Suasana hati Kayu sering kali berubah dalam hitungan detik. Dari yang awalnya bahagia, detik selanjutnya sangat menderita. Begitu juga sebaliknya. Sejujurnya aku tidak tahu cara untuk menghiburnya. Bukan karena aku tidak peka. Nyatanya aku menyadari tiap perubahannya. Sayangnya aku memang tidak tahu harus berbuat apa.
Sekarang dia duduk di sofa. Memainkan ponselnya. Mungkin melihat-lihat foto mantan wanitanya. Atau membaca pesan-pesan lama mereka. Aku tidak ingin mengganggunya, tapi wajah tersenyum yang mendadak dialiri air mata itu tidak bisa kudiamkan begitu saja. Itu sebabnya lagi-lagi kutinggalkan pekerjaanku. Menghampirinya yang langsung menangis dalam dekapanku.
“Ini sudah hari ke 3 dan tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik.” Batinku.
Aku mulai berpikir untuk mengantar Kayu ke psikolog, psikiater, atau siapapun itu yang bisa menormalkan kejiwaannya. Mungkin pendeta? Tapi setelah kupikir ulang sebaiknya kutunggu lagi sampai beberapa hari ke depan. Kalau memang tidak ada perubahan akan kutawarkan bantuan para profesional padanya.
“Kapan cutimu berakhir?” tanyaku.
Dia melepaskan diri dari pelukanku. Mengusap air matanya. Lalu menjawab, “4 hari lagi.”
“Tidak bisa diperpanjang?”
“Mana mungkin. Bisa mendapat cuti selama itu saja aku sudah beruntung.”
“Tapi mungkin kau butuh waktu lebih lama untuk benar-benar merelakan.”
Dia malah tertawa, meski masih tertangkap kesedihan dalam tawanya.
“Memang sampai berapa lama?” Entah, “Bukankah aku memilikimu, Michael? Aku berada di sini bersamamu. Asal kau tetap menemaniku, aku akan baik-baik saja.”
“Tidak butuh lainnya?”
“Ada hal lain yang kubutuhkan, sebenarnya.”
“Apa?”
“Pakaian.” Ha? “Aku kemari tanpa membawa baju ganti. Jadi selama beberapa hari ini aku terus meminjam bajumu yang semuanya kebesaran di badanku.”
Dia benar. Ukuran tubuh kami terlalu berbeda.
“Tapi baju oversize membuatmu lebih lucu.” Kataku yang langsung mendapat cubitan di kedua pinggang.
Sakit.
“Apa tipe idealmu omega yang lucu? Omega yang imut?”
Kugelengkan kepalaku.
“Kalau bukan lalu yang seperti apa?”
“Hentikan dulu cubitanmu.” Pintaku.
Dia malah lebih menekan cubitannya pada pinggangku. Bahkan memelintirnya sampai rasa sakitnya semakin menjadi-jadi.
“Jawab saja seperti apa tipe idealmu.”
“Tidak ada.” Jawabku sambil menggelengkan kepala, “Tidak ada tipe ideal bagiku.”
“Maksudmu kau omnivora?”
“Itu jenis binatang, Kayu.”
“Pemakan segala kan? Tidak pilih-pilih mau tumbuhan atau sesama hewan.”
“Kita tidak sedang membicarakan makanan.”
Dia melepaskan cubitannya. Mengganti dengan ekspresi malas seakan tidak mau lagi memperpanjang obrolan.
“Apa pentingnya tipe idealku? Nyatanya sekarang aku bersamamu.”
“Jangan bicara manis.”
“Tapi aku memang bersama denganmu.” Tegasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Motive
RomanceMichael sudah lama tidak bertemu Kay. Tapi temannya itu tiba-tiba datang tengah malam sambil menangis. Pernikahannya batal. Calon pengantinnya pergi karena lelaki lain. Sejak itu, Michael membiarkannya tinggal di rumahnya. Membantu menguatkannya, me...