serayu

2 0 0
                                    

Ayah ku merupakan seorang pelaut handal. Aku ingin menjadi pelaut yang handal seperti Ayah ku. Pada suatu bulan di musim panas, Ayah pergi berlayar bersama kru nya. Aku meminta untuk ikut dalam pelayaran satu ini, tetapi Ayah tidak mengizinkan ku. Kamu masih terlalu kecil, ucap nya.

1 bulan berlalu. 2 bulan, bahkan sudah 10 tahun. Ayah ku sampai saat ini masih saja belum pulang. Aku dan Ibu ku tidak mendengar kabar Ayah ku semenjak 9 tahun yang lalu. Bahkan tidak ada yang tahu dimana kah Ayah dan kru nya berada sekarang. Ada gossip yang beredar bahwa kapal milik kru Ayah ku dibawa oleh sebuah makhluk mitologi laut. Ibuku memberitahu ku untuk tidak mempercayai nya, “Ayah mu akan pulang nak, suaru hari nanti.” Begitu, kata Ibu. Tetapi, dimana Ayah ku berada, hingga 10 tahun Dia dan kru nya tidak kunjung pulang?
****
Sekarang Aku sudah cukup dewasa untuk berlayar. “Kapten Sainz!” saut salah satu kru ku. Nama ku adalah Andrea Sainz, aku merupakan kapten dari salah satu kapal ternama di negri ini. Aku memiliki karir yang cemerlang, orang-orang bilang itu merupakan warisan dari Ayah ku. Cita-cita ku selalu ingin menjadi pelaut. Mungkin menurut banyak orang, Aku ingin menjadi pelaut untuk meneruskan jejak keluarga ku. Jawaban nya, tidak. Aku ingin menjadi pelaut bukan karena ingin melanjutkan warisan keluarga ku, tetapi karena Aku ingin mencari dimana Ayah ku berada.
Begitulah singkat nya. Alasan mengapa Aku sangat ingin menjadi pelaut. Malam ini Aku pergi berlayar bersama kru ku.
“Andrea!” sahut Ollie. Ollie merupakan asisten kapal ku, dan juga sahabat ku dari aku kecil.
“Andrea, apakah kau benar-benar ingin melakukan ini?” Tanya Ollie.
“Ollie, kau tahu seberapa aku ingin menemukan dimana Ayah dan Kru nya berada. Lalu, bukan kah itu akan menjadi sebuah kisah legenda? ‘Kapten Sainz dan kru nya berhasil menemukan kru yang hilang 10 tahun yang lalu’ bayang-kan Ollie. Bukan kah itu sangat keren?” Jawab ku, dengan nada meyakinkan.
“Baiklah, bila itu mau mu. Nyalakan mesin kapal nya!” Perintah Ollie pada awak kapal untuk menyalakan mesin.
****
Sampailah kami di pulau dimana Ayah ku hilang. Ayah pernah mengirim kan surat dengan alamat tempat ini, yang menjadi kan destinasi kami, yaitu ‘pulau cakha’.
“Dimana penghuni pulau ini?” Tanya Ollie, dengan nada tegang.
Setelah kami berkeliling pulau selama 30 menit, akhir nya kami masuk ke salah satu desa di pulau itu. Rekan ku, Rasa, memanggil ku dengan raut wajah ketakutan dan intonasi yang bergetar.
“Sainz, ini pulau mati. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari pulau ini. Lihat, bahkan barang-barang nya sudah banyak yang usang dan berdebu.”
“Tidak, tidak mungkin ini pulau mati. Kita cari hingga menemukan sebuah hint, bila tidak, kita pulang” jawab ku. Sebenar nya, aku sendiri pun ragu kami akan menemukan sebuat hint, tapi apa boleh buat? Kami sudah sampai di pulau cakha, bukan kah sia-sia bila tidak menemukan sesuatu?
****
Malam pun tiba, dan kami belum juga menemukan sebuah hint pun. Aku dan kru ku mulai menyerah.
“Andrea, you sure? Kamu masih ingin mencari? Kita sudah mencari hint selama setengah hari, dan tidak menemukan apapun” Sahut Ollie, dengan muka kelelahan.
“There’s no Andrea at work, hanya kapten Sainz. Baiklah, kita pulang besok pagi” Jawab ku, dengan nada menyerah.
Ollie pun meminta maaf kepada ku, karena menyebut nama awal ku, dan bukan nama akhir ku. Saat kami bersiap untuk tidur, seketika Rasa berlari ke arah kami dengan wajah yang exicted.
“Kapten! Teman-teman! Lihat! Aku menemukan sebuah hint yang selama ini kita cari!”
Rasa kantuk ku seketika hilang, dan aku bisa merasakan rasa kegembiraan di setiap muka kru kecil ku ini.
“Kertas ini merupakan surat, kapten. Surat perpisahan. Tapi, tidak tertulis untuk siapa kah ini tertuju” sebut Rasa, dengan muka bingung.
