"Apakah kamu pernah merasa ingin mati, Jimin?" Tanya Minjeong.
Suasana di pantai saat ini sangat mendukung untuk mereka berbincang lebih dalam lagi tentang kehidupan.
Minjeong menutup kedua matanya saat merasakan pelukan hangat Jimin menyelimuti tubuhnya yang kedinginan.
"Semua orang mungkin pernah ingin mati, dan aku salah satunya."
"Seorang Yu Jimin pernah merasakan hal itu? " Minjeong tidak percaya, dia bahkan menoleh ke belakang untuk melihat wajah Jimin. Karena Minjeong melihat sosok Jimin yang kuat, seperti Jimin bisa melawan apapun yang ada di dunia ini.
Minjeong segera memalingkan wajahnya lagi saat melihat tatapan teduh yang Jimin berikan dan senyuman yang membuat hatinya hangat.
"Aku manusia biasa, Minjeong. Pernah merasakan patah hati, ingin mati, dan ditinggal pergi." Jimin berbisik, mengeratkan pelukannya di pinggang Minjeong.
Perkataan Jimin menyadarkan Minjeong bahwa semua orang mungkin pernah mengalami hal yang sama dengannya, dia tidak sendirian, dan bahkan mungkin di luaran sana banyak orang yang lebih menderita di bandingkan dirinya.
Minjeong menghela nafasnya, ia akan berhenti mengira jika hanya dirinya yang pantas untuk mengeluh, karena semua orang pasti pernah merasakan sakit hati.
"Jimin."
"Yaa?"
"Ayo kita sembuh bersama."
Jimin merasa gemas, dia mencubit pelan kedua pipi Minjeong, menyandarkan dagunya di atas kepala Minjeong dan berkata, "Kita pasti ke sana, dimana kita berdua akan merasa lega dan berbahagia."
~~~
Aeri memperhatikan sahabatnya yang sedang mengenakan sepatu. Satu Minggu terakhir ini dia merasa ada yang berbeda dari Jimin.
Seperti, Jimin yang akan selalu tersenyum saat kembali pulang (karena dia baru saja bertemu dengan Minjeong) lalu Jimin yang awalnya tidak memakai parfum tetapi sekarang selalu menggunakannya (karena Minjeong suka orang yang wangi)
"Bicaralah jujur, Jimin." Kata Aeri.
"Apa?"
"Kamu pasti sedang berpacaran dengan seseorang kan?"
"Ya, aku baru saja selesai menamatkan series yang dimana aku ingin sekali memacari salah satu karakter nya."
"Sinting."
Jimin terkekeh pelan, dia menepuk pundak Aeri. "Pikirkan saja tugas-tugas mu yang sudah menumpuk itu. Aku pergi dulu."
Kemana Jimin akan pergi? Tentunya bertemu dengan Minjeong. Mereka berdua membuat janji Minggu kemarin, katanya Minjeong ingin memakan pizza sembari melihat laut.
Ya, Minjeong dengan laut yang sangat ia cintai. Karena saat melihat lautan, Minjeong merasa pulang ke rumah, dimana dia bisa merasakan ayahnya masih ada di dunia ini.
Setelah memesan pizza, Jimin dan Minjeong segera pergi menuju ke pantai. Saat ini Minjeong sudah terbiasa dengan hadirnya Jimin. Pokoknya kemanapun dia pergi, Jimin harus ikut.
Tentunya Jimin tidak merasa keberatan, malahan dia senang sekali Minjeong selalu melibatkannya dalam segala urusannya. Seperti membantu memperbaiki perabotan di rumah, menemaninya disaat Minjeong bosan berada di rumah. Dan Taeyeon, ibu Minjeong, selalu mengizinkan anaknya pergi jika ada Jimin yang menemani. Bisa dibilang, Jimin sudah mendapatkan kepercayaan Taeyeon.
"Jimin." Panggilnya Minjeong.
"Ya, cantik?"
Minjeong tersenyum mendengar nama panggilan 'cantik' dari Jimin. Entah sejak kapan, Jimin selalu memanggilnya cantik. Saat Minjeong bertanya mengapa Jimin memanggilnya seperti itu, dia hanya menjawab. "Aku memanggil mu cantik karena kamu memang secantik itu. Aku ingin tau bahwa dirimu sangat cantik."
Aduh, Minjeong tersipu lagi.
"Dunia ini sangat luas ya." Katanya Minjeong.
Jimin tersenyum mendengarnya, ia menatap Minjeong dengan matanya yang berbinar kagum, lalu membalas. "Ya, dan sangat indah."
"Menurut mu begitu?" Minjeong menoleh, tapi segera menghadap ke depan lagi karena tak sanggup bertatapan dengan Jimin.
Jimin suka sekali menatapnya, secara diam-diam maupun secara terang-terangan, dan masalahnya Minjeong tidak sanggup bertatapan dengan Jimin! Karena debaran di dadanya sangat berisik.
"Iyaa. Izinkan aku, Minjeong."
"Izinkan apa?"
"Izinkan aku memasuki dunia mu."
"Dengan syarat."
"Apa itu, cantik?"
"Jangan pernah meninggalkannya tanpa alasan yang jelas, aku ingin kamu tetap di sana, diam dan temani aku."
"Dengan senang hati, akan ku usahakan."
Tetapi, Minjeong tetaplah Minjeong. Pikiran buruknya selalu mendominasi isi pikirannya, dia selalu memikirkan hal yang terburuk akan terjadi seperti yang sudah-sudah.
Dengan ragu-ragu, dia bertanya. "Bagaimana jika tidak berhasil?"
"Maksudnya?" Jimin kebingungan.
"Kamu muak dan pergi, lalu aku kesepian lagi."
Kedua tangan hangat Jimin menangkup pipinya, mengelusnya pelan. "Itu belum tentu akan terjadi."
"Maka bisa saja terjadi." Minjeong dengan sifat keras kepalanya.
Namun Jimin tetap tenang, sembari memikirkan jawaban yang tepat. "Kamu engga perlu khawatir, sudah ku bilang akan ku usahakan. Maka aku perlu bantuan kamu, maukah kamu ikut berusaha juga?"
Minjeong mengangguk. "Tentu."
Mereka berdua saling bertukar senyuman, Minjeong menghela nafas lega, jatuh cinta dengan orang yang tepat rasanya begitu menyenangkan. Dia tidak merasa antusias sendirian, memiliki seseorang yang bersedia ada untuk mu di masa-masa yang akan datang sungguh rasanya melegakan.
Dan mereka berdua akan berusaha agar bisa terus bersama sampai akhir cerita nanti, membuat kenangan yang indah di masa kini supaya bisa di kenang di akhir cerita nanti.
To be Continued...
Masih inget cerita ini engga, kawan-kawan? Selamat membaca kembali ya, have a nice day buat kalian semua!

KAMU SEDANG MEMBACA
Savior
Romance→_→ When you're with the right person, every plece is a right plece. Grey, 2023 (inspired by; Josee, the Tiger and the Fish) slow update 🐢