9. Malam di Bandung

13 0 0
                                    




Udara Bandung di malam hari sangat dingin, Kirana bingung apakah ia harus meminjam jaket Omar kembali. Mereka semua, kecuali Mbak Tika (karena kepercayaanya) dan tim produksi (terlalu lelah untuk ikut) untuk jalan-jalan malam di kota ini. Saat Kirana keluar dengan Andien dari kamar. Ternyata mereka sudah ditunggu oleh Surya dan Omar di lobby.

"Nih jaket gue Ran." Omar menawarkan jaketnya ke Kirana. "Lo gak ada jaket kan? dingin banget soalnya."

"Yaampun gausah Mar gapapa, lo kedinginan loh entar kalo gak pake jaket." jawab Kirana merasa tidak enak, ia tidak mau merepotkan Omar.

"Ih gapapa Ran, kuat kok gue!" jawabnya dengan tawa, sembari bercanda memamerkan otot lenganya.

"Makasih ya Mar." Kirana ikut tertawa, entah kenapa hatinya berdetak kencang.

"Tuh tanganya kayak Omar dong Surya" meledek Surya yang badanya kurus sekali.

"Gue udah coba olah raga, tetep aja badan gue kayak gini." jawabnya dengan sedih.

Mereka akhirnya berangkat setelah taxi online yang dipesan Omar datang.

Braga menjadi destinasi pertama mereka. Dengan arsitektur masa peninggalan belanda, daerah ini terasa menyimpan banyak sekali sejarah, namun diperbaharui dengan kios-kios makanan yang lucu-lucu. Andien dan Surya membeli gelato,  Kirana membeli donat kentang di kios kopi, dan Omar hanya merokok sembari mengikuti mereka.

"Mau donat? Enak deh." Kirana menawarkan donat yang baru ia beli ke Omar.

Omar mengangguk dan memakan donut dari tangan Kirana. "Hmm enak Ran."

"Nih ambil aja." ujar Kirana memberikan donatnya ke Omar.

Andien bersama Surya seperti biasa, sibuk sendiri foto-foto di berbagai spot. Sementara Kirana dan Omar menikmati suasana malam Braga.

"Lo dulu kuliah di sini kan Ran?" tanya Omar dengan rokok di mulutnya.
Kirana menjawab dengan anggukan kepalanya.
"Sering nongkrong di sini dong?"
"Enggak jugasih, gue jarang pergi Mar, ke sini bisa dihitung jari."
"Loh kok bisa?" tanya lagi sembari melepas rokok dari mulutnya.

"Iya gue dulu jarang jalan-jalan, suka dilarang sama..." Kirana berusaha menjawab. "Sama si Akbar."

"Oh.. si brengsek itu." wajah Omar langsung berubah. "Lo kuliah masih pacaran sama dia?"

Kirana sebenarnya malu mendengarkan pertanyaan Omar, Ia jadi merasa bodoh sekali. "Iya.. gue putus sama dia sebelum gue lulus."

Omar menyilangkan tangannya, "Kenapa lo bisa pacaran sama dia sih?"
Kirana sebenarnya juga tidak tahu kenapa ia bisa berpacaran lama dengan Akbar, "Ganteng soalnya." Jawab Kirana asal, ia sebenarnya tidak mau membicarakan ini.
Omar menyadari gestur tubuh Kirana yang sepertinya tidak nyaman dengan pertanyaanya.
Mereka berdua terdiam, suasanapun menjadi agak canggung.

Kirana menghela nafas, dia jarang menceritakan masalah ini ke siapapun, kecuali kakaknya atau sesekali ibunya. Namun melihat Omar... Yaudah cerita aja deh.

"Akbar tuh cowok pertama gue, dalam hal apapun." ujar Kirana, "Pacar pertama gue, yang ngajarin gue minum, ngajarin gue ngerokok, dan cowok yang pertama kali tidur dengan gue"

Omar seketika bingung untuk merespon apa, "Eh Ran lo kalo gak mau cerita ke gue gapapa kok..." dirinya merasa bersalah kepada Kirana, seakan-akan ia memaksa menggali traumanya.

Kirana menoleh ke mobil-mobil yang sedang berjalan, malu untuk melihat matanya Omar. "Gapapa gue percaya sama lo, dan gue juga bingung mau cerita ke siapa, soalnya lo tau betapa brengseknya Akbar kan?"

The Girl with Stars in Her Eyes [Gadis dengan Bintang-Bintang di Matanya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang