Aku harus mati-matian menahan diri. Feromon yang Kayu keluarkan terlalu kuat hingga pil saja tak cukup untuk menenangkan diri. Aku bahkan rajin mandi untuk menekan nafsuku sendiri.
Sebenarnya ini bukan yang pertama kali. 10 tahun lalu, saat awal manusia terbagi dalam 3 golongan = alpha, omega, dan beta, aku pernah mengalami kejadian serupa. Feromon dari tubuh Kayu menguar sangat kuat. Membuatku yang tergolong alpha nyaris kehilangan kendali. Kepalaku pusing disertai tubuh memanas. Di kondisi semacam itu isi pikiranku hanya dia dan dia saja. Aku ingin menjamahnya. Menikmati tiap bagian dari dirinya. Untungnya semua terlewati tanpa terjadi apa-apa.
"Objek lukisanmu selalu perempuan." gumam Kayu yang baru saja menghampiriku.
Wangi.
"Apa itu bentuk rasa frustrasimu?" Ha? "Nafsumu sangat tinggi. Karena yang semacam itu butuh dikendalikan, makanya kau melampiaskan pada lukisan."
Tebakannya ngawur sekaligus mendekati kebenaran. Aku memang frustrasi. Nafsuku tinggi. Untuk mengendalikan diri aku berusaha menyibukkan diri sebagai penyerta dari sekian usaha lain. Tapi tidak ada kaitannya dengan perempuan. Ini lebih berhubungan dengannya yang terus menyebarkan feromon kelewat harum dibanding objek pada semua lukisanku. Sekarang aku hanya berusaha mengalihkan perhatian.
"Kau tidak akan menjawabku?" Dia mulai mengeluh, "Kau sering mengabaikanku."
Kuhentikan kegiatanku. Menoleh padanya yang jarang-jarang tampak tinggi karena posisi kami sekarang adalah dia berdiri sementara aku jongkok di hadapan kanvas yang tersandar ke dinding.
"Kau masih dalam masa birahi kan? Kau jadi sensitif seperti perempuan." Ucapku.
Dia langsung terlihat sangat tidak senang.
"Minumlah sesuatu untuk mengendalikan feromonmu." Tambahku yang semakin membuatnya kesal hingga menendang kakiku lalu berjalan dengan langkah kasar ke arah sofa. Setelahnya dia tiduran di sana sambil bermain ponsel.
Aku kembali pada lukisan wanita telanjang di hadapanku.
"Michael, jawab ini dengan jujur."
Kukira dia berniat mendiamkanku.
"Apa keberadaanku mengganggumu?"
"Ya."
Dia langsung melemparkan ponselnya padaku. Hanya mengenai ujung kanvasku. Bisa kutebak dia sengaja membuatnya meleset. Biar bagaimana pun ponsel benda keras yang akan menyakiti orang jika terkena lemparannya. Tapi dia bisa merusak ponselnya.
Lagi-lagi aku harus menghentikan kegiatanku. Melukis bisa dilanjutkan nanti. Sekarang lebih penting untuk memungut ponsel dan menghampiri pelemparnya. Aku perlu menenangkannya.
"Kau janji akan menguatkanku." Dia mengungkit obrolan tadi pagi setelah aku meletakkan ponselnya di atas meja lalu duduk di sampingnya yang masih berbaring.
"Aku tidak pernah mengucapkan janji semacam itu."
"Kau-"
Dia terlihat sangat kesal.
"Aku hanya bilang mungkin aku memang satu-satunya yang bisa menguatkanmu. Setelah itu aku bertanya apa yang kau mau."
Dia segera menutupi kedua matanya dengan lengan kanannya. Air matanya mengalir dari sela-selanya. Tubuhnya juga bergetar menahan isakan.
"Kau dalam pengaruh masa birahi, Kayu. Kau juga baru mengalami kejadian buruk. Kondisimu jadi sangat tidak stabil. Tentu saja aku merasa terganggu."
Isakannya tidak lagi tertahan. Dia menangis sesenggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Motive
RomanceMichael sudah lama tidak bertemu Kay. Tapi temannya itu tiba-tiba datang tengah malam sambil menangis. Pernikahannya batal. Calon pengantinnya pergi karena lelaki lain. Sejak itu, Michael membiarkannya tinggal di rumahnya. Membantu menguatkannya, me...