Chapter 4 : Aliran

62 9 0
                                    

"Kau seharusnya masih beristirahat sekarang. Kenapa kau ada di sini?" Tanya Reinhard pada Charlotte.

Charlotte terlihat ragu-ragu menjawab pertanyaan Reinhard. Dia memainkan jemarinya terus menerus. "Maaf, aku juga tidak paham." Charlotte menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Reinhard menghembuskan napasnya dalam-dalam. "Kepalamu itu, boleh kupegang?" Tanya Reinhard yang membuat Charlotte kebingungan.

"Untuk apa?" Tanya Charlotte heran.

Reinhard terdiam beberapa saat. "Tidak apa. Hanya ingin memegang. Aku janji tidak akan berbuat kasar." Reinhard merasa pasti ada yang salah dengan dirinya. Kenapa dia tiba-tiba bertindak seperti ini?

Charlotte menundukkan kepalanya sambil menimbang-nimbang keputusan yang harus dia ambil. Lalu, tiba-tiba Charlotte meraih tangan Reinhard dan meletakkannya di atas kepala Charlotte. "Silahkan." Kata Charlotte sambil menunduk sedikit. Reinhard pun tidak banyak bicara, dia hanya mengelus kepala Charlotte lembut.

"Sedih boleh. Terpuruk boleh. Bahkan jika depresi pun tidak ada yang akan menyalahkan kalian." Ucap Reinhard sambil mengelus kepala Charlotte.

Lalu jemari Reinhard turun ke ujung rambut Charlotte dan meraihnya. "Tapi membiarkan diri kalian tenggelam adalah sebuah kesalahan besar." Reinhard mendekat perlahan dan mencium ujung rambut Charlotte.

Charlotte seketika meraih kedua tangan Reinhard dan menyatukannya dengan tangan Charlotte. Titik-titik air mulai membasahi tangan mereka. "Tapi kamu telah menyelamatkan kami, kan?" Sahut Charlotte tersenyum ke arah Reinhard.

Reinhard membalasnya dengan senyuman tipis. Ia perlahan turun dari ranjang dan memberikan tangannya pada Charlotte. "Mari kita kembali, Putri."

...

Sudah tiga hari berlalu dan kondisi Rhygel berangsur-angsur membaik. Dibandingkan dengan Charlotte dan Charlo, kondisi Rhygel lah yang paling parah, jadi dia membutuhkan lebih banyak waktu untuk pulih.

"Anggap saja ini hari liburmu, Ayah." Kata Charlo sambil mengganti handuk di kepala Rhygel.

"Putraku, yang namanya libur itu Ayah harusnya bersenang-senang. Kalau begini namanya izin sakit." Protes Rhygel pada Charlo.

"Ya, ya. Suka-suka Ayah saja." Cibir Charlotte dari sofa. Dia sekarang sedang melakukan pesta minum teh berdua dengan Reinhard, di kamar orang sakit pula.

Setelah mengganti handuk di kepala Rhygel, Charlo berbalik dan ikut bergabung dengan pesta tehnya. Dia terdiam beberapa saat seolah memikirkan sesuatu. "Kenapa kau sangat bersikeras untuk merawat Ayah tanpa bantuan pelayan, Reinhard?" Tanya Charlo sambil menyeruput tehnya.

Reinhard yang juga sedang menyeruput tehnya, langsung menurunkan cangkirnya dan melipat tangannya di depan dada. "Kematian Permaisuri pasti berdampak sangat besar pada kalian. Ya, ini memang hanya firasat buruk, sih. Tapi aku harus memastikan bahwa kondisi mental kalian juga membaik." Jelas Reinhard.

Yah, itu sepenuhnya memang benar. Kerajaan yang stabil harus memiliki pemimpin yang stabil juga. Itulah rencana awal Reinhard untuk menghindari bendera kematian yang menghampiri dirinya.

"Tapi... jika dipikir-pikir, bukankah kau terlihat seperti ikut campur? Setidaknya di mata orang lain begitu." Tanya Charlotte.

"Aku memang seharusnya terlalu ikut campur, kalau Paman tidak pernah meminta bantuanku. Tapi karena Paman sendiri yang meminta bantuan padaku, kita bisa menghapus tuduhan bahwa aku terlalu ikut campur." Reinhard menjelaskan dengan cepat dan sederhana. Reinhard hanya ingin ini cepat-cepat berakhir dan dia bisa kembali bermalas-malasan di kastil Xaverius.

Charlo dan Charlotte hanya mengangguk paham dan kembali menyeruput teh mereka. Ini adalah pesta teh yang paling aman dan tentram. "Aku tidak akan terlalu banyak berkomentar untuk orang yang telah menyelamatkan keluarga kami." Charlo tersenyum hangat pada Reinhard.

"Berlebihan. Aku hanya melakukan hal yang sudah seharusnya kulakukan." Lihatlah siapa yang merendah di sini.

