Perlahan-lahan, tubuh pria itu terasa remuk. Kalau bisa, dia ingin mati sekarang juga dan tidak merasakan penderitaan yang ia tidak tahu kapan akhirnya. Sakit. Sakit sekali.
"Aku harap yang menemukan mayatku, tidak merasa terlalu jijik." Itu adalah kata-kata terakhirnya, sebelum ajal menjemput.
Cahaya yang menyilaukan menyambut pandangan pria itu. Butuh waktu agar mata pria itu membiasakan dengan cahaya. "Itu... mimpi?" Gumam pria itu.
"Aku... di mana?" Pria itu terlihat kebingungan. Dia beranjak dan berjalan-jalan di sekitar tempat itu.
Tempat itu sangat asing bagi pria itu. Hanya ada cakrawala dan tanah misterius yang memantulkan cakrawala dari atas.
Saat melihat ke bawah, dia tidak melihat pantulan dirinya sendiri. Pria itu terlihat terkejut. Cakrawala di atasnya dipantulkan, sedangkan dirinya yang jelas-jelas berdiri di tanah itu, tidak dipantulkan.
"Terkejut karena tidak bisa melihat pantulan sendiri?" Pria itu terkejut karena ada suara orang yang tidak ia kenal. Pria itu langsung menoleh ke belakang dan menemukan seorang pria setengah telanjang dengan wajahnya yang ditutupi oleh kertas dengan simbol aneh.
"Siapa kau!?" Seru pria itu bersikap waspada.
"Santai, jangan takut. Aku ini orang yang mungkin di duniamu sering disebut dewa. Anggap saja aku Dewa Kematian." Jelas pria itu.
"Apa yang terjadi denganku? Rasanya tadi aku baru saja tenggelam dan... mati." Tanya pria itu.
"Benar, kamu sudah mati. Tempat ini adalah perbatasan antara kehidupan dan kematian. Tempat ini menganggap dirimu sebagai hantu, makanya pantulan dirimu tidak ada. Lagipula..." pria itu terhenti di tengah-tengah ucapannya.
"Apa?" Tanya pria itu tidak sabar.
"Ya, kau akan mengerti setelah melihatnya sendiri, Lloyd." Pria itu hanya tersenyum sambil memberikan Lloyd sebuah cermin.
Lloyd meraih cermin itu dan terkejut tidak main melihat pantulan dirinya. Setengah wajahnya tertutupi dengan sebuah tanda tanya.
"Apa ini!?" Tanya Lloyd menuntut penjelasan.
"Tanda tanya itu mempertanyakan identitasmu. Hanya ada satu alasannya. Jiwa mu di sini hanyalah serpihan dari jiwa utamamu. Berarti, jiwa aslimu berada di tempat lain." Jelas pria itu.
Lloyd benar-benar merasa frustasi dan bingung. Dia pikir saat mati tenggelam, kehidupannya sudah berakhir. Tapi, sepertinya dewa tidak berpikir demikian.
"Jadi, kehidupanku belum berakhir?" Tanya Lloyd yang ternyata tepat sasaran.
"Benar! Kau pintar sekali, Lloyd. Karena serpihan jiwamu sudah mati di dunia ini, jadi kau harus kembali ke jiwa utamamu. Seperti yang kau bilang tadi, kehidupanmu belum berakhir." Ucapnya.
"Oh, iya. Karena kau adalah orang yang spesial, aku akan berikan peringatan sedikit tentang kehidupanmu di jiwa utamamu. Kondisimu akan sedikit rumit. Jadi berusahalah sekuat tenaga~" pria itu melambaikan tangannya dan kesadaran Lloyd perlahan menghilang.
"Tung-" Belum sempat melanjutkan perkataannya, Lloyd sudah kehilangan kesadaran.
...
Pecah tangisan bayi memenuhi ruangan itu. Hanya ada sang ibu yang kelelahan, sang ayah yang berusaha menenangkan sang ibu, dan seorang bidan yang sedang menggendong sang bayi.
"Anak Anda adalah anak laki-laki, Duchess!" Bidan itu tersenyum.
"Akhirnya..." Wanita yang disebut Duchess itu pun kehilangan kesadarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became the Incarnation of The Great Mage
FantasyLloyd adalah seorang budak korporat berumur kepala tiga yang berakhir mati dengan cara menyakitkan, yaitu tenggelam. Disangka hidupnya sudah berakhir, Lloyd malah terlahir kembali menjadi Reinhard Ades Xaverius. Seorang karakter sampingan dari novel...