Seusai check up dua orang itu hanya duduk diam tanpa adanya percakapan.
"Rendis mau makan diluar?"
"Pulang saja." Bunda Citra menghela nafas, melihat Rendis yang masih menolak kehadirannya. Hasil check up tadi juga cukup buruk, dimana asma anak itu semakin parah, hasil rontgen memperlihatkan paru-parunya yang tidak dapat mengembang sempurna karena adanya penggumpalan cairan, asam lambung naik, dehidrasi serta kurang nutrisi. Dokter menganjurkan rawat inap tapi Rendis bersih keras untuk rawat jalan saja.
"Baiklah, habis ini makan ya, bunda masakin bubur ayam nanti okey." Bunda Citra tersenyum menatap Rendis yang hanya dia menatap jendela mobil.
Sesampainya di rumah Bunda Citra langsung menyiapkan bubur dan menyuapin Rendis di kamar si empunya.
" Makan dulu ya."
"Bisa sendiri." Jawab Rendis ragu, tangannya gemetar dan sungguh lemas, mulutnya asam pahit, perutnya serasa diaduk, bahkan dia merasa kepalanya berputar.
Bunda Citra yang peka dengan keadaan segera memperbaiki posisi Rendis agar setengah berbaring dengan menyandar pada bantal yang sudah ia tata. Bunda Citra merengkuh Rendis dan meletakkan dengan lembut agar posisinya nyaman. Rendis terkesiap merasakan pelukan itu, hangat dan nyaman.
"Izinkan bunda menyuapi ya, besok kalo sudah sembuh kamu makan sendiri gak papa." Bunda Citra tersenyum, Rendis hanya berkedip polos. Tangan itu mulai menyuapkan suap demi suap secara perlahan. Di suapan ketiga Rendis sudah menolak.
"Sudah, mual gak kuat... " Lirihnya hingga meneteskan air mata. Rasanya sangat menyakitkan.
"Sayang, yang mana yang sakit hmmm? Mual ya sayang? " Bunda Citra meletakkan mangkuk itu lalu beralih menyodorkan air hangat yang diterima baik oleh Rendis.
Tak lama dari itu, Rendis tidur karena merasa nyaman dengan tepukan pelan di dadanya. Tentunya yang dilakukan oleh bunda Citra. Rendis menerima perlakuan itu karena demi apapun rasanya menenangkan hingga ia dapat tertidur lelap selepas minum obat barusan. Entah efek obat atau efek bunda Citra.
____________________________________
Bunda Citra memberikan hasil check up kepada Jefri. Jefri menghela nafas panjang. Rasa khawatir menyeruak di dalam batinnya. Apakah ini salahnya karena mengambil keputusan terlalu terburu-buru.
Bunda Citra mengusap bahu tegap yang mengendur itu.
"Mas, Rendis anak yang baik, dia penurut dan mudah diatur asalkan kita lembut dan membimbing dengan kasih sayang, hatinya rapuh perlu rengkuhan jangan dibentak atau dikerasin lagi ya... " Jelas Bunda Citra.
Kita rawat Rendis sama- sama, kata dokter 1 minggu lagi akan dilakukan pembuangan cairan dengan operasi kecil, tidak berbahaya namun perlu dijaga." Jelas Citra menenangkan Jefri yang kalut. Jefri mengangguk mantap dan memeluk Citra.
"Terimakasih dan maaf.. " Bunda Citra tersenyum hangat.
____________________________________
3 hari telah berlalu, Rendis semakin tertutup. Kesehatannya juga semakin menurun. Namun, mulut yang biasanya mengadu kini hanya diam menelan kesakitannya sendiri.
Rendis memandang langit malam dengan teduh, sorot matanya lelah dengan kantung mata hitam menghiasi. Di dalam hatinya berteriak mengapa ayahnya tidak peduli lagi dengannya bahkan yang mengantar sarapan dan makan siang serta mengatur jadwal obatnya adalah Bunda Citra. Apakah ayahnya sudah tak peduli lagi? Apakah dia akan berakhir di buang seperti ibunya yang membuangnya. Ketakutan itu melingkupi dirinya, pikirannya sangat berisik meluapkan segala kemungkinan terburuk. Hingga pening mengahantam kepala disertai gejolak mual di perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati Rendis
Teen Fiction"Ayah maaf, tapi disini rasanya sakit. Ibu tolong dekap aku. Mengapa semuanya jahat? Apakah aku pendosa? Adilkah aku mendapatkan ini semua? Haruskah aku terima? apakah aku egois?" Rendis. Malam ini sejuk tak biasa, bahkan embun ikut menetes menggena...