Hening sejenak, sebelum Rhygel mengangkat topik baru. "Lalu, bagaimana dengan Kaiden dan Noelle? Apakah mereka marah?" Tanya Rhygel khawatir. Oh jelas saja khawatir. Orang waras mana yang tidak khawatir setelah membuat anak kecil berumur lima tahun mengurus dirimu yang seorang pria dewasa karena sakit.

"Tenang saja. Mereka tidak khawatir. Justru sebaliknya. Aku dapat informasi dari Miller kalau mereka kemarin malam 'kebablasan'." Jelas Reinhard.

"Oh? Sepertinya sebentar lagi kamu akan kedatangan keluarga baru." Jawab Rhygel dengan senyum nakal. "Tapi aku agak kaget kalau kamu sudah diberikan pendidikan itu secepat ini."

Reinhard lagi-lagi terdiam sejenak dan merasa gugup sedikit. "Ya... dibilang diberikan pendidikan 'itu' sih tidak juga. Aku tahu karena mencari tahunya sendiri." Jelas Reinhard ragu-ragu sambil menggaruk tengkuknya.

Rhygel hanya mengangguk dan menatap Reinhard untuk merespon atas jawaban Reinhard yang sangat jujur. Di sisi lain Charlotte dan Charlo hanya saling menatap kebingungan, tidak mengerti dengan apa yang ayah mereka dan Reinhard bicarakan.

"Sebentar lagi juga kalian akan tahu." Reinhard mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan menyenderkan punggungnya ke sofa. Sungguh penuh sopan santun sekali etika tuan muda yang satu ini.

"Jika prediksi ku benar, seharusnya besok Paman sudah pulih." Ucap Reinhard sambil mengambil buku di sampingnya dan membacanya dengan pose tidak tahu sopan santun tadi.

...

Anak kembar itu menatap Rhygel tidak percaya. "Wah... yang benar saja." Ucap mereka bersamaan. Mereka ke sana kemari memeriksa kondisi tubuh Rhygel dan tidak menemukan tanda tanda yang aneh. Artinya, Rhygel telah pulih total.

"Prediksi Reinhard benar! Aliran mana di sekitar telah kembali normal. Suhu tubuh Ayah juga normal!" Seru Charlotte gembira sambil memeluk lengan Rhygel.

"Kenapa kamu bisa tahu, Reinhard?" Tanya Charlo pada Reinhard yang tengah asik membaca buku sambil tiduran di atas sofa.

Reinhard pun bangkit duduk dan menatap Charlo. "Tidak ada yang spesial sih. Aku pernah mengalaminya, jadi aku tahu. Sama seperti Paman Rhygel, aku baru sembuh setelah empat hari terbaring di ranjang." Jelas Reinhard.

Keheningan yang berlangsung lama ini membuat Reinhard bingung. Dan dia tiba-tiba teringat. Sebelumnya tidak pernah ada kasus seorang manusia menyebabkan aliran mana menjadi kacau, Reinhard lah yang menjadi pertama dan itu harusnya adalah hal yang rahasia.

"Ah... aku tidak tahu Paman Rhygel ingat atau tidak, tapi itu kasus enam bulan lalu. Saat itu emosiku yang tidak stabil menyebabkan aliran mana menjadi kacau. Mana itu sama saja seperti kebutuhan pokok manusia yang memiliki sihir, jika aliran untuk menyuplai mananya kacau maka itu akan berdampak pada orang-orang di sekitar. Efeknya yang terjadi itu seperti Charlotte dan Charlo. Orang yang menyebabkan alirannya kacau akan kena dampak yang lebih besar lagi, contohnya seperti Paman Rhygel." Jelas Reinhard panjang lebar.

"Oh, pantas saja semenjak kejadian itu banyak pelayan dan kesatria yang izin sakit. Ternyata penyebabnya itu." Ucap Charlo seolah rasa penasarannya selama ini telah terpecahkan.

Sedari tadi Rhygel hanya terdiam. Reinhard paham betul dengan perasaan Rhygel. Perasaan bersalah. Perasaan itu adalah hal yang paling mengganggu di kehidupan manusia. "Tidak usah merasa bersalah, Paman." Reinhard mendekat dan berusaha menenangkan Rhygel.

"Aliran mana dibuat kacau memang kasus langka, tapi bukan kasus yang fatal. Tidak akan menyebabkan kematian. Tolong bersemangat lagi, Paman. Masih ada rakyat kerajaan yang menanti kehadiran Paman." Reinhard menggenggam erat tangan Rhygel.

"Doa itu sungguh luar biasa." Terlihat mata Rhygel berkaca-kaca.

"Pada akhirnya pun, dewa mengabulkan doa Ophelia. Dia berdoa agar aku dikelilingi oleh orang-orang baik. Anak-anak, kalian sangat berharga." Ucap Rhygel sambil memeluk Charlotte, Charlo, dan Reinhard.

I Became the Incarnation of The Great MageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang