Aku sudah menyelesain diskusi dengan David. Setelahnya, aku pergi dengan Naina untuk urusan pekerjaan lain. Semua selesai begitu langit berubah warna menjadi jingga. Aku segera menuju ke rumah orang tuaku. Berniat mandi di sana sebelum akhirnya makan malam. Memang benar aku melakukan sesuai rencana. Tapi ada perbedan pada bagian makan.
Ayah, ibu, kedua adik perempuanku, dan aku tetap makan malam. Hanya saja tempatnya berubah. Dari yang sebelumnya akan dilakukan di restoran, ibu menggantinya di rumah keluarga Lee. Anggota pun bertambah. Bukan hanya om dan tante Lee, ada juga Gabriel selaku anak bungsu mereka, ditambah 2 kakak laki-laki ibu yang untungnya tidak membawa seorang anak pun hingga keramaiannya tidak seberapa.
Perubahan ini dilakukan karena ibu bilang kakak perempuannya yaitu tante Lee sedang berulang tahun. Padahal orangnya sendiri tidak merayakan. Sudah terlalu tua, katanya. Yang penting menjaga kesehatan fisik, hati, dan pikiran dibanding perayaan besar-besaran. Tapi bukan ibu kalau sampai melewatkan perayaan. Dia membawa suami, anak-anak, serta kakak-kakaknya untuk merusuh. Makan malam pun berlangsung dengan jumlah orang yang bagiku terlalu memenuhi ruang makan.
“Tante, yang dipanasi tadi itu mobil baru ya?” tanya adik bungsuku.
“Beli tahun lalu.” Jawab tante, “Mobilnya Gabriel tapi dia tidak mau memakainya. Jadi cuma kupanasi secara rutin.”
“Kenapa tidak mau?” Tanya om Andre, kakak nomor 2 ibu.
“Mobilnya bagus.” Sahut om Fino, kakak ke 3 ibu.
Ngomong-ngomong, ibuku anak terakhir. Sementara tante Lee anak pertama. Tapi mereka berasal dari rahim yang berbeda. Kakek menikah 2 kali karena yang pertama bercerai. Dari pernikahan pertama lahir tante Lee, sementara dari pernikahan kedua ada om Andre, Om Fino, lalu ibuku. Meski begitu mereka semua rukun.
“Iya. Bagus mobilnya, tante.” Adikku yang 1 lagi pun ikut menyahut. Dia bernama Rosette sementara yang bungsu Azmaria.
“Dia memang begitu.” Jelas tante, “Ada saja alasannya kalau dibelikan sesuatu. Malah aku yang disuruh memakainya sendiri. Mana cocok orang tua memakai mobil sport.”
“Cocok-cocok saja, tante.” Ralat Azmaria, “Lagipula tante masih terlihat muda.”
“Mana ada.”
Kulihat Gabriel yang duduk di sebelahku. Dia sama sekali tidak peduli pada obrolan keluarga. Dibanding menyahut dia justru makan dengan santai dan sesekali mengelus husky yang tadi om Fino bawa kemari. Dia lebih tertarik pada binatang dibanding manusia. Aku tidak heran melihatnya. Karena sudah tahu sejak lama.
“Hey, kau yakin tidak mau mobil itu?” tanyaku padanya.
Dia menoleh. Tidak langsung menjawab karena masih mengunyah makanan. Setelah menelan baru dia mulai bicara.
“Ya.” Jawabnya.
“Kalau buatku saja bagaimana?”
“Terserah.”
“Apanya yang terserah!?” Azmaria protes, “Itu mobil mahal. Mana boleh dilempar kepemilikan seenaknya.”
“Maksudku aku akan membelinya.” Jelasku, “Itu kalau tidak ada yang keberatan.”
“Membelinya?” tanya tante Lee.
Semua mata langsung tertuju padaku. Mereka sungguhan berhenti makan untuk memperhatikanku. Maksudku, kecuali Gabriel karena dia tetap santai-santai saja.
“Mobilnya masih utuh. Tidak lecet sedikit pun. Kalau kau serius untuk membelinya tidak masalah.” Jelas tante.
“Tidak mungkin serius, tante.” Gumam Azmaria, meremehkan, “Kakakku ini gembel. Dia tidak ada uangnya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Motive
RomansaMichael sudah lama tidak bertemu Kay. Tapi temannya itu tiba-tiba datang tengah malam sambil menangis. Pernikahannya batal. Calon pengantinnya pergi karena lelaki lain. Sejak itu, Michael membiarkannya tinggal di rumahnya. Membantu menguatkannya, me...