Aku menyuruh Rasa untuk membaca kan surat itu dengan suara yang lantang. Betul kata Rasa. Di dalam surat tersebut, tidak terdapat keterangan untuk siapa surat perpisahan ini tertuju. Tetapi, dalam surat itu, terdapat dua hint yang menurut ku, akan sangat berguna bagi kami mencari dimana kah Ayah dan Kru nya, dan juga kemana kah pergi nya penduduk desa ini.
****
Pagi pun datang, kami melanjutkan pencarian kami dengan menggunakan clue pertama. Yaitu adalah, gua yang berada di belakang hutan. Kami pun pergi ke hutan tersebut, dan menemukan gua yang di maksud, mungkin?
“Kapten, di dalam surat, terdapat keterangan bahwa gua nya memiliki pintu yang besar, dan tertutupi oleh pohon-pohon yang gersang. Tapi, bukan kah ini seperti baru ditanam?” Sebut Aksa.
“Betul, ucap mu Aksa. Ini merupakan pohon yang baru ditanam. Bahkan, ini seperti baru disiram. Hati-hati, kawan. Kita tidak tahu apa yang kita hadapi di pulau ini” Jawab ku, pada pertanyaan Aksa.
Kami menemukan gua yang disebut oleh surat tersebut, tetapi aku memiliki perasaan yang buruk tentang gua ini. Apa yang ada di dalam gua tersebut, hingga membuat perasaan ku buruk? Aku tambah penasaran, dan aku pun mendekat pada pintu gua tersebut.
Aku berjalan dengan pelan, sendirian. Seketika, teman-teman yang lain meneriaki ku, “Hey, Sainz!” lalu aku menyuruh mereka untuk mendekat dengan cepat.
“Whatever is in there, kita hadapi bersama, oke?” kata ku, pada kru ku.
Ollie memgang obor untuk menerangi jalan gua yang sangat gelap dan tampak sempit itu. Kami menemukan tulisan-tulisan di dinding gua. Tulisan yang ditulis menggunakan batu itu sangat membuat kami terkejut. Bagaimana kami tidak terkejut? Dinding-dinding tersebut bertuliskan ‘tolong kami’, ‘seseorang ingin menculik kami’, dan lain sebagai nya.
Setelah melihat-lihat, Rasa, lagi-lagi menemukan sebuah hint. Rasa memang jago nya untuk hal seperti ini. Rasa merupakan juara tebak-tebak an di kota ku. Semua tebak-tebakan, pasti dia tau jawaban nya. Mau itu tebak-tebakan lama atau pun baru.
“Damn it, Sainz. We need to get out of here. Sainz, lihat ini” teriak Rasa, pada aku dan lain nya.
“Apa yang kamu temukan, Rasa? What is happening?” jawab ku.
Aku mengerti mengapa Rasa menyuruh kami untuk pergi dari pulau ini secepat nya. Pulau ini... terdapat mitologi laut yang mungkin saja mencuri Ayah ku.
“Andrea, I speak as a friend. Not as your co-capten, you okay? Gapapa kalau ingin mundur” Ollie menanyakan ku, tetapi aku langsung menggelengkan kepala ku.
“Kita sudah jauh-jauh sampai sini, dan kita ingin memutar balik? Ollie, aku bukan anak kecil lagi yang merengek ditinggal Ayah nya saat berlayar. Aku bisa melakukan ini. Kita. Kita bisa melakukan ini” Jawab ku, pada pertanyaan Ollie.
Kami pun melanjutkan pencarian kami, dan menemukan ujung gua. Di dalam surat perpisahan itu, terdapat satu hint yang belum kami temukan. Yaitu adalah, danau. Surat itu menyatakan bahwa kami tidak boleh terluka. Bahkan tergores sesikit saja. Bila kami terluka sedikit saja, dan memantulkan diri di benda yang bersinar, makhluk tersebut akan datang. Dan opsi kedua, bila kami mencelupkan sedkit saja badan kami, makhluk itu akan datang.
Malam pun tiba, kami memberhentikan pencarian kami dan memutuskan untuk beristirahat di goa tadi.
“Aksa, kamu belum tidur?” Tanya ku pada Aksa.
“Belum, kapten” Jawab Aksa dengan nada lemah-lembut.
“Andrea, Aksa. Kita sedang tidak bekerja” Jawab ku dengan nada lembut pada Aksa.
“Apakah ada sesuatu yang ada di benak pikiran mu, Aksa? Kamu terlihat cemas” tanya ku pada Aksa.
“Nothing. Aku hanya menikmati seberapa indah nya dunia. Seberapa indah nya bintang-bintang yang ada di malam hari ini. Andrea, bagaimana kalau kita ikut hilang seperti yang lain?” tanya Aksa.
Aku terkejut saat mendengar pertanyaan Aksa. Bagaimana kalau kami ikut hilang? Aku tidak pernah memikirkan itu. Aku terdiam saat mendengar pertanyaan Aksa.
“Aksa, maaf. Aku tidak pernah memikirkan itu sebelum nya. Tapi, aku berjanji, aku akan berusaha dengan sebaik mungkin agar kita semua bisa kembali, oke?” jawab ku, dengan nada meyakinkan.
