Pagi ini dimulai dengan suara keributan. Rendis yang bersikukuh ingin ke sekolah, padahal hari ini dia ada jadwal operasi kecil untuk pengeluaran cairan. Jefri menghela nafas, anaknya ini keras kepala. Like father like son right?
"Pokoknya aku mau sekolah! "
"Kau harus istirahat, nanti sore ada operasi kecil Rendis, lagi pula kau juga tengah berpuasa sekarang." Jefri bersikeras membujuk Rendis yang malah duduk lesehan di lantai, tantrum ceritanya. Citra menatap Rendis sendu, dia tau anaknya ini takut tapi melampiaskan dengan cara seperti ini. Marcel dan Jerome menatap Rendis datar, menikmati suasana rumah yang penuh drama pagi ini.
"Nanti pulang sekolah kan bisa! Pokoknya aku sekolah dulu ayaaaaaahhh..... " Anak itu mulai merengek sembari menendang - nendangkan kakinya. Jefri mencoba mendekat ingin mengangkat anak itu, namun Rendis malah mundur.
"Rendis menurutlah ini semua demi kebaikanmu!" Ucap Jefri mulai tegas. Rendis mulai melengkungkan bibirnya.
"Terserah, pokoknya ayah tidak izinkan kamu sekolah, ayah ada rapat dan ingat tidak ada sekolah hari ini, nanti tepat jam 15.00 akan ayah jemput untuk ke rumah sakit, tidak ada bantahan dan jangan nakal." Jefri mencium kening Citra lalu pergi berlalu menuju kantornya. Rendis menatap Jefri kesal, wajahnya sudah memerah saat ini.
"Mau sama bunda?" Bujuk Citra, ia rasa setelah Rendis membuka pintu untuk menerimanya, dia mulai berani memberi afeksi langsung. Rendis menoleh menatap Citra penuh binar.
Tangan mungil itu merentang keatas menerima uluran Citra. Citra mengangkat Rendis lalu duduk di meja makan yang telah lebih dulu terisi oleh Marcel dan Jerome.
"Jangan menyusahkan di pagi hari." Dingin Jerome sembari menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Jerome!" Peringat Bunda Citra, sembari mengelus kepala Rendis. Rendis menatap Jerome sengit.
"Bunda, aku mau sekolah hari ini." Rendis masih tetap dalam pendiriannya.
"Ayah tadi tidak mengizinkan kan, lagipula Rendis sedang puasa kan? Nanti lemas di sekolah, bunda janji kalo Rendis sudah sembuh, Rendis boleh sekolah dan main sepuasnya." Rendis mendengarkan secara seksama lalu mengangguk pasrah. Lumayan perjanjian bundanya ini akan menguntungkannya nanti. Bunda Citra kemudian pergi ke kamar sebentar untuk membersihkan diri. Diikuti oleh Marcel yang bergegas pergi untuk kuliah.
"Jangan rewel terus." Ucap Jerome dingin. Rendis menatap sendu Jerome.
"Maaf... " Ucap Rendis lalu pergi berlalu menuju kamarnya.
Jerome tersentak mendengar nada lirih itu. Bukan begitu maksud Jerome, sudahlah dia pusing memahami sikap Rendis yang tiba-tiba galak tiba-tiba mellow.
"Sulit dimengerti, like a woman ck." Jerome meletakkan piring kotor ke wastafel lalu menuju sekolahnya.
____________________________________
"Lempeng bangat mukak kenapa? " Tanya Dirga.
"Hmm." Jerome hanya diam memikirkan apakah anak itu marah padanya? Bagaimana cara membujuknya nanti?
"Kau sedang memikirkan wanita ya?" Terka Dirga usil. Jerome menatap Dirga tajam kemudian berlalu, malas meladeni Dirga yang cerewet.
"Hei kok malah ditinggal sih! Oh iya nanti jangan lupa latihan." Teriak Dirga.
"Libur dulu." Seru Jerome terus berjalan. Dirga hanya mengelus dada mengahadapi temannya yang cuek dan galaknya minta ampun.
___________________________________
"Rendis disini? Tadi bunda cari dimana mana." Bunda Citra mendekat lalu duduk disamping Rendis.
"Rendis tidak mau dioperasi... " Lirih Rendis, tatapannya lurus menembus jendela kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati Rendis
Teen Fiction"Ayah maaf, tapi disini rasanya sakit. Ibu tolong dekap aku. Mengapa semuanya jahat? Apakah aku pendosa? Adilkah aku mendapatkan ini semua? Haruskah aku terima? apakah aku egois?" Rendis. Malam ini sejuk tak biasa, bahkan embun ikut menetes menggena...