyu.
Dika salah satu siswa dari ekskul renang, sekaligus cowok populer di sekolah. Banyak siswi di sekolah yang menyukai Dika. “Eh iya kak, nungguin Vivi nih hehe, kakak sendiri nggak balik?” tanya Biyu malu.
“Baru selesai gw. Oh iya, gw dengar dari anak-anak sini, lo sama Amel bakal tanding ya Renang? Gila lo keren sih, Baru kali ini ada yang ngelawan Amel. Tapi, gw yakin yang menang lo sih,” puji Dika. Biyu tersipu mendapat pujian dari Dika.
“Bisa aja kak, gw nggak sejago itu.” Ucap Biyu, ragu.
“Nggak, gw yakin banget lo bisa ngalahin Amel. Biar tau rasa itu cewek. Gw dukung lo Yu. Eh Btw, gw duluan ya. sering-sering main ke sini,” ucap Dika dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Biyu mengangguk. Dika pun meninggalkan Biyu.
“Wahhh, ada yang punya temen baru nihh kayak nyaaa” bisik Vivi yang tiba tiba muncul disebelah Biyu. Tentu saja Biyu terkejut melihat Vivi.
“Ih ngagetin aja lo vi”
“Jangan lupain gua ya Bi kalo lu dapet temen baru”
“Apasih vi, dramatis banget lu” ucap Biyu sambil geleng geleng kepala melihat tingkah dramatis temannya itu.
“Udah yuk pulang, udah sore banget nih”
**
Sejak kejadian sore hari tersebut, Biyu termenung, mengingat ucapan Dika padanya. Gw yakin banget lo bisa ngalahin Amel. Kata-katanya membuat Biyu benar-benar ingin membuktikan. Sampai rumah, Biyu merenung, sudah satu minggu berlalu. Sebelumnya, Biyu mencoba untuk melihat air di pantai. Terkadang Biyu masih suka membayangkan kejadian mendiang Ayahnya. Sepertinya, aku harus benar-benar bisa menerima. Aku harus meminta maaf pada Rajendra.
Keesokan harinya, di Sabtu pagi, Biyu diajak Vivi ke sekolah untuk berlatih renang. Memang murid-murid ekskul renang, diperbolehkan oleh sekolah untuk memakai kolam renang di hari sabtu.
“Ayo Yu, cepet!” ucap Vivi, terburu-buru.
“Aduh Vi, sabar dong sepatu gua lepas ni” Ucap Biyu yang kesusahan karena sepatunya terlepas.
Lalu, mereka pun akhirnya masuk kedalam kolam renang.
**
Sudah 2 jam, tapi Biyu masih saja belum menyentuh air. Vivi yang memperhatikan Biyu langsung menghampiri sahabatnya. “Yu, lo kenapa? Sini dong,” ajak Vivi.
“Nanti Vi,” ucap Biyu. Dari raut wajah Biyu, ia terlihat ragu. Dengan kekuatan kepekaan seorang Vivi, ia duduk di sebelah Biyu, mencoba bertanya pada sahabatnya.
“Yu, lo kenapa? Lo sakit?” tanya Vivi khawatir.
“Nggak Vi, gw gapapa kok. Cuman, gitu… Gw-”
“Lo takut air Yu?” pertanyaan Vivi mengejutkan Biyu. Sejak berteman dengan Vivi, Biyu belum menceritakan soal dirinya yang membenci air. Ia merasa kalau belum waktunya saja.
“Kayaknya tebakan gw bener. Gapapa kok Yu. Semua orang butuh proses. Ga perlu cerita sekarang kok, kalau udah siap aja-”
“Sebenarnya Vi, gw takut air karena dulu sempat ada kejadian yang bikin gw trauma. Gw bisa berenang, cuman gw jadi nggak suka karena gw takut. Kebayang terus. Tapi Vi, gw mau hilangin rasa takut gw. Gw nggak mau terjebak terus,” ucap Biyu, semangat. Vivi yang mendengar ucapan Biyu lega sekaligus senang.