Aksa mengangguk, dan kami pun melanjutkan pembicaraan kami tentang betapa indah nya alam ini.
****
“ANDREA SAINZ!” teriak ollie.
“Please, don’t scream. Im in my sleep,Oliver” Jawab ku dengan ketus pada Ollie. Siapa yang tidak marah? Ollie meneriaki ku dan Aksa yang masih tertidur di jam 5 pagi.
“Andrea, bangun. Kamu harus liat, Andrea” kata Ollie.
“WHAT!? What did you try to show me, in the middle of my sleep, Oliver?” Jawab ku dengan nada ketus.
Rasa membangunkan Aksa, dan kami pun berjalan ke tempat yang Ollie sangat ingin tunjukan itu.
Ternyata, tempat itu merupakan danau. Danau yang di tuliskan dalam surat itu beneran ada.
“What in the world did you find, Oliver dan Rasa...” Tanya ku dengan nada terkejut.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang, Kapten?” Tanya Rasa dengan rasa perasaan yang menggebu-gebu.
“Aku... tidak tahu” Jawab ku, buntu.
“Andrea, kita sudah berada di ujung pencarian kita. Bagaimana bisa kau buntu??” jawab Ollie.
“Oliver, dengarkan aku. Bila kita ingin menemukan makhluk tersebut, salah satu dari kita harus terluka, atau masuk ke dalam danau tersebut, agar makhluk itu datang. Pertanyaan ku, adakah yang bersedia?” jawab ku, pada Oliver.
“Aku, Kapten. Aku bersedia.”
Aku terkejut saat mendengar itu, dan lebih terkejut saat mengetahui bahwa itu adalah Aksa.
“Aksa, aku sedang tidak bercanda. Ada kemungkinan kamu tidak akan kembali. Apakah kamu yakin untuk melakukan ini? Mari kita bicarakan ini dengan kepala dingin, Aksa. Aku tidak akan memutuskan nya dengan secepat itu” Jawab ku pada Aksa.
Baru tadi malam. Tadi malam, Aksa mencemaskan apakah kita bisa kembali atau tidak. Tetapi, apa yang terjadi selama satu malam hingga dapat membuat Aksa bisa membuat keputusan sebesar itu?
****
Siang pun tiba. Rasa, lagi-lagi Rasa. Rasa menemukan surat lain nya. Dalam surat itu bertuliskan bahwa, bila kami ingin menemukan orang-orang yang hilang, kami harus mengkorbankan salah satu dari kami. Dan seperti nya, Aksa sudah membaca surat itu terlebih dahulu. Ekspresi Aksa terlampau biasa saat Rasa membaca kan surat tersebut. Oh, Aksa....
“Aksa, you sure? Kamu yakin?” Tanya ku, terakhir kali nya pada Aksa.
“Kapten, atau.... Andrea. Aku sudah memikirkan ini baik-baik selama semalam. Kapten, it’s an honor to be  in your wonderfull crew. Terima kasih, Andrea. Terima kasih telah menjadi kapten yang hebat. Ollie, terima kasih telah menerima ku di kru ini. Mungkin aku masih menjadi gelandangan bila kamu tidak merekrut ku pada saat itu. Rasa, oh Rasa... teman baik ku. Terima kasih telah membuat ku merasa nyaman di kru ini. Rasa, kamu itu hebat! Jangan lupakan itu. Kalian semua hebat, terima kasih atas semua petualangan nya, Kapten” Jawab Aksa, dengan nada tegar.
Kami pun memeluk Aksa, untuk yang terakhir kali nya. Aksa pun berjalan kedalam danau, dan melambaikan tangan nya. Lama kelamaan, tubuh nya pun menghilang. Tidak ditemukan. Hirap.
Kami pun kembali ke desa, dan menemukan orang-orang desa telah kembali. Orang-orang desa pun memeluk kami, dan juga berterima kasih karena telah membantu mereka. Tapi, masih ada satu yang mengusik pikiran ku. Siapa yang menanam pohon-pohon di hutan, dan di mana Ayah ku sekarang?
****
Saat sudah sampai dermaga, aku dan yang lain pulang ke rumah masing-masing. Mungkin Rasa yang akan merasakan seberapa besar nya kehilangan Aksa. Rasa sudah tinggal bersama Aksa selama bertahun-tahun, akan sulit untuk Rasa untuk menyesuaikan kehidupan tanpa Aksa.
Aku terkejut saat sampai rumah. Ayah. Aku bertemu dengan Ayah ku lagi, selama 10 tahun. Ayah lalu menceritakan apa yang terjadi kepada nya dan kru nya.
Malam pun tiba, dan aku masih memikirkan Aksa. Aksa, seperti nama mu yang berarti kan jauh. Aksa, pergilah jauh ke tempat yang kau ingin kan. Aksa, selamat jalan dan sampai jumpa di kehidupan selanjut nya.

1: Petualangan BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang