Mataku terasa berat ketika terbangun dari alam bawah sadarku. Menangis semalam suntuk rupanya membuat mataku bengkak dan begitu perih, hidungku pasti memerah. Ini sudah hari ke lima semenjak kejadian di pesta itu dan aku tetap menangis akan kejadian itu. Terdengar berlebihan memang tapi inilah adanya.
Tiba-tiba pikiranku kembali melayang kearah lelaki berambut pirang itu lagi. Matanya yang berwarna biru terang itu biasanya membuatku teduh, merasa nyaman hanya dengan tatapan mata itu. Tawaannya renyah. Leluconnya yang tidak lucu.
Luke Hemmings. Lelaki yang kucintai. Lelaki yang pergi meninggalkanku. Beberapa tahun lalu aku merasa seperti hidup di sebuah tempat indah tiada tara, tidak ada tempat yang lebih nyaman selain berada di dalam dekapannya. Tapi kini aku hanya bisa mengingatnya dalam memoriku, dan dia melupakan semua perkataannya. Ha ha ha.
Aku memang hanya sahabatnya, tetapi setidaknya aku memiliki banyak kenangan manis yang tidak ingin kulupakan bersamanya. Walaupun dulu Luke sering melupakanku keberadaanku saat ia memiliki kekasih baru, tapi itu tidak masalah, toh dia masih tetap bersahabat denganku kala itu.
Sekarang gadis blonde yang tak lain adalah sahabatku berkencan dengan Luke, bahkan lelaki itu sama sekali tidak mengingat diriku. Lagipula, mengapa pula aku harus percaya dengan perkataannya saat itu?
Dia hanya sahabatmu! Batinku berseru, mengingatkanku agar tidak jatuh ke dalam jurang yang lebih dalam lagi.
Di beberapa hari saat aku tidak masuk kuliah, Gwen kerap kali menghubungiku untuk menanyakan kabarku. Tentu saja aku menjawab tidak ada apa-apa, hanya ada masalah kecil yang harus kuselesaikan.
Begitu pula yang terjadi dengan kakak lelakiku, Ashton. Dia sering mengajakku keluar, membujukku untuk menceritakan apa yang terjadi denganku. Namun aku masih enggan untuk menceritakan semuanya. Jika aku bercerita pada Ashton, luka yang kudapatkan pasti akan melebar dan semakin pedih.
"Hailey, makanlah makananmu. Kau belum memakan apa-apa sedari tadi. Ini sudah siang dan aku harus pergi." suara cempreng Ashton terdengar di telingaku.
Aku hanya diam, mengabaikannya.
"Aku tidak bertanggung jawab jika nanti tubuh indahmu itu menjadi kurus sekali seperti busung lapar."
Dasar tidak lucu.
"Hailey, aku akan mendobrak pintunya."
Coba saja kalau kuat.
"Hailey... aku menyayangimu."
Iya aku juga.
"Baiklah, aku pergi dulu. Makanannya ada di bawah."
Oh, jadi kau tidak jadi mendobrak pintunya?
Aku terus membalas perkataan Ashton di dalam hati, rasanya begitu malas untuk membuka mulutku.
Ponselku kembali berdering, oh pasti itu Gwen. Pikiranku kembali dipenuhi oleh akar pertanyaan, tetapi aku memilih untuk tidak mengangkat panggilan itu. Tidak sekarang, Gwen. Tidak sekarang.
Saat ponselku kembali berdering, pandanganku melayang kearah sebuah pohon besar yang berada di luar rumahku. Aku memandangnya. Jelas aku tidak tahu apa yang kulakukan saat ini. Aku mendorong tubuhku untuk duduk, walaupun tubuhku rasanya masih sangat berat dan lemas. Aku bertopang dagu, memandang kearah luar.
Terkadang aku ingin bisa terbang seperti burung-burung yang sedang berterbangan di langit biru saat ini. Rasanya pasti begitu indah. Menembus langit biru berselimutkan awan putih, udara yang dingin sehingga menusuk tulang-tulangku.
Pikiranku berkeliaran kemana-mana.
Bibirku kembali bergetar saat wajah Luke kembali terlintas di dalam ingatanku. Batin dan otakku berkecamuk.
"Who are you?"
"Serius? Aku baru saja berkenalan denganmu dan kau berani memelukku?"
Suara-suara itu menggema dipikiranku dan aku kembali mendapatkan kesedihan yang luar biasa. Mengapa dia bisa berkata sedemikian rupa? Apa ia benar-benar tidak menginginkan keberadaanku lagi?
Sometimes I started to wonder, was it just a lie?
Terkadang aku bertanya-tanya di dalam benakku, apakah semua cerita yang kutorehkan bersama Luke hanyalah sebuah kebohongan? Persahabatan kami?
Atau aku yang salah karena mencintainya lebih dari apa sahabat?
Atau... hanya aku yang terlalu mendramatisir semua ini?
Aku tertegun. Terdiam dalam hening. Diriku seperti terhanyut di dalam ombak yang menghantam tubuhku, membuatku terombang-ambing di tengah laut, dan tidak tahu akan membawaku kemana.
Aku hanya terlalu berlebihan. Tiba-tiba aku tertawa di dalam tangisanku, terdengar begitu pahit dan ironis.
Ponselku kembali berdering, aku kembali berpikir. Setelah sekian detik berpikir, akhirnya aku bertujuan untuk mengangkat panggilannya. Dan ketika aku melihat nama pemanggilnya, benar saja itu Gwen.
"Halo? Hailey! Aku begitu khawatir denganmu. Bagaimana keadaanmu? Bagaimana masalahmu? Apa sudah selesai?"
Justru masalahnya terletak di kekasihmu, Gwen. Aku menggeleng, lalu membuka mulutku. "Aku masih butuh waktu istirahat. Aku baik-baik saja."
"Jika kau mau bercerita padaku, aku akan pergi ke rumahmu sekarang."
"Tidak, aku tidak apa-apa. Hanya butuh istirahat."
"Istirahat? Ini sudah tiga hari, Hailey."
"Hey, dengar, aku baik-baik saja, oke? Tidak ada yang perlu di khawatirkan."
"Gwen, kita akan pergi kemana sekarang? Aku tahu kau pasti lapar, sayang."
Aku mengenal suara lelaki itu. Sontak, jantungku terasa berhenti berdetak ketika mendengar suaranya lagi. Lelaki itu, lelaki yang beberapa tahun lalu dengan senang hati memberikan bahunya ketika aku sedang sedih.. aku merindukan dekapannya. Aku merindukan segalanya.
"Hailey, apa kau mendengarkanku?"
Aku tergelak. "Ya, tentu."
"Kalau begitu aku akan pergi untuk mencari makanan, lalu pergi ke rumahmu bersama Luke. Da-ah."
Apa? Sialan, aku tidak mendengar apa yang ia katakana sebelumnya.
Itu artinya, aku akan bertemu dengan Luke.
***
HAAI. MAAP UPDATENYA SEABAD BCS KITA BUNTU IDE hehehe.
btw gue dan weirdkido mengucapkan Minal Aidzin Wal Faidzin. Mohon Maaf Lahir dan Batin ya semuanyaaa.
Makasih banget udah ngikutin cerita ini dari awal. Makasih banget yang udah vomment sampe sejauh ini.
Ohiya satu lagi. HAPPY BIRTHDAY MY PENGUIN, LUKE HEMMINGS.lots of love, Mrs. hemmings.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise » lh
Fanfiction"Is promise meant to be broken, Luke?" But, she doesn't know what happened. Copyright © cuttie-penguins & weirdkido 2015.