Chapter 2 : Permohonan

70 15 0
                                    

Seolah tersadar akan sesuatu, Reinhard tiba-tiba buru-buru berlari ke arah cermin di kamarnya. Dia mendekatkan wajahnya ke cermin dan melihat pupil matanya dengan seksama.

"Pantas saja aku merasa janggal selama ini, dan alasannya adalah ini!" Seru Reinhard tak tertahankan.

"Simbol di mataku ini, sama persis dengan simbol kertas yang menutupi wajah dewa itu!" Ucap Reinhard dengan wajah tidak percaya.

Reinhard langsung berjalan ke arah ranjangnya dan melempar dirinya ke atas. Ia membenamkan kepalanya frustasi. Reinhard heran, ada berapa banyak cobaan lagi yang mendatangi dirinya. Tak hanya berhubungan dengan Arise Inertia, dirinya juga berhubungan dengan seorang dewa.

"Pantas saja dia mengatakan bahwa aku adalah orang yang spesial..." gumam Reinhard.

Samar-samar, Reinhard mendengar suara langkah kaki berjalan cepat menuju ruangannya. Dari suaranya, Reinhard tahu yang sedang berjalan adalah Miller. Reinhard buru-buru bangkit dan mengganti posisinya menjadi duduk. Dia tak mau Miller melihatnya dalam kondisi yang menyedihkan.

Tepat setelah Reinhard memperbaiki posisinya, dia mendengar suara ketukan. "Tuan Muda, ini saya, Miller." Tersirat perasaan panik dalam suara Miller.

"Masuk." Reinhard menyahut. Ia merasa bahwa ada yang tidak beres.

Miller membuka pintu ruangan Reinhard dan menunduk sebentar sebelum melangkah masuk. "Ada apa, Miller?" Tanya Reinhard berpura-pura tenang.

"Baginda Ratu telah meninggal." Mendengar hal itu, Reinhard membulatkan matanya sempurna. Reinhard rasanya masih tidak siap. Karena kematian Ratu adalah permulaan dari cerita 'Sapalah Aku, Mentari'.

"Sekarang Duchy Xaverius telah disibukkan untuk pemakamannya, dan juga setelah ini Baginda Raja ingin bertemu dengan Tuan Muda." Jelas Miller.

"Setelah pemakaman?" Tanya Reinhard yang diiyakan oleh Miller melalui anggukan.

"Karena Baginda Raja telah mengetahui identitasku, sepertinya ini bukanlah hal yang bagus." Gumam Reinhard.

"Saya akan membantu Tuan Muda bersiap-siap. Saya akan panggilkan pelayan." Miller pun berjalan keluar ruangan Reinhard dengan cepat, meninggalkan sang Tuan Muda yang sudah dibanjiri oleh keringat dingin.

Reinhard sangat berharap waktu berhenti saat ini juga. Mau bagaimana pun, rasa takut masih menyelimuti Reinhard. Ya, Reinhard seperti pengecut, dia akui itu. Tapi dia memang terlalu takut untuk menghadapi sesuatu yang sangat berat.

"Manusia tidak pernah diberikan cobaan yang tidak bisa kita lewati. Mau seberat apapun. Biarkan alurnya seperti air yang mengalir. Jalan keluar pasti ada." Kata-kata itu tiba-tiba muncul di benak Reinhard. Itu adalah kepingan ingatan dari masa lalu Reinhard saat menjadi Lloyd.

"Aku bisa melewati ini." Gumam Reinhard menyemangati dirinya sendiri.

Siluet pemakaman kerajaan mulai terlihat dari pandangan Reinhard. Dia sudah memasuki jalan cerita utama. Untuk menyelamatkan dirinya dan dunia, dia harus terlibat dan melewati ini semua.

Miller sedari tadi hanya memperhatikan perilaku Reinhard. Perilakunya bukan seperti anak yang berumur lima tahun. Reinhard adalah orang yang tenang, malahan terlalu. Tetapi, terkadang Miller merasakan kegelisahan dari Reinhard. "Tuan Muda?" Miller memanggil Reinhard pelan.

"Iya?" Reinhard menyahut dan menatap Miller bingung. Tidak biasanya bagi Miller untuk memulai pembicaraan dengan Reinhard.

"Apakah Tuan Muda membenci kekuatan Tuan Muda sendiri?" Pertanyaan yang dilontarkan Miller membuat Reinhard terkejut. Reinhard ragu. Selama ini dia memang banyak mengeluh karena kekuatannya seringkali membuat repot. Tapi apakah Reinhard membencinya?

I Became the Incarnation of The Great MageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang