036

4.6K 241 4
                                    

Mendapat persetujuan dari sang kekasih, Gilang membawa Fatah ke dalam ciumannya. Mengajak lidah lawannya untuk saling membelit dengan lidahnya, sehingga menimbulkan suara kecipak basah yang terdengar renyah sebagai bukti bahwa keduanya menikmati ciuman itu.

Sembari fokus pada permainan lidahnya, Gilang menuntun tubuh Fatah untuk berbaring di ranjang dengan begitu hati-hati. Gilang melepas pangutan di antara mereka hanya demi menata bantal dan memastikan Fatah sudah nyaman dengan posisinya.

Tangan Gilang bergerak membantu Fatah melepas semua pakaian yang dikenakan, kemudian melemparnya ke sembarang arah.

Gilang juga ikut menanggalkan pakaiannya dan kembali menindih tubuh Fatah. Dia diam menatap Fatah yang berada dibawahnya, menjilat bibirnya yang terasa kering sebelum mengulas senyum tipis. Gilang tidak bisa munafik bahwa matanya suka dengan apa yang dia lihat.

Berbanding terbalik dengan Fatah yang justru memalingkan mukanya ke arah lain untuk menutupi rona merah yang menjalar bahkan sampai ke kuping. "Maaf..." cicitnya.

Gilang mengernyitkan alisnya. "Maaf kenapa?" tayanya bingung.

"Maaf kalo badan gua gak sebagus kaya yang lo bayangin. Badan gua gak mulus karena ada banyak noda karena kebacok dan kegores yang gak bisa ilang bekasnya" kata Fatah begitu pelan.

Gilang tidak membalas perkataan Fatah dan lebih memilih untuk menundukkan tubuhnya guna mengecup setiap permukaan kulit di tubuh Fatah. Tangannya juga tidak tinggal diam menyusuri tubuh yang tetap terasa halus meski dengan banyaknya bekas luka yang membuat tubuh itu tak lagi terlihat mulus. Di sela kecupannya, sesekali dia meninggalkan beberapa jejak berupa ruam ungu hasil hisapannya pada kulit Fatah.

Kulit yang semulanya putih sudah mulai ternoda dengan banyaknya hasil cupangan yang bersanding kontras dengan bekas-bekas luka yang katanya tak bisa dihilangkan.

"Gua bahkan gak pernah ngebayangin kalo badan lo bakal sebagus ini. Bahkan dengan semua bekas luka ini, badan lo tetep cantik dimata gua" kata Gilang di sela kecupannya membalas perkataan Fatah.

"Ah..." Fatah mendesah ketika Gilang menghisap paha bagian dalamnya. Ini juga yang membuat Fatah kembali pada kenyataan dan tersadar bahwa Gilang sudah bermain cukup jauh.

Gilang mendongak untuk melempar senyuman manisnya pada Fatah. Dia kembali merangkak naik dan beralih mencium bibir kekasihnya yang sudah menjadi candu.

"Mmhhh...." Fatah memejamkan matanya dan menikmati ciuman itu. Dia juga menikmati usapan-usapan lembut yang Gilang berikan pada sekujur tubuhnya. Tangan besar yang terasa kasar itu tidak melewatkan satu inci pun dari tubuhnya. Mulai dari perut, pinggang, bahkan dada tidak ada yang luput dari usapan.

"Mmmhhh hm..." Fatah kembali mendesah dalam ciumamnya ketika merasakan cubitan pada pucuk dadanya. Cubitan yang makin lama berubah menjadi pilinan lembut yang menggairahkan.

Fatah merasa pusing ketika dua tangan Gilang tidak meninggalkan kedua dadanya. Ditambah dengan lidah yang tidak mau berhenti mengobar-abrik mulutnya semakin membuat Fatah kewalahan karena ditimpa rasa nikmat yang luar biasa.

"Ah.." Gilang akhirnya melepas pangutan bibir mereka. Membiarkan Fatah mengambil oksigen meski dengan deru napas yang masih berantakan. "G—Gilang...nghh"

"Hm?" Gilang menatap Fatah tepat dimatanya. Tatapan tajamnya dibalas dengan pandangan sayu yang masih tetap terlihat ada binar cantik yang tidak pergi dari kedua bola mata berwarna coklat itu. "Kenapa, sayang?"

Sialan Gilang. Bisa-bisanya pemuda itu bertanya seperti itu dengan kedua tangan yang tidak berhenti memilin puncak dada sang kekasih.

"Ngh...jangan mmh...j—jangan gitu...geli"

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang