PROLOG

1.2K 74 0
                                    

Hai teman-teman!
Ayn kembali lagi setelah Hiatus beberapa bulan😕
Karena tak bisa masuk dalan Wattpad!

Namun tidak mengapa, yang lalu biarlah berlalu. Saat ini tetap jalani hidup dengan baik.

Memang penyesalan datang di akhir sebab jika di awal namanya administrasi. Namun terpuruk dalam penyesalan bukanlah hal yang bagus.

Terlebih lagi jika di tinggalkan ke alam yang lain.

Kita juga harus tahu, ternyata yang ditinggalkan dan yang pergi sama-sama harus ikhlas.

Yang di tinggalkan harus ikhlas merelakan kepergian itu. Menjadikan mereka sebagai memori yang tidak akan pernah kita lupakan. Juga berusaha bangkit.

Begitu juga yang pergi (ke alam lain) harus ikhlas meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi tak lupa hal-hal yang belum mereka sampaikan atau lakukan.

Buat kalian yang pernah di tinggalkan, ingat. Dunia tetap berjalan begitu juga kamu. Penyesalan bukan alasan untuk kamu juga ikut pergi namun itu harus jadi pelajaran diri agar tidak terulang lagi.

Mari belajar dari kisah 2 orang ini,
Gellen dengan penyesalan yang membuat ia semakin terdorong jauh
dan
Cathrine dengan penyesalan yang ia jadikan pelajaran.

Salam sayang dari Ayn! Jangan lupa vote and komen

Love you!

==========

Happy reading!

    "Tuhan, aku lelah."

  Setitik air mata mengalir membasahi pipinya yang lama kelamaan menjadi tangisan deras tanpa suara.

  Guntur saling bersahutan di langit. Dia mengadah keatas, menatap langit yang kian menghitam.

  Lelaki itu tersenyum miris. "Lihat! Bahkan langit sependapat denganku." Katanya sambil terkekeh kecil.

  Lelaki itu, Gellen De Axerlion. Seorang Duke yang berhasil membuat wilayahnya berada di puncak kejayaan, menyaingi ibu kota kerajaannya.

  Seorang lelaki yang berpangkat jenderal. Dia berhasil memenangkan banyak peperangan baik antar negara maupun dalam negara.

   Seorang lelaki yang berperawakan tinggi, berbadan kekar dengan rambut hitam dan manik mata hijau. Lelaki dengan tatapan tajam setajam pedang.

Dia selalu menampilkan wajah tanpa ekspresi. Datar. Sedatar hidupnya. Monoton. Abu- abu. Dia layak di sebut monster dengan raut wajah dingin itu.

  Namun siapa sangka, lelaki itu malah menangis di makam keluarganya. Ayah, ibu dan adik perempuannya.

  Gellen kuat di mata musuh, kerajaan, rakyat. Tapi ia lemah di hadapan 3 gundukan tanah yang di tumbuhi rerumputan.

  Lelaki itu mengelus batu nisan milik adiknya. Ia kembali menangis hingga tidak sadar sejak kapan hujan mengguyur tubuhnya, menyembunyikan air mata yang mengalir dari mata itu.

  "Kau meminta ku bahagia. Lantas, bagaimana aku bisa bahagia jika kau pergi? Aku sendiri." Lirih Gellen.

  "Jika bisa memutar waktu aku akan mencegahmu melakukan hal itu. Andai kau tahu, penyesalan ini membunuhku secara perlahan."

Hi Duke! I Love You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang