Plis baca plis plis plis.
OKAY! hi guys, i'm back! jadi sebenernya ini cerita mau gue delete karna sumpah otak gue udh buntu bgt keknya kesumbet kotoran sapi dan gue udh jarang bet buka wattpad. terus pas gue buka eh taunya banyak notif pada baca ff ini :') q terharu. And semalem gue coba lanjutin ternyata otak gue masih berfungsi yaAllah thank you so much. Sooo enjoy ya. Maaf kalo rada ga jelas karna udah lama bgt ga nulis dan demi kalian gue terusin ;) love you all. Dont forget to vote and comment ya guys!Aku mempersiapkan diriku untuk bertemu dengan nya. Setelah kufikir, aku harus kuat. Aku harus bisa melupakannya walau itu sulit. Semua sudah berlalu. Kenangan indah diantara kami berdua begitu saja dilupakannya. Dia benar-benar melupakannya. Kata-kata itu selalu membuatku sakit, tapi di sisi lain itu membuatku semakin ingin melupakannya meski aku tau aku tak akan bisa.
Lamunanku tersadar saat aku mendengar rauman mesin mobil. Kuharap itu bukan mereka.
Kuharap itu bukan mereka.
Kuharap itu bukan mereka.
"Hailey, Turunlah temanmu ada disini." Ucap Lauren pembantu rumah tangga yang dicari Ashton untuk menjagaku. Sial.
"Suruh naik saja." Aku menarik nafasku panjang, inilah saatnya.
Pintu kamarku terbuka memunculkan gadis cantik dengan senyum yang merekah di wajahnya. Tangan kirinya mengandeng seseorang yang tak asing bagiku namun aku 'sudah' asing baginya. Tangan mereka saling bertautan dengan erat. That should be me.
Hei apa yang kau pikirkan hailey! Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku untuk menghilangkan pikiran setan itu.
"Hei Gwen. Hei Luke." Ucapku dengan penuh senyum. Fake smile.
Gwen melepas genggaman tangannya dengan Luke lalu memelukku. Sedangkan Luke menempatkan dirinya ke sofa kecil di kamarku. "Hei Hailey bagaimana kabarmu?"
"Let me see. Tidak ada alat infus, tidak ada bekas suntikan, tidak ada bekas memar, tidak ada bekas luka sekecil apapun. I'm totally okay." Ucapku dengan senyum.
Gwen kembali memelukku. "Syukurlah, aku rindu denganmu. Kau tau tidak? Kemarin Mrs. Hudson terus saja berbicara selama jam pelajarannya. Aku sangan bosan mendengarnya dan karna tidak ada teman bicara akhirnya aku tertidur. Ughhh aku sangat benci dengan sapi cerewet itu." Curhat Gwen. Aku selalu tertawa melihat ekspresi wajahnya saat menceritakan kejadian tentang Mrs. Hudson. Wajahnya selalu terlihat kesal, gemas dan seperti ingin memakan mentah-mentah Mrs. Hudson si sapi cerewet itu.
Aku, Gwen dan Luke sedang di kamarku menonton film drama romantis twilight. Dan kau tau? daritadi Luke dan Gwen asik cuddle dan aku disini sendirian seperti lalat mati. Aku cemburu. Sangat cemburu. Melihat mereka begitu dekat membuatku teringat masa lalu. Dulu aku dan Luke sering menonton film berdua dikamarku. Kepalaku bersandar di bahunya dan kepalanya bersandar di kepalaku. That's my favorite spot. Aku merindukannya. Aku rindu dengan perhatian yang diberikan kepadaku. Aku rindu dengan perkataan bodoh yang diucapkan nya saat aku bersedih. Aku rindu dengan tawanya yang renyah saat aku melontarkan lelucon garing. Aku rindu setiap serpihan kenanganku dengannya. Aku rindu kami yang dulu.
"Hailey!"
seruan itu menampar ku kembali ke dunia nyata. Tanpa kusadari air mataku telah turun. Cepag-cepat kuusap kasar lalu mendongak ke arah Gwen.
"Apa yang kau pikirkan heh?"
Aku tersenyum jahil menyembunyikan kesedihanku. "Mau tau saja."
Gwen menghela nafasnya lalu membisikkan sesuatu kepada Luke. Tak lama Luke beranjak dari posisinya dan keluar dari kamarku. Aku menatap mereka bergantian dengan bingung. Apa yang Gwen bisikkan padanya?
"Hailey, Aku tau kita baru saja kenal. Tapi sudah merasa seperti aku mengenalmu sejak lama. Aku sudah menganggapmu sebagai sahabatku, Ley. Entah kenapa aku merasa ada yang mengganjal dengan sifatmu. Kau terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Aku tau dan aku mengerti jika kau belum mau bercerita denganku, tapi aku mohon. Berhentilah terlihat ceria dan melontarkan suara tawa serta senyum bahagia disaat hati mu sedang terluka. Percaya lah, itu tidak akan memberikan efek apapun kepadamu. Satu-satunya cara untuk mengobati rasa sakit adalah meluapkan rasa sakit itu, bukan malah memendamnya. Sama saja seperti saat kau terluka dan tidak diobati namun hanya diberi plester, memang itu akan menahan atau menutupi luka dan rasa sakitnya, namun lama kelamaan luka itu akan membesar dan berakibat fatal. Aku menyayangimu seperti adikku sendiri. Jadi jika ada apa-apa, kau bisa bercerita denganku."
Aku tertegun mendengar ucapan Gwen. Rasa bersalah sekaligus tak percaya menyelimuti perasaanku. Lagi, aku merasakan hatiku seolah diikat dan tidak diberi ruang untuk bergerak. Sesak. Itu yang kurasakan. Entah apa yang harus kulakukan. Mengeluarkan suarapun susah. Tenggorokan ku terasa tercekat seolah tersumbat oleh batu besar. Hanya senyum kecil yang bisa kulontarkan kepadanya.
"Baiklah, aku pergi dulu. Kau baik-baik ya dirumah. Da-ah."
Sosok Gwen pun menghilang menyisakan ku yang masih terduduk dengan pikiran kalut dan hati yang sesak. Bingung. Itulah yang kurasakan sekarang. Apa aku harus bercerita pada Gwen? atau aku harus memendam ini dan melupakan semuanya? melupakan kenanganku dengan Luke dan menganggap itu tidak pernah terjadi? Sial, aku bingung. Lagipula aku tidak akan pernah mampu melupakan Luke. Lagi-lagi dia membuatku gila. Membuatku pusing dan terjebak diantara ingatan masa lalu dan gambaran masa depan. Apa yang harus kulakukan?
Semuanya. Semua ini karena dia.Dia.
Dia yang selalu ada dipikiranku.
Dia yang akan selalu ada dipikiranku.
Dia.
Dia yang tidak tahu jika aku selalu memikirkannya.
Luke Robert Hemmings.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise » lh
Fanfiction"Is promise meant to be broken, Luke?" But, she doesn't know what happened. Copyright © cuttie-penguins & weirdkido 2015.