prolog

362 32 7
                                    

"Luke," panggil gadis itu sambil menatap mata biru langit Luke yang tampak menggelap. Cowok itu tidak berkata apa-apa kecuali tersenyum, menandakan ia benar-benar serius. Luke sudah biasa melihat mata gadis itu saat marah, namun ia tak terbiasa untuk melihat gadis dihadapannya itu menangis.

"Aku tidak bisa menetap lebih lama, Hailey," ujar cowok itu, jujur. Ia membawa Hailey kedalam rengkuhannya, padahal dia tahu ini tidak akan berefek. Siapa yang mau berpisah dengan orang yang telah mengisi keseharian menjadi lebih berwarna? "Sungguh, Hailey. Aku berjanji, beberapa tahun lagi aku akan bertemu denganmu. Kau dapat memegang janjiku."

Rasanya begitu menyakitkan untuk menonton orang yang sangat ia sayangi menangis karena dirinya. Namun mereka berdua harus berhadapan dengan fakta bahwa mereka harus berpisah, di dalam setiap pertemuan pastilah akan ada perpisahan.

"New York dan Sydney bukanlah sebuah jarak yang dekat, Luke!" pekik Hailey lalu kembali terisak dalam dekap Luke.

Luke terdiam. Sebelah tangan cowok itu bergerak untuk mengusap rambut Haley, menelusuri tiap helai dari rambut gadis itu. "Kita pasti akan bertemu, aku janji."

Haley melepaskan tubuhnya dari dekap Luke, memberanikan dirinya untuk kembali menatap wajah Luke. Ia akan kehilangan seorang sahabat yang berarti. Dia baru saja menyadari; mata Luke memerah, seperti menahan butiran-butiran yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Luke menangis.

"Kau percaya padaku, 'kan?"

Haley mengangguk walaupun hatinya masih merasa resah, ia tidak percaya kalau suatu saat nanti mereka akan bertemu lagi.

"Aku akan pergi kembali ke New York saat aku sukses," kata Luke, padahal ia tahu bahwa ia sedang tidak percaya dengan ucapannya sendiri. Apa mungkin anak berandal sepertinya akan sukses? "Tunggu sebentar."

Saat Hailey mengangguk, kaki Luke cepat-cepat berjalan menuju mobil untuk mengambil sesuatu. Mata Hailey membelalak saat menemukan cowok itu mengambil sebuah boneka teddy bear dengan ukuran sangat besar di tangannya.

Luke cepat-cepat membawa boneka itu, lalu memberikannya ke Hailey. Gadis itu mendongkak ke Luke, menatap wajah Luke sambil tersenyum dengan matanya yang masih sembab. Hailey merasakan jantungnya berdebar keras, seperti ingin keluar dari tulang rusuknya.

Melihat itu, Luke tersenyum seraya mendekatkan wajahnya ke hadapan gadis itu. Hailey menutup matanya, namun tebakannya meleset jauh. Bibir hangat Luke mengecup pelan dahi Hailey sebagai salam perpisahan.

Hailey kembali menatap mata biru Luke yang menggelap, bahkan saat malam pun iris mata Luke masih terlihat. Benar-benar indah. "Selamat tinggal, Luke."

Namun, Luke hanya tersenyum lalu pergi ke mobil. Perasaan hatinya masih berkecamuk, seperti ada sesuatu yang mengganjal begitu juga Hailey. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Hailey. Yang hanya bisa ia lakukan hanyalah; berdiam diri sambil menatap mobil Luke yang kian melaju sehingga hilang dari pandangan matanya.

Tapi, Hailey percaya. Luke pasti akan menepati janjinya.


***

Promise » lhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang