"Ini rumahmu?"
"Iya, terimakasih kakak. "
" Eits tunggu, kita belum kenalan, kenalin nama kakak, Dirga." Tangan itu disambut hangat oleh Rendis.
"Aku Rendis kak, eumm maaf merepotkan kak Dirga." Kepala Rendis menunduk merasa sungkan telah merepotkan orang didepannya ini, bahkan sampai menangis tantrum tadi, malu sekali rasanya.
"Santai aja, lain kali pergi bersama orang tua mu."
"Maksudnya?" Rendis menaikkan alisnya, tatapan heran ia layangkan tepat di manik mata Dirga yang tersenyum paksa.
"Bukan kah kau masih SD?" Mulut Rendis terbuka lebar tak menyangka orang didepannya ini akan sangat menyebalkan. Dia tau badannya memang mungil entahlah kenapa dia tak tinggi tinggi, hei Rendis tinggi hanya saja mereka yang Titan tidak normal. Dan lagi ia tau kalau sebenarnya umurnya memang masih 15 tahun, tapi bukan kah kelewatan mengatakan dia masih SD, faktanya sih SMP yang lompat kelas ke jenjang SMA.
"Apa aku salah?" Dirga menggaruk tengkuk lehernya canggung.
"Aku sudah SMA kelas 1, lupakan! Sekali lagi terimakasih kak." Rendis memilih menelan fakta menyebalkan bulat-bulat saja, dia sedang malas berdebat, lagipula manusia didepannya ini tadi sudah membantunya. Dia tak mau dibilang anak tidak tau diri. Bukankah begitu?
"Baiklah, sampai jumpa lagi ya! Kita akan bertemu lagi!" Teriak Dirga kepedean sembari menancap gas sepeda motornya keluar dari latar rumah Rendis.
Rendis menghembuskan nafasnya kasar. Sekarang dia sendirian lagi, ayahnya sibuk dengan pekerjaannya dan sekarang dia sibuk dengan ruang kosong dihatinya.
______________________________________
Tiga hari telah berlalu. Entah perasaan Rendis saja atau memang benar adanya jikalau ayahnya sangat jarang ada waktu dengannya. Semakin hari orang itu semakin sibuk kerja dan jarang pulang ke rumah. Ayahnya akan selalu memilih tidur di kantor untuk lebur. Rasanya Rendis ingin protes tapi mungkin dia tak berhak akan hal itu.
Pagi ini kakinya melangkah lesu, padahal siswa satu sekolah SMA tempat Rendis menimba ilmu tengah bersorak riang karena ada turnamen basket yang bertempat di lapangan belakang. Tentu saja mereka senang karena pastinya jam pelajaran akan ditiadakan. Para siswi juga tak kala bahagianya karena akan melihat pemandangan siswa SMA sebelah yang terkenal tampan di depan mata.
"Rendis!"
"Apa?"
"Ayo cari tempat duduk buruan sebelum full! Si Nanda sama Candra udah di ruang ganti lagi persiapan." Rendis mengerjapkan matanya, dia baru ingat kalo sahabatnya akan bertanding hari ini. Hendra hanya menggeleng melihat tingkah bocil didepannya ini.
"Oh iya, ayo hehehe aku lupa, untung kamu ingetin." Rendis menarik tangan Hendra dan Jordan seketika, menggiring mereka berdua yang pasrah ditarik oleh Rendis dengan langkah itiknya.
"Disini aja Ren dingin!" Keluh Hendra jengah karena Rendis malah berputar putar mencari tempat duduk yang pas.
"Ih disini gak kelihatan jelas tau, kita kan mau semangatin mereka berdua!" Jordan hanya tertawa melihat kedua temannya berdebat.
"Disana panas Rendis!"
"Gak papa ih yang penting kelihatan jelas akunya!"
"Mau Nanda marah?" Rendis langsung diam membisu dan langsung duduk di tempat pilihan Hendra. Tempat yang rindang dan paling samping, agak jauh, jadi kurang jelas.
Jordan menggelengkan kepalanya, lalu duduk disebelah Rendis. Jadi posisi Rendis diapit oleh Hendra dan Jordan.
"Kapan mulainya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Hati Rendis
Genç Kurgu"Ayah maaf, tapi disini rasanya sakit. Ibu tolong dekap aku. Mengapa semuanya jahat? Apakah aku pendosa? Adilkah aku mendapatkan ini semua? Haruskah aku terima? apakah aku egois?" Rendis. Malam ini sejuk tak biasa, bahkan embun ikut menetes menggena...