"We need to love our life. Ada orang yang berusaha untuk kita tetap hidup."
-Ayn-
=============
Happy reading readers!
Jangan jadi silent reader okey!Tidak baik😂
Gellen POV
"Aku tidak meminta mu kesini untuk makan" kataku dingin.
Aku melirik wanita itu. Dia masih sibuk dengan makanannya. Masih fokus dengan kue itu ingin saja ku rebut darinya.
Perutku sedari tadi memberi sinyal untuk makan. Namun sebisanya aku tahan agar tidak membuat harga diriku jatuh.
"Lalu? Untuk apa?" Tanya Cathrine.
Akhirnya wanita itu menjawab. Dia menelan potongan terakhir kue kukus dan meneguk pelan teh susu yang tidak di tawari sama sekali padaku.
Iya! Dia minum dua gelas. Sungguh serakah. Seharusnya aku menolak untuk menikahi orang seperti Cathrine ini.
"Sebelum itu menjauhlah dariku."
Aku agak sedikit aneh saat berada di sampingnya. Terlebih lagi saat ini kaki kami bersentuhan. Aku membencinya.
Cathrine mengangguk kecil. Wanita itu menarik kursi menuju sebrang meja. Berhadapan denganku.
Aku menghela nafas lega. Rasanya seperti mendapatkan nafas segar setelah sesak sedari tadi.
Cathrine menopang dagu menatapku. Sesekali mengedipkan sebelah mata genit. Sepertinya wanita itu butuh obat mata.
"Kau akan mulai melakukan tugas sebagai Duchess."
Mata biru Cathrine berbinar senang. Sepertinya aku familiar dengan mata itu. Mata yang begitu mirip dengan Evelyn.
"Oh iya?! Wah! Kapan aku akan memulainya?"
Aku menatapnya bingung. Biasanya para putri seperti Cathrine akan mengeluh. Mereka terbiasa dengan dunia serba instan dan hidup dalam kastil mewah.
"Aku tidak seperti putri pada umumnya. Aku cukup berkompeten dalam urusan rakyat. Tuan Duke tidak perlu meragukan saya."
Dia menjawab seakan membaca pikiranku. Aku jadi meragukan Cathrine. Apakah ia mata-mata?
"Saya dapat membaca dari reaksi Tuan Duke meski hanya sekilas. Tolonglah, jangan sedatar itu. Bagaimana anak-anak kita dekat denganmu jika ekspresi datar dan dingin itu melekat?"
Aku tersedak mendengar perkataan santai yang Cathrine ucapkan. Buru-buru aku meneguk segelas air yang selalu aku persiapkan.
Cathrine hanya menertawaiku. Wajahnya terlihat puas. Aku menatapnya tajam.
"Kau harus menyaring ucapanmu." Tegurku.
"Untuk apa? Bukankah kita akan memiliki anak kecil yang lucu? Aku harap ia tidak menuruni sikap dinginnya. Bagaimana aku akan menghadapi orang-orang dingin setiap ha-"
"Diam! berisik!" Potongku.
Wajahku terasa panas. Namun hatiku tidak merasa marah. Aku tidak tahu perasaan apa ini.
Wanita itu tidak marah, namun tawanya semakin menggelegar memenuhi ruang kerjaku. Aku mendongak hendak menegur sikapnya yang tidak anggun sama sekali.
Namun, semua seakan bergerak lambat. Surai abu-abunya yang bergerak seiring tawanya. Bibirnya yang merekah sempurna. Tak lupa matanya yang menyipit.
Aku menggeleng cepat. Apa-apaan tadi?! Aku merutuk diriku yang bisa-bisanya terpaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Duke! I Love You!
FantasyBuku kedua dari LADY AND HER PAIN Gellen De Axerlion, Duke muda yang menjadi perbincangan para bangsawan karena masih melajang di umur 29. Lelaki yang memiliki aura dingin itu di rumorkan menyukai sesama jenis. Alias tangan kanannya hingga baik L...