Biyu, gw bakal dukung lo kok, lo pasti bisa melawannya. Dan juga, gw yakin lo bisa ngalahin Amel. I trust you, semangat Biyu Pradana Yodha. Tunjukan ke mereka bahwa lo, itu hebat. Selesainya mereka. Semua kembali ke rumah masing-masing, kecuali Biyu. Ia pergi ke pantai untuk menemui sahabatnya. Sesampainya, Biyu menatap laut dengan semu. Semua yang Biyu alami, berubah begitu saja semenjak Biyu membaca surat dari Rajendra.
Hai kawan. Lama tak berjumpa. Aku kesini untuk merenung dan melihat keindahanmu. Maaf, aku baru menghampirimu sekarang. Aku sadar, bahkan masa lalu lah yang telah mengubah pandanganku terhadapmu, aku benar-benar minta maaf. Tidak lupa, aku ingin berterima kasih. Tanpa kamu, aku tau seperti apa air. Betapa indahnya kamu. Manfaatmu dalam kehidupan ini. Sekarang, hari ini, detik ini. Aku mau kita berteman lagi. Aku harap kamu mau memaafkanku. Izinkan aku, untuk bekerja sama denganmu.
**
Sudah dua minggu berlalu. Hari dimana Biyu dan Amel akan bertanding. Banyak yang menatap Biyu remeh,
Menertawakan dan mengejek Biyu. Ia tidak peduli dengan semua itu.
“Wah, lo beneran dateng. Kalau gitu langsung aja kita mulai,” ucap Amel.
Tidak banyak bicara, Biyu langsung ke posisi. Mengambil nafas. Mengumpulkan semua motivasi yang ia dapatkan.
“Ayah, Biyu akan melawan ketakutan Biyu. Ayah, Biyu ingin Ayah melihat Biyu ya,” batin Biyu.
“Siap!” suara peluit yang ditiup oleh wasit berbunyi. Hebatnya, Biyu tidak membayangkan kejadian itu. Tubuhnya seakan terbawa air. Sensasi yang sudah lama ia tidak rasakan. Semua orang yang menonton terkejut. Biyu sangat cepat. Vivi dan Dika juga terkejut melihat Biyu. “Wah, Biyu cepet banget. Gw baru tau Biyu sejago itu,” ucap Dika.
“IYAKAN! TEMEN GW MEMANG KEREN.” Posisi Amel benar-benar terdesak. Ia mencoba menambah kecepatannya, namun tidak terkejar sama sekali. Biyu terus berenang, dengan suasana hati yang sangat senang. Dan Biyu membuktikan pada teman-temannya. Di depan semua orang. Ia berhasil membuat semua orang diam. Biyu… mengalahkan Amel yang notabenenya siswi andalan sekolah. Semua orang yang mendukung Biyu bersorak kencang.
“TUHKAN GW BILANG APA. LO PASTI BISA BIYU. GW BANGGA DEH SAMA LO.” Teriak Vivi yang bangga dengan Biyu
“HEH BIYU! MUNGKIN LO BERUNTUNG KALI INI, TAPI BESOK GW NGALAHIN LO,” teriak Amel dari
Kejauhan. Ia tidak bisa menerima kekalahannya. Baru saja menginjak satu langkah, Amel terpeleset dan terjatuh. Semua orang disana menertawakannya. Termasuk Vivi dan Dika. Amel malu setengah mati. Ia berlari menahan rasa malunya.
Laut… lihatlah, aku bisa membuktikannya padamu, bahwa aku mengubah ketakutanku menjadi kekuataan. Aku janji, aku tidak akan membenci kamu lagi, karena sekarang aku akan terus menjadi temanmu. Untuk selamanya. -Dari Biyu Pradana Yodha untuk Laut-